BAB I
PENDAHULUAN
Perairan laut indonesia merupakan salah
satu perairan yang memiliki banyak jenis spesies yang hidup didalamnya atau
biasa dikenal dengan mega biodiversity. Ekosistem
perairan laut dibagi menjadi 6 zona, yaitu zona upwelling, zona high nutrients shift-up of classical
food web, zona maximum phythoplankton biomass, zona miximum zooplankton
biomass, zona transition to microbial food web, dan zona low nutrient steady
state microbial food web. Pembagian zona tersebut didasarkan pada kandungan nutrisi yang terkandung
dalam zonasi perairan tersebut
Setiap zonasi laut memilki produktivitas primer yang
berbeda beda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan
biologi perairan. Produktivitas primer
adalah laju penyimpanan energi radiasi matahari oleh organisme produsen dalam
bentuk bahan organik melalui proses fotosintesa oleh fitoplankton. Dengan mengetahui produktivitas zonasi laut
maka kita akan dapat menentukan lokasi budidaya yang baik dan benar. Sehingga,
Sektor perikanan budidaya laut dapat ditingkatkan dan meningkatkan ekspor
perikanan Indonesia.
Zonasi tersebut
perlu dipelajari karakteristiknya agar dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kepentingan manusia. Pemanfaatan tersebut dapat berupa potensi wilayah
konservasi, wisata pantai, wisata selam, budidaya rumput laut, budidaya keramba
jaring apung (KJA) dan kegiatan penangkapan (Ali, S.A. et. al.. 2011). Aspek budidaya sendiri harus dipelajari lebih
mendalam agar tercipta pemanfaatan sumberdaya secara maksimal dan tetap menjaga
kelestarian sumberdaya laut.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Zona
upwelling
Upwelling
adalah peristiwa naiknya massa air laut yang
disebabkan oleh perbedaan temperatur antara lapisan permukaan air laut dan
bawahnya yang lebih dingin. Umumnya zat hara berada di lapisan bawah, akibat
upwelling ini zat hara naik ke permukaan laut.
Upwelling
dapat
didefinisikan sebagai peristiwa menaiknya massa air laut dari lapisan bawah ke
permukaan karena proses fisik perairan. Keberadaan
upwelling ditandai oleh naiknya unsur hara atau nutrien pada lokasi tersebut,
karena massa air bawah permukaan pada umumnya lebih kaya zat hara dibanding
dengan lapisan permukaannya. Nutrien, khususnya pospat dan silikat di zona
fotik sangat berpengaruh terhadap produktivitas fitoplankton, dan oleh karena
itu pada lokasi upwelling akan ditemui fitoplankton dalam jumlah yang besar.
Peningkatan populasi fitoplankton yang sangat tinggi dan cepat akan berakibat
pada kematian massal ikan-ikan di laut, terjadinya kontaminasi sea food,
problem kesehatan masyarakat (keracunan), dan perubahan struktur komunitas
ekosistem ( Makmur, 2009 ).
Kelebihan pada zona ini yaitu
ketika zat hara yang banyak menumpuk di dasar perairan akan naik keatas karena
adanya upwelling sehingga
zooplankton, fitoplankton, crustacea ikan-ikan akan memanfaatkan zat hara
tersebut dan berkembang sangat cepat di zona ini, serta kekurangan pada zona
ini yaitu tingginya amonia dan nitrat yang berasal dari dasar perairan,
sehingga aada beberapa jenis biota yang tidak bisa bertahan lama di zona ini.
Polusi air juga terjadi di zona ini biasanya disebabkan oleh buangan limah
rumah tangga, industri yang disambungkan dari sungai.
2.
Zona high nutrient, shift-up of classical food web
Pada zona kedua terdapat kandungan nutrisi
yang tinggi (high nutrient) dan
merupakan zona pergeseran dari jaring-jaring makanan. Zona dengan kandungan
nutrisi tinggi memiliki kelimpahan biota yang tinggi karena di daerah ini biota
laut khususnya ikan dapat dengan mudah menemukan makanan. Dengan kedalaman yang
sedang, oksigen cukup tinggi dan intensitas cahaya yang cukup menyebabkan ikan
akan nyaman untuk tinggal di daerah ini, khususnya ikan pelagis, seperti ikan
tuna.
Kelayakan lingkungan untuk usaha budidaya dapat
diestimasi melalui pengukuran kuantitatif dan kualitatif terhadap biota yang
menghuni perairan tersebut. Satu di antara biota yang sering digunakan dalam
keperluan ini adalah plankton karena studi ekologinya murah dalam biaya, mudah
dalam pelaksanaan dan efektif dalam hasil yang diperoleh
( Pirzan dan
Petrus , 2008).
Kelebihan zona ini adalah
melimpahnya nutrien membuat produsen utama dapat memanfaatkanya dengan baik .
Kekuranganya adalah jika kandungan ammonia dan nitrat tinggi maka akan membuat
ikan mengalami kematian.
3.
Zona maximum phytoplankton biomass
Zona maximum
phythoplankton biomass, yaitu wilayah dengan kandungan fitoplankton tertinggi dan kemudian
akan menurun. Organisme pada zona ini juga akan menurun seiring dengan
menurunnya nutrisi yang ada di wilayah ini. Fitoplankton merupakan pakan alami
untuk ikan herbivore.
Kelebihan Zona ini adalah
perairan yang subur karena banyaknya fitoplankton. Kandungan oksigen yang
terlarutpun tinggi di wilayah ini karena banyaknya oksgen terlarut yang
dihasilkan dari hasil fotosintesis fitoplankton. fitoplankton yang tinggi
mengakibatkan Biota yang hidup disini banyak pula, khususnya ikan-ikan kecil
pemakan plankton. Kekurangan Zona ini adalah terkadang terjadi “blooming ”. Istilah lain dari blooming
yaitu eutrofikasi.Hal ini diperkuat oleh Rosariawari (2010), eutrofikasi
adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient yang berlebihan
ke dalam ekosistem air. Banyaknya penangkapan di daerah ini membuat ikan-ikan
atau konsumen ke dua dari fitoplankton tersebut mengalami over fishing.
4.
Zona maximum zooplankton biomass
Zona maximum zooplanhkton
biomass,
dimana zooplankton terbanyak ada di wilayah ini, sehingga didominasi oleh ikan
jenis karnivora. Pada zona ini sudah tidak ada fitolankton, sehingga kandungan
oksigen menurun karena tidak terjadi fotosintesis. Oksigen hanya berasal dari
perairan atas yang dibawa oleh perputaran arus.
Zona ini menjadi
makanan yang lezat bagi zooplankton, sehingga keberadaan zooplankton melimpah.
Ikan-ikan kecil maupun besar banyak terdapat di zona ini, karena makanan utama
ikan-ikan tersebut adalah zooplankton. Hal ini diperkuat oleh Pangkey (2011)
bahwa Plankton mengandung beberapa asam lemak esensial yang tinggi dan baik
bagi pertumbuhan, sehingga ikan menyukai plankton sebagai makanan untuk
menambah pasokan asam lemak esensialnya.
Kekurangan zona
ini adalah kandungan oksigen yang lebih rendah dari zona sebelumnya, karena
sedikitnya organisme yang dapat menghasilkan oksigen
5. Zona
transition to microbial food web
Zona dimana mikroorganisme mulai masuk pada
jaring-jaring makanan. Pada zona ini organisme ikan pelagis mulai menurun,
karena zona ini termasuk perairan dalam dan keberadaan plankton mulai menurun,
digantikan oleh adanya mikroorganisme. Limbah hasil metabolisme dari perairan
atas dapat diakumulasi oleh mikroorganisme. Zat-zat organik diubah menjadi
anorganik sebagai sumber nutrien di perairan dan akan terjadi perputaran
energi.
Kelebihan dari
zona ini adalah mikroba dapat merubah organik matter menjadi anorganic matter
melalui proses dekomposisi. Bahan anorganik yang dihasilkan akan menjadi nutrient
kembali yang akan dimanfaatkan oleh produsen utama. Kekurangannya adalah
keberadaan ikan-ikan di zona ini rendah.
6. Zona
low-nutrient steady state microbial food web
Zona ini
merupakan suatu zona yang hanya terdapat mikroba dekomposer, keberadaan nutrien
rendah dan biota juga rendah. Kelebihan zona ini adalah kondisi lingkungan yang
stabil dan baik. Kekurangan di zona ini adalah sedikitnya sumber daya alam yang
bisa dimanfaatkan.
Pada
zona ini, sumber makanan berasal dari bakteri dan detritus atau sisa dari
metabolisme biota yang ada pada zona atas. Zona laut dalam berada di bawah
lapisan thermocline. Jenis biota laut dalam sangatlah unik, mereka mengalami
mutasi organ tubuh (adaptasi morfologi) untuk bisa hidup di zona ini. Selain adaptasi morfologi, organisme laut
dalam juga mengalami adaptasi fisiologis dan adaptasi tingkah laku. Budidaya
pada perairan ini belum dimungkinkan karena perairan ini sangat dalam dan jauh
dari daratan, sehingga sulit untuk dikontrol.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang
didapatkan dalam pembuatan makalah ini adalah setiap
zona di laut memiliki produktivitas yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh
faktor fisika, kimia dan biologi dan produktivitas primer tertinggi terdapat
pada zona II, zona III, dan zona IV,
sedangkan zona yang memiliki pruktivitas rendah adalah zona IV dan VI. Kandungan nutrisi di perairan dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti kedalaman, intensitas cahaya, suhu, salinitas, dan
kandungan oksigen terlarut. Analisis zonasi ekosistem laut perlu dilakukan
untuk menentukan kegiatan budidaya yang dapat dilakukan dan mengeksploitasi
dengan bijaksana, yaitu manusia mendapat keuntungan dan lingkungan tetap
lestari.
DAFTAR PUSTAKA
Makmur, Murdahayu. 2009. “Pengaruh Upwelling
terhadap Ledakan Alga (Blooming
Alga) di Lingkungan Perairan Laut”.
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif.
Batan.
Pangkey, H. 2011. Kebutuhan Asam Lemak Essensial Pada Ikan Laut. Jurnal
Perikanan dan Kelautan Tropis. Vol VII (2). Hal: 93-103
Pirzan, A. M. dan Petrus R. P. 2008. “Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di Pulau Bauluang,
kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan”. Balai
Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros 9 : 217-221.
Rosariawari, Firra. 2010. Efektifitas multivalen Metal Ions Dalam
Penurunan Kadar Phospt Sebagai Bahan Pembentuk. Jurnal. UPN Jawa Timur. Hal:
24-32
Tidak ada komentar:
Posting Komentar