4.2.
Pembahasan
4.2.1. Ikan Bandeng (Chanos
chanos)
Ikan Bandeng merupakan
salah satu jenis ikan budidaya air payau sehingga dapat ditemukan hidup di laut
maupun perairan tawar. Memiliki nama ilmiah Chanos chanos dan terdapat dalam famili chanidae dan dikenal
juga dengan nama milikfish. Menurut
Nico (2010), ikan Bandeng mampu
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH, dan kekeruhan air
serta tahan terhadap serangan penyakit.
Berdasarkan hasil dari pengamatan yang dilakukan,
ikan Bandeng memiliki tipe sisik cycloid. Tipe sisik cycloid memiliki
bagian-bagian diantaranya annulus,
radius, circuli, focus dan chromatophore.
Selain itu pada ikan Bandeng terdapat sisik tambahan yang besar daerah sekitar sirip
dada dan sirip perut. Menurut Bagus (2008), bentuk sisik ini terdapat pada ikan
teleostei, dimana terdapat pada
golongan ikan berjari-jari sirip lemah dan golongan ikan berjari-jari keras.
Bentuk bulat, tipis transparan, mempunyai lingkaran dan pada bagian belakang
bergerigi.
Ikan Bandeng yang kami
amati mempunyai badan yang memanjang seperti torpedo. Selain itu tidak ada
sisik di kepalanya. Menurut Sudrajat (2008), ikan Bandeng memiliki tubuh yang panjang,
ramping, padat, pipih, dan oval. menyerupai torpedo.
Berdasarkan pengamatan warna tubuh, bagian
atas linnea lateralis berwarna gelap
. Namun pada hamper keseluruhan tubuhnya berwarna cerah keperak-perakan.
Seperti yang diungkapkan Nico (2010), warna badan putih keperak-perakan dan
punggung biru kehitaman.
Pada pengamatan yang dilakukan dapat diketahui rumus dari sirip punggung,
sirip dada, sirip perut, dan sirip anus pada ikan Bandeng berturut-turut adalah
D.VIII.2 (terdapat 8 tulang keras dan terdapat 2 tulang rawan pada sirip punggung), P.I.14 (terdapat 1 tulang keras dan 14 tulang rawan pada sirip dada), V.11 (tidak terdapat tulang keras dan 11 tulang rawan pada sirip perut), dan A. 5 (tidak terdapat tulang
keras dan terdapat 5 tulang rawan pada sirip anus). Letak sirip perut ikan bandeng terhadap sirip dadanya adalah
tipe abdominal yang berarti letak
sirip perutnya jauh di belakang sirip dada dan mendekati sirip anus. Menurut Purnowati (2007),
sirip dada ikan Bandeng berbentuk segitiga, terletak di belakang insang di
samping perut. Sirip punggung pada ikan ini terletak
jauh di belakang tutup insang dan, berbentuk segiempat. Sirip perut terletak pada bagian
bawah tubuh dan sirip anus terletak di bagian depan anus. Di bagian paling
belakang tubuh ikan bandeng terdapat sirip ekor berukuran paling besar
dibandingkan sirip-sirip lain.
Pada pengamatan terhadap tipe mulut, ikan Bandeng
memiliki mulut bertipe terminal. Bentuk
mulut tersebut menunjukkan letak mulutnya yang berada di ujung kepala. Sudrajat
(2008), mengatakan bahwa, bentuk mulut ikan menunjukkan makanan ikan tersebut.
Tipe ekor ikan
Bandeng berdasarkan hasil pengamatan yaitu berbentuk runcing dan tidak menyatu.
Tipe ekor demikian dinamakan tipe ekor forked.
Sehingga menunjang ikan seperti
bandeng untuk berenang cepat sehingga akan memudahkannya dalam menghindari
ancaman berupa predator maupun ancaman lainnya. Menurut Purnowati (2007), Bandeng memiliki
ekor berbentuk gunting terbuka dan berfungsi sebagai kemudi.
Hasil pengamatan yang
kami lakukan pada sistem pencernaannya terdapat, mulut, oesophagus, empedu, hati, lambung, usus, dan anus. Ikan Bandeng
berdasarkan sistem pencernaannya merupakan ikan herbivora (pemakan tumbuhan).
Pernyataan diatas dibuktikan dengan panjang usus ikan Bandeng lebih panjang
dari panjang standarnya. Aslamyah (2008), mengatakan bahwa ikan Bandeng dewasa mengkonsumsi, alga, zooplankton,
bentos lunak, dan pakan buatan berbentuk pellet. Tumbuh-tumbuhan yang berbentuk benang dan yang
lebih kasar lagi akan lebih mudah dimakan oleh ikan bandeng bila mulai membusuk.
Pada sistem muscularia ikan Bandeng yang
di amati memiliki sistem muscularia
yang hampir sama dengan jenis-jenis ikan pada umumnya. Warna daging ikan
Bandeng cenderung berwarna merah muda dengan daging bagian abdominal lebih tebal dibandingkan caudal. Menurut Rahardjo (2011), otot merah pada ikan menunjukkan
ikan tersebut bergerak lebih aktif dibandingkan ikan yang bersifat diam.
Berdasarkan pengamatan pada sistem circulatoria diketahui bahwa letak
jantung berdekatan dengan insang. Seperti yang kita ketahui bahwa pada ikan
terdapat dua ruang jantung, yaitu atrium dan
ventricle. Organ yang berperan dalam
sistem circulatoria diantaranya
adalah jantung dan pembuluh darah. Rahardjo (2011), mengatakan bahwa jantung
terletak di bagian posterior lengkung insang. Pada teleostei jantung umumnya terdapat di belakang insang, di bagian
depan rongga badan dan di atas ithmus.
Pengamatan yang dilakukan pada sistem sceleton
ikan Bandeng pada bagian abdominal
dan caudal dengan melakukan fillet
terhadap ikan. Hasil yang didapat yaitu ikan Bandeng termasuk ikan bertulang
keras atau yang biasa kita sebut dengan teleostei.
Menurut Rahardjo (2011), tulang punggung ikan tersusun dari sejumlah ruas
tulang punggung yang berfungsi melindungi organ dalam. Pada bagian batang ekor
tiap ruas di bagian bawah terdapat satu duri haemal dan bagian atas tedapat duri neural.
Hasil yang diperoleh dari pengamatan
pada sistem respiratoria, dapat
diketahui bahwa ikan Bandeng memiliki empat lapis insang dan pada insang
terdapat lamela insang, jari-jari insang, lengkung insang, dan tapis insang.
Hal tersebut menunjukkan bahwa insang pada ikan Bandeng seperti insang ikan
pada umumnya. Seperti yang diungkapkan Rahardjo (2011), ikan bertulang sejati
mempunyai satu lubang insang yang masing-masing terdapat di kedua sisi kepala
di bawah tulang tutup insang. Insang ini ditutupi oleh tulang penutup insang.
Hasil pengamatan yang dilakukan pada
sistem urogenitalia, alat reproduksi
pada ikan Bandeng terletak di dekat sirip anus. Menurut Rahardjo (2011),
struktur genital osteichthyes pada
dasarnya sama dengan chondroichthyes. Testis
berbentuk memanjang dan menggantung pada bagian atas rongga tubuh,
sedangkan ovarium berbentuk
memanjang, terletak di bawah atau di samping gelembung gas.
Berdasarkan pengamatan pada sistem optic, ikan Bandeng mempunyai sepasang
mata yang berada di sisi kiri dan kanan bagian kepala, seperti ikan pada
umumnya. Bagian pada mata ikan terdiri dari iris,
lensa dan kornea. Purnowati
(2007), mengatakan bahwa mata ikan dilapisi lapisan tipis tembus cahaya.
Akomodasi lensa mata tidak dilakukan dengan memipihkan dan mencembungkan mata,
tetapi dengan mengubah kedudukan lensa ke arah belakang.
Pada ikan Bandeng tidak dilakukan
pengamatan bagian otak atau sistem nervorum
centrale. Menurut Rahardjo (2011), ikan mempunyai otak yang berukuran
relatif lebih kecil. Terletak dalam rongga neurokranium
yang dilindungi oleh tulang-tulang kepala.
Ukuran otak ikan tidak lebih dari 0,1% dari bobot ikan.
Taksonomi ikan Bandeng meliputi kingdom Animalia,
phylum Chordatra, subphylum Vertebrata, class Pisces, subclass Teleostei, ordo
Malacoptergii, family Chanidae, genus Chanos, spesies Chanos chanos (Saanin, 1968).
4.2.2.
Ikan Pari
(Dasyatis sephen)
Morfologi dari ikan Pari terdiri dari 2 bagian yaitu bagian
dorsal dan ventral, pada bagian dorsal terdiri dari kepala, badan, ekor, mulut,
mata, sisik, sirip dada, sirip ekor, dan sirip dubur, sedangkan pada bagian
ventral terdiri dari lubang insang dan anus.
Ikan
Pari termasuk ikan demersal yang hidup di dasar perairan yang dapat terlihat
dari bentuk tubuhnya yang pipih. Hal tersebut disebabkan perairan di dasar
memiliki tekanan lebih besar dibandingkan ikan yang hidup di permukaan
perairan. Menurut Nurdin (2003), tekanan air di dasar laut merupakan faktor
utama yang merangsang dan mengarahkan arus revolusi ikan Pari.
Sisik pada ikan Pari terdapat pada
sepanjang bagian punggung (dorsal)
dan terasa lebih menonjol dengan ciri khas lebih menonjol berbentuk hampir
seperti bunga mawar. Sisik yang demikian dinamakan placoid. Nurdin (2003) mengungkapkan bahwa sisik jenis placoid biasanya terdapat pada ikan yang
bertulang rawan (Elasmobranchia).
Berbentuk hampir seperti bunga mawar dengan dasar bulat atau bujur sangkar.
Mempunyai bagian yang menonjol seperti duri yang keluar dari kulit (epidermis) dan terletak menjauh ke
belakang di bawah kulit.
Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan, ikan Pari memiliki rumus sirip dada dan sirip dubur
secara berturut-turut yaitu, P. 80 ( terdapat 80 tulang rawan dan tidak terdapat tulang keras), A.23 ( terdapat 23 tulang rawan dan tidak terdapat
tulang keras). Nelson (1976) mengatakan bahwa, ikan Pari mempunyai 1 atau 2
sirip punggung dan satu sirip ekor, tetapi pada beberapa jenis tertentu tidak
mempunyai sirip punggung dan ekor. Sirip dada hampir selalu sangat melebar
menyerupai sayap, yang sisi depannya bergabung secara mulus di kepalanya.
Ikan Pari memiliki
bentuk badan pipih (depressed).
Tubuhnya sangat pipih dengan bentuk bervariasi dan cenderung seperti segitiga.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Niall (2005), tubuhnya sangat pipih
dengan bentuk bervariasi, ada yang bundar, segitiga atau belah ketupat.
Warna
tubuh ikan Pari yang kami amati, pada bagian ventral berwarna pucat dan bagian
dorsal berwarna gelap. Menurut Hoeve (1992), warna tubuh ikan Pari dipengaruhi
oleh habitat yaitu di dasar perairan sehingga pada bagian ventral berwarna
pucat dan bagian dorsal berwarna gelap.
Tipe
mulut ikan Pari pada pengamatan bertipe inferior, yaitu mulut terletak
di bawah kepala dan menghadap ke bawah. Seperti yang dikatakan oleh Nurdin
(2003), tipe mulut inferior disebabkan oleh cara makan ikan dan habitat
biasa ikan hidup. Mulut berada di bawah kepala sehingga pasir dan lumpur
biasanya tersedot ke dalam bersama-sama dengan arus pernapasan, tetapi masalah
ini dapat dipecahkan dengan menarik air masuk
Seperti ikan-ikan
pada umumnya, alat pencernaan yang ada pada ikan Pari terdiri dari saluran
pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan dimulai dari mulut, oesophagus,
lambung, usus dan anus. Sedangkan kelenjar pencernaannya terdiri dari hati
dan pankreas. Menurut Niall (2005), umumnya ikan Pari ini hidup di daerah
bentik perairan dengan makanannya adalah cacing, moluska, krustasea dan ikan.
Pada sistem respiratoria, ikan Pari tidak terdapat tulang tambahan pada ikan
namun terdapat celah insang sejumlah 5 pasang. Hoeve (1992) mengatakan bahwa,
celah insang terletak di sisi bawah kepala, bukan di sepanjang sisi-sisi kepala
seperti pada ikan hiu.
Sistem muscularia pada ikan Pari dapat dilakukan dengan pengamatan
terhadap daging ikan Pari. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, ikan Pari
memiliki sistem muscularia seperti
ikan pada umumnya. Daging ikan Pari
sendiri tidak berwarna merah atau merah muda, melainkan berwarna cenderung
lebih pucat. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan Pari bukan termasuk jenis ikan
yang suka bergerak aktif. Menurut Rahardjo (2011), otot merah pada ikan
menunjukkan ikan tersebut bergerak lebih aktif dibandingkan ikan yang bersifat
diam.
Berdasarkan pengamatan pada sistem circulatoria diketahui bahwa letak
jantung berdekatan dengan insang. Seperti yang diketahui bahwa ikan memiliki
jantung beruang dua, yaitu atrium dan
ventricle. Rahardjo (2011),
mengatakan bahwa jantung terletak di bagian posterior lengkung insang. Pada ikan
bertulang rawan conus arteriosus
berkembang dengan baik, namun bulbus arteriosus tidak ada.
Pengamatan pada sistem sceleton
ikan Pari dilakukan pada bagian abdominal
dan caudal dengan melakukan fillet
terhadap ikan. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa ikan Pari
termasuk jenis ikan bertulang rawan (elasmobranchia).
Menurut Rahardjo (2011), tulang punggung ikan tersusun dari sejumlah ruas
tulang punggung yang berfungsi melindungi organ dalam. Pada bagian batang ekor
tiap ruas di bagian bawah terdapat satu duri haemal dan bagian atas tedapat duri neural.
Pada ikan Pari, ada ciri khas lain
yang tidak dimiliki oleh jenis ikan elasmobranchia
terutama pada sistem urogenitalia dimana
terdaptanya alat bantu reproduksi di dekat ekornya. Menurut Niall (2005),
claspers terletak di ujung belakang sirip dada. Sirip dubur tidak ada. Ekor
ikan Pari umumnya panjang mirip cambuk, lebih panjang dari tubuhnya dan
terdapat sebuah duri tajam atau lebih yang menjadi senjata berbisa.
Hasil pengamatan untuk sistem optic, ikan Pari mempunyai sepasang mata
yang berada di permukaan dorsal bagian kepalanya. Bagian pada mata ikan terdiri
dari iris, lensa dan kornea. Purnowati (2007), mengatakan
bahwa mata ikan dilapisi lapisan tipis tembus cahaya. Akomodasi lensa mata
tidak dilakukan dengan memipihkan dan mencembungkan mata, tetapi dengan
mengubah kedudukan lensa ke arah belakang.
Pada pengamatan yang dilakukan pada
ikan Pari untuk pengamatan pada sistem nervorum
centrale tidak dilakukan. Menurut Rahardjo (2011), ikan mempunyai otak yang
berukuran relatif lebih kecil. Terletak dalam rongga neurokranium yang
dilindungi oleh tulang-tulang kepala. Ukuran otak ikan tidak lebih dari 0,1%
dari bobot ikan.
4.2.3. Ikan
Lele (Clarias batrachus)
Ikan Lele dengan merupakan ikan yang
hidup di air tawar, Lele mudah
dikenali karena tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang, serta memiliki
sungut yang panjang dan berguna sebagai alat indera. Menurut Sutrisno
(2008), sungutnya tersebut berfungsi sebagai alat penciuman dan sebagai alat
peraba waktu ian tersebut bergerak mencari makanannya.
Berdasarkan hasil pengamatan
morfologi, ikan Lele tidak memiliki sisik di tubuhnya. Fungsi sisik yang tidak
ditemukan pada ikan Lele tersebut digantikan dengan adanya lendir di tubuhnya.
Sutrisno (2008), mengatakan bahwa, pada ikan Lele tidak ditemukan adanya sisik
di tubuhnya sehingga lendir yang ada pada ikan Lele berfungsi sama dengan sisik
yakni mengurangi gesekan, perlindungan pertama terhadap benda asing dan
melepaskan diri dari ancaman musuhnya.
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan, dapat diketahui bahwa rumus dari sirip punggung, sirip dada, sirip
perut, dan sirip anus ikan Lele berturut-turut adalah D.65 (tidak terdapat tulang
keras dan terdapat 65 tulang rawan pada sirip punggung),
P.I.6 (terdapat 1 tulang keras dan 6
tulang rawan pada sirip dada), V.6 (tidak terdapat tulang keras dan
terdapat 6 tulang rawan pada sirip perut), dan A.48 (tidak terdapat tulang keras dan terdapat 48 tulang rawan pada sirip
anus). Sirip dadanya dilengkapi dengan sepasang patil yang merupakan senjata
yang sangat ampuh dan berbisa sebagai alat pembela diridari pengaruh luar.
Sepasang patil ini dapat juga digunakan untuk melompat dan melarikan diri dari
ancaman musuh. Menurut Heok (2007), Clarias batrachus mempunyai ciri yang berbeda dengan spesies lainnya pada sirip punggungnya yang nampak
seperti garis lateral yang lurus dan cembung.
Pada hasil pengamatan bentuk tubuh,
ikan Lele memiliki kombinasi bentuk tubuh yang berbeda. Ikan Lele mempunyai
bentuk tubuh campuran yaitu pada bagian kepala agak gepeng atau termasuk kedalam
bentuk tubuh compressed, sedangkan
pada bagian tubuhnya termasuk bentuk tubuh fusiform, dan ekor pipih
.Menurut Sutrisno (2008), badan Lele berbentuk memanjang. Tengah badannya
mempunyai potongan membulat, dengan kepala pipih ke bawah (depressed), dan bagian belakangnya berbentuk pipih ke samping (compressed). Jadi, pada seekor Lele
terdapat tiga bentuk potongan melintang, yaitu bulat, pipih ke bawah dan pipih
ke samping.
Warna tubuh ikan Lele
pada bagian ventral putih, dorsal hitam, dan samping abu-abu. Menurut Sutrisno
(2008), ciri yang dimiliki ikan Lele lebih detail lagi adalah warna tubuhnya
ada yang cokelat terang dan cokelat gelap, bahkan ada yang hitam. Warna tubuh
ini sifatnya permanen atau tanpa mengalami perubahan. Lele dumbo memiliki warna
tubuh yang tidak permanen seperti Lele lokal, yaitu pada kondisi tertentu
warnanya bisa berubah.
Hasil
pengamatan dapat diketahui bahwa bentuk mulut dari ikan Lele adalah tipe sub
terminal serta mempunyai sungut, bagian atas disebut tentakel dan bagian bawah
disebut barbula, yang berfungsi
sebagai alat penginderaan. Menurut Heok (2007), mulut Lele sempit, sub terminal, dan berdaging tebal.
Selain itu terdapat barisan gigi oral yang tidak teratur pada seluruh permukaan
bantalan gigi.
Ikan
Lele memiliki tipe ekor jenis membundar dan berpisah dengan sirip anal maupun
sirip punggung. Ciri-ciri demikian menunjukkan bahwa ikan Lele memiliki sirip
ekor tipe rounded. Hal tersebut
menunjukkan bahwa ikan Lele termasuk jenis ikan peranang aktof. Sutrisno
(2008), mengatakan bahwa tipe ekor Lele yang membundar tersebut menandakannya
perenang yang kuat.
Sistem
pencernaan ikan Lele terdiri atas mulut, oesophagus, empedu, hati,
lambung, usus, dan anus. Selain itu berdasarkan pengamatan perbandingan panjang
usus terhadap panjang standar dimana panjang usus lebih pendek dibandingkan
panjang standard membuktikan bahwa Lele merupakan ikan omnivora. Menurut Kholis
(2008), Lele merupakan ikan pemakan segala, bahkan sering dijumpai terjadinya
sifat kanibalisme.
Sistem muscularia pada ikan Lele dilakukan dengan pengamatan terhadap
daging ikan pari. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan daging ikan Lele cenderung
berwarna pucat. Menurut Rahrdjo (2011), otot merah pada ikan menunjukkan ikan
tersebut bergerak lebih aktif dibandingkan ikan yang bersifat diam.
Pada
hasil pengamatan sistem respiratoria,
didapati insang dan tulang 4 pasang tulang tambahan pada operculum. Selain itu ditemukan juga alat tambahan pernapasan (aborescen). Hal tersebut seperti yang
diungkapkan Kholis (2008), bahwa pada sistem pernapasannya, ikan Lele bernapas
menggunakan insang serta mempunyai tambahan alat pernapasan berbentuk rimbunan
labirin yang terletak di kepala bagian belakang. Alat pernapasan tambhan
tersebut berwarna kemerahan yang terletak di bagian atas lengkung insang.
Fungsi alat pernapasan tambahan ini adalah untuk mengambil oksigen secara
langsung dari udara. Dengan alat pernapasan tambahan ini, ikan lele mampu
bertahan hidup dalam kondisi oksigen yang minimum.
Pada
sistem reproduksi, ikan Lele memiliki cirri-ciri spesifik pada alat kelaminnya.
Ikan Lele yang kami amati berkelamin betina karena tidak ditemukan benjolan
runcing. Menurut Sutrisno (2008), Alat kelamin Lele jantan berbentuk runcing
dan memanjang, sedangkan pada alat kelamin betina berbentuk bulat (oval).
Hasil pengamatan sistem optic, ikan Lele mempunyai sepasang mata
yang berada di permukaan dorsal bagian kepalanya, hal tersebut menunjukkan
bahwa ikan Lele memiliki sistem optic seperti
ikan pada umumnya. Bagian pada mata ikan terdiri dari iris, lensa dan kornea. Purnowati (2007), mengatakan bahwa mata
ikan dilapisi lapisan tipis tembus cahaya. Akomodasi lensa mata tidak dilakukan
dengan memipihkan dan mencembungkan mata, tetapi dengan mengubah kedudukan
lensa ke arah belakang.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada
sistem circulatoria diketahui bahwa
letak jantung berdekatan dengan insang. Seperti yang diketahui bahwa jantung
ikan memiliki ruang dua, yaitu atrium
dan ventricle. Rahardjo (2011),
mengatakan bahwa jantung terletak di bagian posterior lengkung insang. Pada teleostei jantung umumnya terdapat di
belakang insang, di bagian depan rongga badan dan di atas ithmus.
Pengamatan sistem sceleton ikan Lele dilakukan
pada bagian abdominal dan caudal dengan melakukan fillet terhadap ikan.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa ikan Lele termasuk ke dalam
jenis ikan bertulang keras atau yang biasa kita sebut dengan teleostei. Menurut Rahardjo (2011),
tulang punggung ikan tersusun dari sejumlah ruas tulang punggung yang berfungsi
melindungi organ dalam. Pada bagian batang ekor tiap ruas di bagian bawah
terdapat satu duri haemal dan bagian
atas tedapat duri neural.
Taksonomi ikan Lele meliputi kingdom Animalia,
phylum Chordatra, subphylum Vertebrata, class Pisces, subclass Teleostei, ordo
Ostariophysi, family Clariidae, genus Clarias, spesies Clarias batrachus (Saanin, 1968).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar