Get me outta here!

Minggu, 17 November 2013

TELAAH JURNAL AGAMA II


TELAAH JURNAL
PENGARUH FERMENTASI Actinobacillus sp. PADA KOTORAN SAPI SEBAGAI PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN Nannochloropsis sp.
Linda Megawati Yanuaris, Rahayu Kusdarwati dan Kismiyati
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Kampus C Mulyorejo - Surabaya, 60115 Telp. 031-5911451
Oleh: Imam Bahruddin
 1.     Alasan Pemilihan Judul
Pemilihan judul didasarkan karena si penelaah ingin mengetahui lebih spesifik dan lebih mendalam tentang pengaruh fermentasi actinobacillus sp. pada kotoran sapi sebagai pupuk terhadap pertumbuhan nannochloropsis sp dalam konteks pemahaman dan aspek yang ada di dalam agama islam. 
Selain menelaah ataupun mengkaji judul ini dalam segi agama, si penelaah juga berkeinginan untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu budidaya ini dengan pemahaman secara global, dengan harapan agar si penelaah dapat memadukan dari kedua cara untuk menelaah judul ini.

2.     Substansi Jurnal / Inti Isi Jurnal
 Budidaya pakan alami adalah suatu usaha kultur pakan alami guna memenuhi kebutuhan dalam kegiatan pembenihan ikan dan non ikan. Pakan alami terdiri dari dua jenis yaitu zooplankton dan phytoplankton. Phytoplankton merupakan pakan hidup yang sangat dibutuhkan oleh organisme akuatik budidaya, salah satunya Nannochloropsis sp. Nannochloropsis sp. merupakan makanan hidup bagi golongan ikan jenis-jenis tertentu sehingga seringkali sangat diperlukan dalam budidaya. Nannochloropsis sp. memiliki kandungan nutrisi seperti protein (52,11%), karbohidrat (16%), lemak (27,64%), vitamin C (0,85%), dan klorofil A (0,89%) (Fulks and Main, 1991). Kebutuhan nutrient bisa didapat dari pupuk buatan (anorganik) atau dengan cara memanfaatkan limbah peternakan (organik), seperti kotoran sapi. Kotoran sapi merupakan salah satu limbah peternakan yang potensial untuk kultur Nannochloropsis sp. karena memiliki komposisi N (5 kg/ton), P2O5 (3 kg/ton) dan K2O (5 kg/ton), serta unsur hara esensial lain dalam jumlah yang kecil (Kunti dkk dalam Hardjowigeno, 2003). Tumbuh pesatnya fitoplankton berkaitan erat dengan faktor nutrisi yang ada di lingkungannya. Secara umum fitoplankton membutuhkan nutrisi yang tergolong sebagai unsur makro dan unsur mikro. Adapun unsur makro meliputi kebutuhan akan nitrat dan phosphat sebagai dasar nutrien utama disamping unsur-unsur mikro trace element (Vashista, 1979). Martosudarmo dan Sabarudin (1979) menyatakan, faktor kimia juga dapat menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan fitoplankton yaitu salinitas, pH, suhu dan CO2.
 Secara umum dapat disebutkan bahwa setiap ton pupuk kandang mengandung 5 kg N, 3 kg P2O5, 5 kg K2O, serta unsur-unsur hara esensial lain dalam jumlah yang relatif kecil (Kunti, dkk dalam Hardjowigeno, 2003). Pada kotoran ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa kotoran sapi mengandung 22,59 % sellulosa, 18,32 % hemi-sellulosa, 10,20 % lignin, 34,72 % total karbon organik, 1,26 % total nitrogen, 27,56:1 ratio C:N, 0,73 % P, dan 0,68 % K (Lingaiah dan Rajasekaran, 1986). Salah satu bakteri yang terdapat dalam kotoran sapi adalah bakteri Actinobacillus sp. Bakteri Actinobacillus sp. adalah bakteri hemisellulolitik karena mampu mendegradasi hemisellulosa sehingga dapat mempercepat proses fermentasi.
Proses fermentasi ini diawali dengan mencampur tetes tebu 4 %, 1,5 ml air; 5 gr kotoran sapi dan isolat Actinobacillus sp. dengan konsentrasi sesuai perlakuan 0%, 5%,10% dan 15% dari berat kotoran sapi yang akan difermentasi yaitu 5 gr didapat konsentrasi 0 ml, 0,25 ml, 0,5 ml,dan 0,75 ml. Kemudian diaduk merata. Setelah itu dimasukkan ke dalam plastik selanjutnya diinkubasi dalam jangka waktu 5,7, dan 9 hari sesuai perlakuan pada suhu 27-32º C. Kotoran sapi hasil fermentasi kemudian dikeringkan selama 7 hari pada suhu ruang antara 25–32oC untuk mengurangi kadar air sebelum dibuat sebagai larutan pupuk dan mengurangi kerja bakteri fermentor. Berikutnya pembuatan media atau pupuk kotoran sapi hasil fermentasi dilakukan pada tahap I dan tahap II. Pada tahap I kotoran sapi yang telah difermentasi dengan isolat Actinobacillus sp. 0%, 5%, 10% dan 15% selama 5, 7 dan 9 hari ditimbang masing-masing sebanyak 5 g dilarutkan dalam 500 mL aquadest untuk mendapatkan konsentrasi larutan 10 ppm dan penggunaan dalam kultur Nannochloropsis sp. adalah 1 ppm (Satyantini dan Masithah, 2008).
Pada tahap II pupuk yang digunakan adalah pupuk dengan konsentrasi optimal hasil penelitian tahap I, konsentrasi dibawah dan diatas konsentrasi optimal dengan lama fermentasi tidak lagi menjadi perlakuan. Kontrol pada penelitian tahap II ada 2 yaitu kontrol negatif dengan pupuk tanpa penambahan bakteri dan kontrol positif dengan pupuk Walne didapat dari BBAP Situbondo.
Lingkungan kultur dikondisikan sama untuk setiap perlakuan pada tahap I maupun tahap II yaitu pada suhu 20-30oC, salinitas 30-33 ppt, pH 8-9,5, intensitas cahaya 1000–10000 lux dan photoperiod 18 jam dalam keadaan terang dan 6 jam dalam keadaan gelap (Hirata et al., 1981). Rak kultur ditutupi dengan plastik hitam, agar suhu ruang stabil, mengatur photoperiod dan untuk menghindari kontaminan. Pertumbuhan fitoplankton ditandai dengan pertambahan kepadatan fitoplankton yang dikultur (Mudjiman, 2008). Parameter yang diamati adalah kepadatan populasi Nannochloropsis sp. yang dihitung dengan menggunakan haemositometer dan pengukuran kualitas air.
Hasil pengamatan penelitian tahap I berupa kepadatan populasi Nannochloropsis sp. untuk mengetahui pengaruh pemberian fermentasi kotoran sapi oleh bakteri Actinobacillus sp. dan lama fermentasi terbaik terhadap populasi Nannochloropsis sp. Hasil pengamatan penelitian tahap II berupa kepadatan populasi Nannochloropsis sp. untuk mengetahui pengaruh pemberian bakteri Actinobacillus sp. dengan konsentrasi berbeda pada kotoran sapi sebagai pupuk terhadap populasi Nannochloropsis sp. dan mengetahui konsentrasi optimal bakteri Actinobacillus sp. untuk proses fermentasi kotoran sapi sebagai pupuk dalam meningkatkan populasi Nannochloropsis sp.
Hasil terbaik dan konstan didapat pada fermentasi kotoran sapi dengan konsentrasi bakteri Actinobacillus sp. 10 % dalam waktu fermentasi 5 hari selanjutnya digunakan untuk penelitian tahap yang ke II. Hasil analisis varian (ANAVA) pada hari pertama sampai hari kelima menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap populasi Nannochloropsis sp. Hasil pengamatan penelitian berupa penghitungan pertumbuhan Nannochloropsis sp. dari hari pertama sampai hari kelima yang telah dianalisis menggunakan diagram garis disajikan pada Gambar 1 dibawah ini. Pada perlakuan E (tanpa fermentasi), perlakuan B (konsentrasi bakteri Actinobacillus sp. 10%) dan perlakuan C (konsentrasi bakteri Actinobacillus sp. 12,5%) populasi terus meningkat mulai hari ke 0 kultur hingga hari pertama dan menurun pada hari keempat. Perlakuan D (walne) dan perlakuan A (konsentrasi bakteri Actinobacillus sp. 7,5%)



Gambar 1. Grafik Populasi Nannochloropsis sp. Setelah Penambahan Pupuk Kotoran Sapi Fermentasi Dengan Bakteri Actinobacillus sp. Pada Media Kultur Hari Pertama Sampai Hari Kelima.

Kotoran sapi mengandung nutrien yang dapat dimanfaatkan Nannochloropsis sp. yaitu nitrogen. Setiawan (2002) mejelaskan bahwa kotoran sapi memiliki kandungan N, P, dan K yang tinggi sebagai pupuk kompos mampu mensuplai unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman maupun fitoplankton salah satunya Nannochloropsis sp. Kualitas unsur hara kotoran sapi dapat ditingkatkan dengan fermentasi menggunakan bakteri Actinobacillus sp. Peranan Actinobacillus sp. adalah sebagai fermentor karena bersifat hemisellulolitik karena memiliki kemampuan mendegradasi hemisellulosa menjadi xilosa, arabinosa, glukuronat, galaktosa dan asetat (Subramaniyan dan Prema, 2002) yang terdapat dalam kotoran sapi sehingga unsur organik dan kualitasnya dapat ditingkatkan. Unsur penting yang dibutuhkan fitoplankton dalam pembentukan klorofil adalah nitrogen (Vashista, 1979). Berdasarkan hasil penelitian tentang fermentasi kotoran sapi menggunakan bakteri Actinobacillus sp. terlihat bahwa kadar unsur N meningkat. Peningkatan rasio N dan P terjadi setelah kotoran sapi difermentasi menggunakan bakteri Actinobacillus sp. Rachmawati (2002) mengemukakan bahwa rasio nitrogen dan fosfor yang sesuai untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 25 : 1. Akan tetapi rasio N : P setelah fermentasi lebih tinggi dari rasio ideal, diduga kebutuhan nutrient bagi Nannochloropsis sp. lebih tercukupi dibanding rasio N:P sebelum.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian bakteri Actinobacillus sp. dengan konsentrasi berbeda pada kotoran sapi sebagai pupuk dalam media kultur berpengaruh terhadap populasi Nannochloropsis sp. Perlakuan dengan konsentrasi 10% dari berat kotoran sapi yang difermentasi isolat bakteri Actinobacillus sp. dengan jangka waktu fermentasi 5 hari menghasilkan pertumbuhan populasi Nannochloropsis sp. yang optimal. Pemberian perlakuan fermentasi kotoran sapi dengan konsentrasi 10% isolat bakteri Actinobacillus sp. dengan jangka waktu fermentasi 5 hari dapat meningkatkan pertumbuhan populasi Nannochloropsis sp. dan mampu menjadi pengganti pupuk komersial Walne. Perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan isolat bakteri Actinobacillus sp. Pada pertumbuhan populasi Nannochloropsis sp. dengan kisaran waktu fermentasi yang lebih lama.
Dalam pandangan islam kotoran merupakan sapi merupakan suatu limbah yang mengganggu lingkungan dan mengganggu kesehatan, semua iti bisa terjadi apabila kita tidak bisa memanfaatkan kotoran itu untuk hal yang lebih berguna. Contohnya saja menggunakan kotoran sapi sebagai pupuk kandang dalam pertanian. Hal ini lebih bermanfaat karena dapat memberikan manfaat brupa kesuburan tanah dan buah yang dihasilkanpun hukumnya halal, karena kotoran tersebut sudah terdekomposisi oleh bakteri-bakteri yang ada. Begitupun dengan judul yang kita telaah, yaitu menggunakan limbah berupa kotoran sapi untuk budidaya zooplangton yang akan digunakan sebagai pakan ternak.
Pemberian kotoran untuk fermentasi budidaya ini diperbolehkan saja karena itu hal yang bisa membuat para pembudidaya lebih cepat mendapatkan hasil. Tetapi disini yang disroti adalah tentang bagaimana mendapatkan kotoran sapi itu sendiri. Apabial didapatkan dengan cara ijab membeli jelas dilarang, karena itu barang yang kotor. Kecuali ijabnya tidak menyebutkan tentang jual beli. Jadi disini diperbolehkan untuk memanfaatkan kotoran sapi untuk hal kebaikan, tetapi harus hati-hati dalam proses mendapatkan kotorannya dan ikan yang dibudidaya halal untuk dimakan karena zooplangton memang makanan utama ikan.
Tetapi islam didunia ada berbagai macam, seingga bisa saja pendapat yang satu dengan pendapat yang lain bisa berbeda. Ada yang memperbolehkan, ada yang mempersalhkan dan ada juga yang dengan tegas menolak itu. Semua itu hanyalah bentuk hilaf dari para ilmuan islam. Mereka semua yang berani mengemukakan pendapat itu pasti mempunyai refrensi-refrensi yang menguatkan mereka untuk mengemukakan pendapat. Semua itu kembali lagi kepada diri kita sendiri yang menjalani. Tetapi apabila kita tida bisa menentukan, lebih baik kita memilih pada pendapat ilmuan slam yang sudah besar.

3.     Manfaat Isi Jurnal Bagi Perubahan Mahasiswa dan Masyarakat pada Umumnya
3.1  Manfaat Isi Jurnal untuk Mahasiswa
Dengan adanya jurnal yang berisikan tentang pengaruh fermentasi actinobacillus sp. pada kotoran sapi sebagai pupuk terhadap pertumbuhan nannochloropsis sp, dapat menginspirasi para mahasiswa untuk lebih kreatif dan inovatif untuk menciptakan hal-hal yang baru atau menemukan hal-hal yang baru untuk kemajuan negara ini khususnya untuk mahasiswa tersebut. Selain itu juga dapat memotifasi para mahasiswa untuk mengembangkan ilmu yang telah didapat selama ini untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang tentunya berguna bagi semua orang. Tetapi dalam mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu yang didapat selama ini mahasiswa juga harus tetap berpegang pada pedoman dan aturan-aturan agama, agar semua yang akan di lakukan atau direncanakan tidak menabrak atau melanggar batasan-batasan dan norma-norma yang ada dalam agama.
3.2  Manfaat Isi Jurnal untuk Masyarakat
Manfaat yang dapat didapatkan dari telaah jurnal ini khususnya untuk masyarakat adalah dapat memberi mereka pengetahuan yang lebih luas terhadap potensi yang terdapat pada lingkungan disekitar mereka walaupun hal-hal yang berpotensi itu termasuk barang yang tidak memiliki nilai jual atau dapat dikatakan sampah. Telaah ini menyadarkan kepada para masyarakat untuk menggalipotensi-potensi yang ada pada lingkungan mereka lebih serius.
Selain dapat menyadarkan mereka tentang potensi di lingkungan mereka, juga dapat menumbuhkan rasa keingintahuan mereka terhadap hal-hal yang disekitar mereka yang dapat dimanfaatkan untuk hal yang lebih berguna dan bermanfaat bagi masyarakat umum.

4.     Penutup
4.1  Kesimpulan
4.1.1        Pemanfaatan kotoran untuk fermentasi zooplangton untuk pakan ikan diperbolehkan islam karena zooplangton merupakan makanan utama ikan.
4.1.2        Ikan yang diberi makan dari zooplangton hasil fermentasi kotoran hukumnya halal, tetapi harus memperhatikan bagaimana cara mendapatkan kotoran sapi tersebut.

4.2  Saran

4.2.1        Para mahasiswa sebaiknya lebih aktif, inovatif, kreatif dan harus bisa menjadi contoh untuk lingkungan sekitarnya dalam masalah menggali potensi yang ada.
4.2.2        Masyarakat umum sebaiknya lebih sadar dengan potensi yang ada disekitarnya dan  dapat memanfaatkan itu dengan bekerja sama dengan instansi yang berkonsentrasi dalam hal tersebut.





















DAFTAR PUSTAKA
Cahyaningsih, S. 2009. Jurnal Teknis : Produksi Pakan Alami. Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Situbondo. Hal 1 – 35.
Fulks, W. And K.I. Main. 1991. Rotifer and Microalgae Culture Systems. Proceeding of a U.S. Asia Workshop. The Oceanic Institute, Honolulu. Hawai. 364 p.
Handayani, L. 2002. Pertumbuhan Spirulina platensis Yang Dikultur Dengan Ekstrak Kotoran Puyuh. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor, pp. 2 - 19.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. PT. Medyatama sarana Perkasa. Jakarta. Hlm. : 73-76.
Hirata, H., A. Ishak, and S. Yamashaki. 1981. Effect of Salinity and Temperature on The Growth of The Marine Phytoplankton Chlorella saccharophila. Journal of the Kagoshima Univ of Fisheries. Japan. 30 (2) : 257-262.
Isnansetyo, A. dan Kusniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplakton, Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta. 116 hal.
Kusriningrum. 2009. Perancangan Percobaan. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Airlangga University Press. Surabaya. Hal 5-69
Lamid, M., S. Chuzaemi, N. T. Puspaningsih dan Kusmartono. 2006. Inokulasi Bakteri Xilanolitik Asal Rumen sebagai Upaya Peningkatan Nilai Nutrisi Jerami Padi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. http//www. mirnilamid@yahoo.com. 11/03/2010. 7 hal
Lingaiah V. and P Rajasekaran. 1986. Biodigestion of cowdung and organic wastes mixed with oil cake in relation to energy in Agricultural Wastes 17(1986): 161-173
Martosudarmo, B. dan S. Sabarudin. 1979. Makanan Larva Udang. Balai Budidaya Air Payau. Jepara.
Meadows, P. S.and J. L. Campbell. 1988. An Introduction to Marine Science. John Wiley and Sons. New York.
Mudjiman, A. 2008. Makanan Ikan Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. 186 hal.
Rachmawati, D. 2002. Pertumbuhan Dunaliella salina, Phaeodactylum tricormitum, dan Anabaenopsis circularis Dalam Rario N/P Yang Berbeda Pada Skala Laboratorium. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 33 hal
Richmond, A. 1986. CRC Handbook of Mikroalga Mass Culture. CRC Press Ino. Florida. p. 156 – 190.
Satyantini, W. H dan E. D. Masithah 2008. Pemilihan Jenis dan Nilai Nutrisi Pakan Alami. Universitas Airlangga.Surabaya.
Setiawan, A.I. 2002. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Cetakan ke tiga. Penebar Swadaya. Jakarta.
Subramaniyan, S. and P. Prema. 2002. Biotechnology of Microbial Xylanases : Enzymology, Molecular Biology and application. Critical Rev Biotecnol 22: 33-64
Sylvester, B. D., D. Nelvy, dan Sudjiharno. 2002. Persyaratan Budidaya Fitoplankton dalam Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai Budidaya Laut, Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Kelautan dan Perikanan. Bandar Lampung. Hal 34 – 57.
Sze, P. 1993. A Biology of the Algae. Third Ed.Wm.C.Brown Publishes. 1-81p
Vashista, B. R. 1979. Botany for Degree Student. S. Chand and Company Ltd. Ram Nager. New Delhi.
Wijaya. S. A. 2006. Pengaruh Pemberian Konsentrasi Urea yang Berbeda Terhadap pertumbuhan Nannochloropsis oculata. Skiripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya. 2-3 hal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar