TELAAH JURNAL
PENGARUH
FERMENTASI Actinobacillus sp. PADA KOTORAN SAPI SEBAGAI PUPUK TERHADAP
PERTUMBUHAN Nannochloropsis sp.
Linda Megawati
Yanuaris, Rahayu Kusdarwati dan Kismiyati
Fakultas
Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Kampus C
Mulyorejo - Surabaya, 60115 Telp. 031-5911451
Oleh: Imam Bahruddin
Pemilihan judul didasarkan karena si penelaah ingin
mengetahui lebih spesifik dan lebih mendalam tentang pengaruh fermentasi actinobacillus sp. pada kotoran sapi sebagai
pupuk terhadap pertumbuhan nannochloropsis sp dalam konteks pemahaman
dan aspek yang ada di dalam agama islam.
Selain menelaah ataupun
mengkaji judul ini dalam segi agama, si penelaah juga berkeinginan untuk
menambah wawasan dan pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu budidaya ini
dengan pemahaman secara global, dengan harapan agar si penelaah dapat memadukan
dari kedua cara untuk menelaah judul ini.
2.
Substansi
Jurnal / Inti Isi Jurnal
Budidaya pakan alami
adalah suatu usaha kultur pakan alami guna memenuhi kebutuhan dalam kegiatan
pembenihan ikan dan non ikan. Pakan alami terdiri dari dua jenis yaitu
zooplankton dan phytoplankton. Phytoplankton merupakan pakan hidup yang sangat
dibutuhkan oleh organisme akuatik budidaya, salah satunya Nannochloropsis sp.
Nannochloropsis sp. merupakan makanan hidup bagi golongan ikan
jenis-jenis tertentu sehingga seringkali sangat diperlukan dalam budidaya. Nannochloropsis
sp. memiliki kandungan nutrisi seperti protein (52,11%), karbohidrat (16%),
lemak (27,64%), vitamin C (0,85%), dan klorofil A (0,89%) (Fulks and Main,
1991). Kebutuhan nutrient bisa didapat dari pupuk buatan (anorganik) atau
dengan cara memanfaatkan limbah peternakan (organik), seperti kotoran sapi.
Kotoran sapi merupakan salah satu limbah peternakan yang potensial untuk kultur
Nannochloropsis sp. karena memiliki komposisi N (5 kg/ton), P2O5 (3
kg/ton) dan K2O (5 kg/ton), serta unsur hara esensial lain dalam jumlah yang
kecil (Kunti dkk dalam Hardjowigeno, 2003). Tumbuh pesatnya fitoplankton
berkaitan erat dengan faktor nutrisi yang ada di lingkungannya. Secara umum fitoplankton
membutuhkan nutrisi yang tergolong sebagai unsur makro dan unsur mikro. Adapun
unsur makro meliputi kebutuhan akan nitrat dan phosphat sebagai dasar nutrien
utama disamping unsur-unsur mikro trace element (Vashista, 1979). Martosudarmo
dan Sabarudin (1979) menyatakan, faktor kimia juga dapat menjadi faktor
pembatas dalam pertumbuhan fitoplankton yaitu salinitas, pH, suhu dan CO2.
Secara umum dapat
disebutkan bahwa setiap ton pupuk kandang mengandung 5 kg N, 3 kg P2O5, 5 kg
K2O, serta unsur-unsur hara esensial lain dalam jumlah yang relatif kecil
(Kunti, dkk dalam Hardjowigeno, 2003). Pada kotoran ternak ruminansia,
khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan
hasil analisis diperoleh bahwa kotoran sapi mengandung 22,59 % sellulosa, 18,32
% hemi-sellulosa, 10,20 % lignin, 34,72 % total karbon organik, 1,26 % total
nitrogen, 27,56:1 ratio C:N, 0,73 % P, dan 0,68 % K (Lingaiah dan Rajasekaran,
1986). Salah satu bakteri yang terdapat dalam kotoran sapi adalah bakteri Actinobacillus
sp. Bakteri Actinobacillus sp. adalah bakteri hemisellulolitik
karena mampu mendegradasi hemisellulosa sehingga dapat mempercepat proses
fermentasi.
Proses fermentasi ini diawali dengan mencampur tetes tebu 4
%, 1,5 ml air; 5 gr kotoran sapi dan isolat Actinobacillus sp. dengan
konsentrasi sesuai perlakuan 0%, 5%,10% dan 15% dari berat kotoran sapi yang
akan difermentasi yaitu 5 gr didapat konsentrasi 0 ml, 0,25 ml, 0,5 ml,dan 0,75
ml. Kemudian diaduk merata. Setelah itu dimasukkan ke dalam plastik selanjutnya
diinkubasi dalam jangka waktu 5,7, dan 9 hari sesuai perlakuan pada suhu 27-32º
C. Kotoran sapi hasil fermentasi kemudian dikeringkan selama 7 hari pada suhu
ruang antara 25–32oC untuk mengurangi kadar air sebelum dibuat sebagai larutan pupuk
dan mengurangi kerja bakteri fermentor. Berikutnya pembuatan media atau pupuk
kotoran sapi hasil fermentasi dilakukan pada tahap I dan tahap II. Pada tahap I
kotoran sapi yang telah difermentasi dengan isolat Actinobacillus sp.
0%, 5%, 10% dan 15% selama 5, 7 dan 9 hari ditimbang masing-masing sebanyak 5 g
dilarutkan dalam 500 mL aquadest untuk mendapatkan konsentrasi larutan 10 ppm
dan penggunaan dalam kultur Nannochloropsis sp. adalah 1 ppm (Satyantini
dan Masithah, 2008).
Pada tahap II pupuk yang digunakan adalah pupuk dengan
konsentrasi optimal hasil penelitian tahap I, konsentrasi dibawah dan diatas
konsentrasi optimal dengan lama fermentasi tidak lagi menjadi perlakuan.
Kontrol pada penelitian tahap II ada 2 yaitu kontrol negatif dengan pupuk tanpa
penambahan bakteri dan kontrol positif dengan pupuk Walne didapat dari BBAP
Situbondo.
Lingkungan kultur dikondisikan sama untuk setiap perlakuan
pada tahap I maupun tahap II yaitu pada suhu 20-30oC, salinitas 30-33 ppt, pH
8-9,5, intensitas cahaya 1000–10000 lux dan photoperiod 18 jam dalam keadaan
terang dan 6 jam dalam keadaan gelap (Hirata et al., 1981). Rak kultur
ditutupi dengan plastik hitam, agar suhu ruang stabil, mengatur photoperiod dan
untuk menghindari kontaminan. Pertumbuhan fitoplankton ditandai dengan
pertambahan kepadatan fitoplankton yang dikultur (Mudjiman, 2008). Parameter
yang diamati adalah kepadatan populasi Nannochloropsis sp. yang dihitung
dengan menggunakan haemositometer dan pengukuran kualitas air.
Hasil pengamatan penelitian tahap I berupa kepadatan populasi
Nannochloropsis sp. untuk mengetahui pengaruh pemberian fermentasi
kotoran sapi oleh bakteri Actinobacillus sp. dan lama fermentasi terbaik
terhadap populasi Nannochloropsis sp. Hasil pengamatan penelitian tahap
II berupa kepadatan populasi Nannochloropsis sp. untuk mengetahui
pengaruh pemberian bakteri Actinobacillus sp. dengan konsentrasi berbeda
pada kotoran sapi sebagai pupuk terhadap populasi Nannochloropsis sp.
dan mengetahui konsentrasi optimal bakteri Actinobacillus sp. untuk
proses fermentasi kotoran sapi sebagai pupuk dalam meningkatkan populasi Nannochloropsis
sp.
Hasil terbaik dan konstan didapat pada fermentasi kotoran
sapi dengan konsentrasi bakteri Actinobacillus sp. 10 % dalam waktu
fermentasi 5 hari selanjutnya digunakan untuk penelitian tahap yang ke II.
Hasil analisis varian (ANAVA) pada hari pertama sampai hari kelima menunjukkan
bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
(p<0,05) terhadap populasi Nannochloropsis sp. Hasil pengamatan
penelitian berupa penghitungan pertumbuhan Nannochloropsis sp. dari hari
pertama sampai hari kelima yang telah dianalisis menggunakan diagram garis
disajikan pada Gambar 1 dibawah ini. Pada perlakuan E (tanpa fermentasi),
perlakuan B (konsentrasi bakteri Actinobacillus sp. 10%) dan perlakuan C
(konsentrasi bakteri Actinobacillus sp. 12,5%) populasi terus meningkat
mulai hari ke 0 kultur hingga hari pertama dan menurun pada hari keempat.
Perlakuan D (walne) dan perlakuan A (konsentrasi bakteri Actinobacillus sp.
7,5%)
Gambar 1. Grafik Populasi Nannochloropsis sp.
Setelah Penambahan Pupuk Kotoran Sapi Fermentasi Dengan Bakteri Actinobacillus
sp. Pada Media Kultur Hari Pertama Sampai Hari Kelima.
Kotoran sapi mengandung nutrien yang dapat dimanfaatkan Nannochloropsis
sp. yaitu nitrogen. Setiawan (2002) mejelaskan bahwa kotoran sapi memiliki
kandungan N, P, dan K yang tinggi sebagai pupuk kompos mampu mensuplai unsur
hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman maupun fitoplankton salah
satunya Nannochloropsis sp. Kualitas unsur hara kotoran sapi dapat
ditingkatkan dengan fermentasi menggunakan bakteri Actinobacillus sp.
Peranan Actinobacillus sp. adalah sebagai fermentor karena bersifat
hemisellulolitik karena memiliki kemampuan mendegradasi hemisellulosa menjadi
xilosa, arabinosa, glukuronat, galaktosa dan asetat (Subramaniyan dan Prema,
2002) yang terdapat dalam kotoran sapi sehingga unsur organik dan kualitasnya
dapat ditingkatkan. Unsur penting yang dibutuhkan fitoplankton dalam
pembentukan klorofil adalah nitrogen (Vashista, 1979). Berdasarkan hasil
penelitian tentang fermentasi kotoran sapi menggunakan bakteri Actinobacillus
sp. terlihat bahwa kadar unsur N meningkat. Peningkatan rasio N dan P
terjadi setelah kotoran sapi difermentasi menggunakan bakteri Actinobacillus
sp. Rachmawati (2002) mengemukakan bahwa rasio nitrogen dan fosfor yang
sesuai untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 25 : 1. Akan tetapi rasio
N : P setelah fermentasi lebih tinggi dari rasio ideal, diduga kebutuhan
nutrient bagi Nannochloropsis sp. lebih tercukupi dibanding rasio N:P
sebelum.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
pemberian bakteri Actinobacillus sp. dengan konsentrasi berbeda pada
kotoran sapi sebagai pupuk dalam media kultur berpengaruh terhadap populasi Nannochloropsis
sp. Perlakuan dengan konsentrasi 10% dari berat kotoran sapi yang
difermentasi isolat bakteri Actinobacillus sp. dengan jangka waktu
fermentasi 5 hari menghasilkan pertumbuhan populasi Nannochloropsis sp.
yang optimal. Pemberian perlakuan fermentasi kotoran sapi dengan konsentrasi
10% isolat bakteri Actinobacillus sp. dengan jangka waktu fermentasi 5
hari dapat meningkatkan pertumbuhan populasi Nannochloropsis sp. dan
mampu menjadi pengganti pupuk komersial Walne. Perlu dilakukan penelitian
tentang penggunaan isolat bakteri Actinobacillus sp. Pada pertumbuhan
populasi Nannochloropsis sp. dengan kisaran waktu fermentasi yang lebih
lama.
Dalam pandangan islam kotoran merupakan sapi merupakan suatu
limbah yang mengganggu lingkungan dan mengganggu kesehatan, semua iti bisa
terjadi apabila kita tidak bisa memanfaatkan kotoran itu untuk hal yang lebih
berguna. Contohnya saja menggunakan kotoran sapi sebagai pupuk kandang dalam
pertanian. Hal ini lebih bermanfaat karena dapat memberikan manfaat brupa
kesuburan tanah dan buah yang dihasilkanpun hukumnya halal, karena kotoran
tersebut sudah terdekomposisi oleh bakteri-bakteri yang ada. Begitupun dengan
judul yang kita telaah, yaitu menggunakan limbah berupa kotoran sapi untuk
budidaya zooplangton yang akan digunakan sebagai pakan ternak.
Pemberian kotoran untuk fermentasi budidaya ini diperbolehkan
saja karena itu hal yang bisa membuat para pembudidaya lebih cepat mendapatkan
hasil. Tetapi disini yang disroti adalah tentang bagaimana mendapatkan kotoran
sapi itu sendiri. Apabial didapatkan dengan cara ijab membeli jelas dilarang,
karena itu barang yang kotor. Kecuali ijabnya tidak menyebutkan tentang jual
beli. Jadi disini diperbolehkan untuk memanfaatkan kotoran sapi untuk hal
kebaikan, tetapi harus hati-hati dalam proses mendapatkan kotorannya dan ikan
yang dibudidaya halal untuk dimakan karena zooplangton memang makanan utama
ikan.
Tetapi islam didunia ada berbagai macam, seingga bisa saja
pendapat yang satu dengan pendapat yang lain bisa berbeda. Ada yang
memperbolehkan, ada yang mempersalhkan dan ada juga yang dengan tegas menolak
itu. Semua itu hanyalah bentuk hilaf dari para ilmuan islam. Mereka semua yang
berani mengemukakan pendapat itu pasti mempunyai refrensi-refrensi yang
menguatkan mereka untuk mengemukakan pendapat. Semua itu kembali lagi kepada
diri kita sendiri yang menjalani. Tetapi apabila kita tida bisa menentukan,
lebih baik kita memilih pada pendapat ilmuan slam yang sudah besar.
3.
Manfaat
Isi Jurnal Bagi Perubahan Mahasiswa dan Masyarakat pada Umumnya
3.1 Manfaat
Isi Jurnal untuk Mahasiswa
Dengan
adanya jurnal yang berisikan tentang pengaruh
fermentasi actinobacillus sp. pada kotoran sapi sebagai pupuk terhadap
pertumbuhan nannochloropsis sp, dapat menginspirasi para mahasiswa untuk
lebih kreatif dan inovatif untuk menciptakan hal-hal yang baru atau menemukan
hal-hal yang baru untuk kemajuan negara ini khususnya untuk mahasiswa tersebut.
Selain itu juga dapat memotifasi para mahasiswa untuk mengembangkan ilmu yang
telah didapat selama ini untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang
tentunya berguna bagi semua orang. Tetapi dalam mengembangkan dan
mengaplikasikan ilmu yang didapat selama ini mahasiswa juga harus tetap
berpegang pada pedoman dan aturan-aturan agama, agar semua yang akan di lakukan
atau direncanakan tidak menabrak atau melanggar batasan-batasan dan norma-norma
yang ada dalam agama.
3.2 Manfaat
Isi Jurnal untuk Masyarakat
Manfaat
yang dapat didapatkan dari telaah jurnal ini khususnya untuk masyarakat adalah
dapat memberi mereka pengetahuan yang lebih luas terhadap potensi yang terdapat
pada lingkungan disekitar mereka walaupun hal-hal yang berpotensi itu termasuk
barang yang tidak memiliki nilai jual atau dapat dikatakan sampah. Telaah ini
menyadarkan kepada para masyarakat untuk menggalipotensi-potensi yang ada pada
lingkungan mereka lebih serius.
Selain
dapat menyadarkan mereka tentang potensi di lingkungan mereka, juga dapat
menumbuhkan rasa keingintahuan mereka terhadap hal-hal yang disekitar mereka
yang dapat dimanfaatkan untuk hal yang lebih berguna dan bermanfaat bagi
masyarakat umum.
4.
Penutup
4.1 Kesimpulan
4.1.1
Pemanfaatan kotoran untuk fermentasi
zooplangton untuk pakan ikan diperbolehkan islam karena zooplangton merupakan
makanan utama ikan.
4.1.2
Ikan yang diberi makan dari zooplangton
hasil fermentasi kotoran hukumnya halal, tetapi harus memperhatikan bagaimana
cara mendapatkan kotoran sapi tersebut.
4.2 Saran
4.2.1
Para mahasiswa sebaiknya lebih aktif,
inovatif, kreatif dan harus bisa menjadi contoh untuk lingkungan sekitarnya
dalam masalah menggali potensi yang ada.
4.2.2
Masyarakat umum sebaiknya lebih sadar
dengan potensi yang ada disekitarnya dan
dapat memanfaatkan itu dengan bekerja sama dengan instansi yang
berkonsentrasi dalam hal tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Cahyaningsih, S. 2009. Jurnal Teknis : Produksi Pakan Alami.
Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Balai
Budidaya Air Payau Situbondo. Hal 1 – 35.
Fulks, W. And K.I. Main. 1991. Rotifer and Microalgae Culture
Systems. Proceeding of a U.S. Asia Workshop. The Oceanic Institute, Honolulu.
Hawai. 364 p.
Handayani, L. 2002. Pertumbuhan Spirulina platensis Yang
Dikultur Dengan Ekstrak Kotoran Puyuh. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor, pp. 2 -
19.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. PT. Medyatama sarana Perkasa.
Jakarta. Hlm. : 73-76.
Hirata, H., A. Ishak, and S. Yamashaki. 1981. Effect of Salinity and
Temperature on The Growth of The Marine Phytoplankton Chlorella
saccharophila. Journal of the Kagoshima Univ of Fisheries. Japan. 30
(2) : 257-262.
Isnansetyo, A. dan Kusniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplakton, Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta.
116 hal.
Kusriningrum. 2009. Perancangan Percobaan. Fakultas Kedokteran Hewan,
Universitas Airlangga. Airlangga University Press. Surabaya. Hal 5-69
Lamid, M., S. Chuzaemi, N. T. Puspaningsih dan Kusmartono. 2006.
Inokulasi Bakteri Xilanolitik Asal Rumen sebagai Upaya Peningkatan Nilai
Nutrisi Jerami Padi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.
http//www. mirnilamid@yahoo.com. 11/03/2010. 7 hal
Lingaiah V. and P Rajasekaran. 1986. Biodigestion of cowdung and
organic wastes mixed with oil cake in relation to energy in Agricultural Wastes
17(1986): 161-173
Martosudarmo, B. dan S. Sabarudin. 1979. Makanan Larva Udang. Balai
Budidaya Air Payau. Jepara.
Meadows, P. S.and J. L. Campbell. 1988. An Introduction to Marine
Science. John Wiley and Sons. New York.
Mudjiman, A. 2008. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya.
Jakarta. 186 hal.
Rachmawati, D. 2002. Pertumbuhan Dunaliella salina, Phaeodactylum
tricormitum, dan Anabaenopsis circularis Dalam Rario N/P Yang
Berbeda Pada Skala Laboratorium. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 33 hal
Richmond, A. 1986. CRC Handbook of Mikroalga Mass Culture. CRC Press
Ino. Florida. p. 156 – 190.
Satyantini, W. H dan E. D. Masithah 2008. Pemilihan
Jenis dan Nilai Nutrisi Pakan Alami. Universitas Airlangga.Surabaya.
Setiawan, A.I. 2002. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Cetakan ke tiga.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Subramaniyan, S. and P. Prema. 2002. Biotechnology of Microbial
Xylanases : Enzymology, Molecular Biology and application. Critical Rev
Biotecnol 22: 33-64
Sylvester, B. D., D. Nelvy, dan Sudjiharno. 2002. Persyaratan
Budidaya Fitoplankton dalam Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai
Budidaya Laut, Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Kelautan dan Perikanan.
Bandar Lampung. Hal 34 – 57.
Sze, P. 1993. A Biology of the
Algae. Third Ed.Wm.C.Brown Publishes. 1-81p
Vashista, B. R. 1979. Botany for Degree Student. S. Chand and Company
Ltd. Ram Nager. New Delhi.
Wijaya.
S. A. 2006. Pengaruh Pemberian Konsentrasi Urea yang Berbeda Terhadap
pertumbuhan Nannochloropsis oculata. Skiripsi. Program Studi Budidaya
Perairan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. 2-3 hal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar