Get me outta here!

Selasa, 19 November 2013

Pembahasan Ikan Bandeng


4.2.            Pembahasan
4.2.1.      Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Ikan Bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau sehingga dapat ditemukan hidup di laut maupun perairan tawar. Memiliki nama ilmiah Chanos chanos dan terdapat dalam famili chanidae dan dikenal juga dengan nama milikfish. Menurut Nico (2010), ikan Bandeng mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH, dan kekeruhan air serta tahan terhadap serangan penyakit.
Berdasarkan hasil dari pengamatan yang dilakukan, ikan Bandeng memiliki tipe sisik cycloid. Tipe sisik cycloid memiliki bagian-bagian diantaranya annulus, radius, circuli, focus dan  chromatophore. Selain itu pada ikan Bandeng  terdapat sisik tambahan yang besar daerah sekitar sirip dada dan sirip perut. Menurut Bagus (2008), bentuk sisik ini terdapat pada ikan teleostei, dimana terdapat pada golongan ikan berjari-jari sirip lemah dan golongan ikan berjari-jari keras. Bentuk bulat, tipis transparan, mempunyai lingkaran dan pada bagian belakang bergerigi.
Ikan Bandeng yang kami amati mempunyai badan yang memanjang seperti torpedo. Selain itu tidak ada sisik di kepalanya. Menurut Sudrajat (2008), ikan Bandeng memiliki tubuh yang panjang, ramping, padat, pipih, dan oval. menyerupai torpedo.
Berdasarkan pengamatan warna tubuh, bagian atas linnea lateralis berwarna gelap . Namun pada hamper keseluruhan tubuhnya berwarna cerah keperak-perakan. Seperti yang diungkapkan Nico (2010), warna badan putih keperak-perakan dan punggung biru kehitaman.
Pada pengamatan yang dilakukan dapat diketahui rumus dari sirip punggung, sirip dada, sirip perut, dan sirip anus pada ikan Bandeng berturut-turut adalah D.VIII.2 (terdapat 8 tulang keras dan terdapat 2 tulang rawan pada sirip punggung),  P.I.14 (terdapat 1 tulang keras dan 14  tulang rawan pada sirip dada), V.11 (tidak terdapat  tulang keras dan 11 tulang rawan pada sirip perut), dan A. 5 (tidak terdapat tulang keras dan terdapat 5 tulang rawan pada sirip anus). Letak sirip perut ikan bandeng terhadap sirip dadanya adalah tipe abdominal yang berarti letak sirip perutnya jauh di belakang sirip dada dan mendekati sirip anus. Menurut Purnowati (2007), sirip dada ikan Bandeng berbentuk segitiga, terletak di belakang insang di samping perut. Sirip punggung pada ikan ini terletak jauh di belakang tutup insang dan, berbentuk segiempat. Sirip perut terletak pada bagian bawah tubuh dan sirip anus terletak di bagian depan anus. Di bagian paling belakang tubuh ikan bandeng terdapat sirip ekor berukuran paling besar dibandingkan sirip-sirip lain.
Pada pengamatan terhadap tipe mulut, ikan Bandeng memiliki mulut bertipe terminal. Bentuk mulut tersebut menunjukkan letak mulutnya yang berada di ujung kepala. Sudrajat (2008), mengatakan bahwa, bentuk mulut ikan menunjukkan makanan ikan tersebut.
Tipe ekor ikan Bandeng berdasarkan hasil pengamatan yaitu berbentuk runcing dan tidak menyatu. Tipe ekor demikian dinamakan tipe ekor forked. Sehingga menunjang ikan seperti bandeng untuk berenang cepat sehingga akan memudahkannya dalam menghindari ancaman berupa predator maupun ancaman lainnya. Menurut Purnowati (2007), Bandeng memiliki ekor berbentuk gunting terbuka dan berfungsi sebagai kemudi.
Hasil pengamatan yang kami lakukan pada sistem pencernaannya terdapat, mulut, oesophagus, empedu, hati, lambung, usus, dan anus. Ikan Bandeng berdasarkan sistem pencernaannya merupakan ikan herbivora (pemakan tumbuhan). Pernyataan diatas dibuktikan dengan panjang usus ikan Bandeng lebih panjang dari panjang standarnya. Aslamyah (2008), mengatakan bahwa ikan Bandeng dewasa mengkonsumsi, alga, zooplankton, bentos lunak, dan pakan buatan berbentuk pellet. Tumbuh-tumbuhan yang berbentuk benang dan yang lebih kasar lagi akan lebih mudah dimakan oleh ikan bandeng bila mulai membusuk.
Pada sistem muscularia  ikan Bandeng yang di amati memiliki sistem muscularia yang hampir sama dengan jenis-jenis ikan pada umumnya. Warna daging ikan Bandeng cenderung berwarna merah muda dengan daging bagian abdominal lebih tebal dibandingkan caudal. Menurut Rahardjo (2011), otot merah pada ikan menunjukkan ikan tersebut bergerak lebih aktif dibandingkan ikan yang bersifat diam.
Berdasarkan pengamatan pada sistem circulatoria diketahui bahwa letak jantung berdekatan dengan insang. Seperti yang kita ketahui bahwa pada ikan terdapat dua ruang jantung, yaitu atrium dan ventricle. Organ yang berperan dalam sistem circulatoria diantaranya adalah jantung dan pembuluh darah. Rahardjo (2011), mengatakan bahwa jantung terletak di bagian posterior lengkung insang. Pada teleostei jantung umumnya terdapat di belakang insang, di bagian depan rongga badan dan di atas ithmus.
Pengamatan yang dilakukan pada sistem sceleton  ikan Bandeng pada bagian abdominal dan caudal dengan melakukan fillet terhadap ikan. Hasil yang didapat yaitu ikan Bandeng termasuk ikan bertulang keras atau yang biasa kita sebut dengan teleostei. Menurut Rahardjo (2011), tulang punggung ikan tersusun dari sejumlah ruas tulang punggung yang berfungsi melindungi organ dalam. Pada bagian batang ekor tiap ruas di bagian bawah terdapat satu duri haemal dan bagian atas tedapat duri neural.
Hasil yang diperoleh dari pengamatan pada sistem respiratoria, dapat diketahui bahwa ikan Bandeng memiliki empat lapis insang dan pada insang terdapat lamela insang, jari-jari insang, lengkung insang, dan tapis insang. Hal tersebut menunjukkan bahwa insang pada ikan Bandeng seperti insang ikan pada umumnya. Seperti yang diungkapkan Rahardjo (2011), ikan bertulang sejati mempunyai satu lubang insang yang masing-masing terdapat di kedua sisi kepala di bawah tulang tutup insang. Insang ini ditutupi oleh tulang penutup insang.
Hasil pengamatan yang dilakukan pada sistem urogenitalia, alat reproduksi pada ikan Bandeng terletak di dekat sirip anus. Menurut Rahardjo (2011), struktur genital osteichthyes pada dasarnya sama dengan chondroichthyes. Testis berbentuk memanjang dan menggantung pada bagian atas rongga tubuh, sedangkan ovarium berbentuk memanjang, terletak di bawah atau di samping gelembung gas.
Berdasarkan pengamatan pada sistem optic, ikan Bandeng mempunyai sepasang mata yang berada di sisi kiri dan kanan bagian kepala, seperti ikan pada umumnya. Bagian pada mata ikan terdiri dari iris, lensa dan kornea. Purnowati (2007), mengatakan bahwa mata ikan dilapisi lapisan tipis tembus cahaya. Akomodasi lensa mata tidak dilakukan dengan memipihkan dan mencembungkan mata, tetapi dengan mengubah kedudukan lensa ke arah belakang.
Pada ikan Bandeng tidak dilakukan pengamatan bagian otak atau sistem nervorum centrale. Menurut Rahardjo (2011), ikan mempunyai otak yang berukuran relatif lebih kecil. Terletak dalam rongga neurokranium yang dilindungi oleh tulang-tulang kepala.  Ukuran otak ikan tidak lebih dari 0,1% dari bobot ikan.
Taksonomi  ikan Bandeng meliputi kingdom Animalia, phylum Chordatra, subphylum Vertebrata, class Pisces, subclass Teleostei, ordo Malacoptergii, family Chanidae, genus Chanos, spesies Chanos chanos (Saanin, 1968).

4.2.2.      Ikan Pari (Dasyatis sephen)
Morfologi dari ikan Pari terdiri dari 2 bagian yaitu bagian dorsal dan ventral, pada bagian dorsal terdiri dari kepala, badan, ekor, mulut, mata, sisik, sirip dada, sirip ekor, dan sirip dubur, sedangkan pada bagian ventral terdiri dari lubang insang dan anus.
            Ikan Pari termasuk ikan demersal yang hidup di dasar perairan yang dapat terlihat dari bentuk tubuhnya yang pipih. Hal tersebut disebabkan perairan di dasar memiliki tekanan lebih besar dibandingkan ikan yang hidup di permukaan perairan. Menurut Nurdin (2003), tekanan air di dasar laut merupakan faktor utama yang merangsang dan mengarahkan arus revolusi ikan Pari.
Sisik pada ikan Pari terdapat pada sepanjang bagian punggung (dorsal) dan terasa lebih menonjol dengan ciri khas lebih menonjol berbentuk hampir seperti bunga mawar. Sisik yang demikian dinamakan placoid. Nurdin (2003) mengungkapkan bahwa sisik jenis placoid biasanya terdapat pada ikan yang bertulang rawan (Elasmobranchia). Berbentuk hampir seperti bunga mawar dengan dasar bulat atau bujur sangkar. Mempunyai bagian yang menonjol seperti duri yang keluar dari kulit (epidermis) dan terletak menjauh ke belakang di bawah kulit.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, ikan Pari memiliki rumus sirip dada dan sirip dubur secara berturut-turut yaitu, P. 80 ( terdapat 80 tulang rawan dan tidak terdapat tulang keras), A.23 ( terdapat 23 tulang rawan dan tidak terdapat tulang keras). Nelson (1976) mengatakan bahwa, ikan Pari mempunyai 1 atau 2 sirip punggung dan satu sirip ekor, tetapi pada beberapa jenis tertentu tidak mempunyai sirip punggung dan ekor. Sirip dada hampir selalu sangat melebar menyerupai sayap, yang sisi depannya bergabung secara mulus di kepalanya.
Ikan Pari memiliki bentuk badan pipih (depressed). Tubuhnya sangat pipih dengan bentuk bervariasi dan cenderung seperti segitiga. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Niall (2005), tubuhnya sangat pipih dengan bentuk bervariasi, ada yang bundar, segitiga atau belah ketupat.
          Warna tubuh ikan Pari yang kami amati, pada bagian ventral berwarna pucat dan bagian dorsal berwarna gelap. Menurut Hoeve (1992), warna tubuh ikan Pari dipengaruhi oleh habitat yaitu di dasar perairan sehingga pada bagian ventral berwarna pucat dan bagian dorsal berwarna gelap.
          Tipe mulut ikan Pari pada pengamatan bertipe inferior, yaitu mulut terletak di bawah kepala dan menghadap ke bawah. Seperti yang dikatakan oleh Nurdin (2003),  tipe mulut inferior disebabkan oleh cara makan ikan dan habitat biasa ikan hidup. Mulut berada di bawah kepala sehingga pasir dan lumpur biasanya tersedot ke dalam bersama-sama dengan arus pernapasan, tetapi masalah ini dapat dipecahkan dengan menarik air masuk
          Seperti ikan-ikan pada umumnya, alat pencernaan yang ada pada ikan Pari terdiri dari saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan dimulai dari mulut, oesophagus, lambung, usus dan anus. Sedangkan kelenjar pencernaannya terdiri dari hati dan pankreas. Menurut Niall (2005), umumnya ikan Pari ini hidup di daerah bentik perairan dengan makanannya adalah cacing, moluska, krustasea dan ikan.
Pada sistem respiratoria, ikan Pari tidak terdapat tulang tambahan pada ikan namun terdapat celah insang sejumlah 5 pasang. Hoeve (1992) mengatakan bahwa, celah insang terletak di sisi bawah kepala, bukan di sepanjang sisi-sisi kepala seperti pada ikan hiu.
Sistem muscularia pada ikan Pari dapat dilakukan dengan pengamatan terhadap daging ikan Pari. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, ikan Pari memiliki sistem muscularia seperti ikan pada umumnya.  Daging ikan Pari sendiri tidak berwarna merah atau merah muda, melainkan berwarna cenderung lebih pucat. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan Pari bukan termasuk jenis ikan yang suka bergerak aktif. Menurut Rahardjo (2011), otot merah pada ikan menunjukkan ikan tersebut bergerak lebih aktif dibandingkan ikan yang bersifat diam.
Berdasarkan pengamatan pada sistem circulatoria diketahui bahwa letak jantung berdekatan dengan insang. Seperti yang diketahui bahwa ikan memiliki jantung beruang dua, yaitu atrium dan ventricle. Rahardjo (2011), mengatakan bahwa jantung terletak di bagian posterior lengkung insang. Pada ikan bertulang rawan conus arteriosus berkembang dengan  baik, namun bulbus arteriosus tidak ada.
Pengamatan pada sistem sceleton  ikan Pari dilakukan pada bagian abdominal dan caudal dengan melakukan fillet terhadap ikan. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa ikan Pari termasuk jenis ikan bertulang rawan (elasmobranchia). Menurut Rahardjo (2011), tulang punggung ikan tersusun dari sejumlah ruas tulang punggung yang berfungsi melindungi organ dalam. Pada bagian batang ekor tiap ruas di bagian bawah terdapat satu duri haemal dan bagian atas tedapat duri neural.
Pada ikan Pari, ada ciri khas lain yang tidak dimiliki oleh jenis ikan elasmobranchia terutama pada sistem urogenitalia dimana terdaptanya alat bantu reproduksi di dekat ekornya. Menurut Niall (2005), claspers terletak di ujung belakang sirip dada. Sirip dubur tidak ada. Ekor ikan Pari umumnya panjang mirip cambuk, lebih panjang dari tubuhnya dan terdapat sebuah duri tajam atau lebih yang menjadi senjata berbisa.
Hasil pengamatan untuk sistem optic, ikan Pari mempunyai sepasang mata yang berada di permukaan dorsal bagian kepalanya. Bagian pada mata ikan terdiri dari iris, lensa dan kornea. Purnowati (2007), mengatakan bahwa mata ikan dilapisi lapisan tipis tembus cahaya. Akomodasi lensa mata tidak dilakukan dengan memipihkan dan mencembungkan mata, tetapi dengan mengubah kedudukan lensa ke arah belakang.
Pada pengamatan yang dilakukan pada ikan Pari untuk pengamatan pada sistem nervorum centrale tidak dilakukan. Menurut Rahardjo (2011), ikan mempunyai otak yang berukuran relatif lebih kecil. Terletak dalam rongga neurokranium yang dilindungi oleh tulang-tulang kepala. Ukuran otak ikan tidak lebih dari 0,1% dari bobot ikan.
4.2.3.   Ikan Lele (Clarias batrachus)
Ikan Lele dengan merupakan ikan yang hidup di air tawar, Lele mudah dikenali karena tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang, serta memiliki sungut yang panjang dan berguna sebagai alat indera. Menurut Sutrisno (2008), sungutnya tersebut berfungsi sebagai alat penciuman dan sebagai alat peraba waktu ian tersebut bergerak mencari makanannya.
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi, ikan Lele tidak memiliki sisik di tubuhnya. Fungsi sisik yang tidak ditemukan pada ikan Lele tersebut digantikan dengan adanya lendir di tubuhnya. Sutrisno (2008), mengatakan bahwa, pada ikan Lele tidak ditemukan adanya sisik di tubuhnya sehingga lendir yang ada pada ikan Lele berfungsi sama dengan sisik yakni mengurangi gesekan, perlindungan pertama terhadap benda asing dan melepaskan diri dari ancaman musuhnya.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa rumus dari sirip punggung, sirip dada, sirip perut, dan sirip anus ikan Lele berturut-turut adalah D.65 (tidak terdapat tulang keras dan terdapat 65 tulang rawan pada sirip punggung),  P.I.6 (terdapat 1 tulang keras dan 6  tulang rawan pada sirip dada), V.6 (tidak terdapat tulang keras dan terdapat 6 tulang rawan pada sirip perut), dan A.48 (tidak terdapat tulang keras dan terdapat 48 tulang rawan pada sirip anus). Sirip dadanya dilengkapi dengan sepasang patil yang merupakan senjata yang sangat ampuh dan berbisa sebagai alat pembela diridari pengaruh luar. Sepasang patil ini dapat juga digunakan untuk melompat dan melarikan diri dari ancaman musuh. Menurut Heok (2007), Clarias batrachus mempunyai ciri yang berbeda dengan spesies lainnya pada sirip punggungnya yang nampak seperti garis lateral yang lurus dan cembung.
Pada hasil pengamatan bentuk tubuh, ikan Lele memiliki kombinasi bentuk tubuh yang berbeda. Ikan Lele mempunyai bentuk tubuh campuran yaitu pada bagian kepala agak gepeng atau termasuk kedalam bentuk tubuh compressed, sedangkan pada bagian tubuhnya termasuk bentuk tubuh fusiform, dan ekor pipih .Menurut Sutrisno (2008), badan Lele berbentuk memanjang. Tengah badannya mempunyai potongan membulat, dengan kepala pipih ke bawah (depressed), dan bagian belakangnya berbentuk pipih ke samping (compressed). Jadi, pada seekor Lele terdapat tiga bentuk potongan melintang, yaitu bulat, pipih ke bawah dan pipih ke samping.
Warna tubuh ikan Lele pada bagian ventral putih, dorsal hitam, dan samping abu-abu. Menurut Sutrisno (2008), ciri yang dimiliki ikan Lele lebih detail lagi adalah warna tubuhnya ada yang cokelat terang dan cokelat gelap, bahkan ada yang hitam. Warna tubuh ini sifatnya permanen atau tanpa mengalami perubahan. Lele dumbo memiliki warna tubuh yang tidak permanen seperti Lele lokal, yaitu pada kondisi tertentu warnanya bisa berubah.
            Hasil pengamatan dapat diketahui bahwa bentuk mulut dari ikan Lele adalah tipe sub terminal serta mempunyai sungut, bagian atas disebut tentakel dan bagian bawah disebut barbula, yang berfungsi sebagai alat penginderaan. Menurut Heok (2007), mulut Lele sempit, sub terminal, dan berdaging tebal. Selain itu terdapat barisan gigi oral yang tidak teratur pada seluruh permukaan bantalan gigi.
            Ikan Lele memiliki tipe ekor jenis membundar dan berpisah dengan sirip anal maupun sirip punggung. Ciri-ciri demikian menunjukkan bahwa ikan Lele memiliki sirip ekor tipe rounded. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan Lele termasuk jenis ikan peranang aktof. Sutrisno (2008), mengatakan bahwa tipe ekor Lele yang membundar tersebut menandakannya perenang yang kuat.
            Sistem pencernaan ikan Lele terdiri atas mulut, oesophagus, empedu, hati, lambung, usus, dan anus. Selain itu berdasarkan pengamatan perbandingan panjang usus terhadap panjang standar dimana panjang usus lebih pendek dibandingkan panjang standard membuktikan bahwa Lele merupakan ikan omnivora. Menurut Kholis (2008), Lele merupakan ikan pemakan segala, bahkan sering dijumpai terjadinya sifat kanibalisme.
Sistem muscularia pada ikan Lele dilakukan dengan pengamatan terhadap daging ikan pari. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan daging ikan Lele cenderung berwarna pucat. Menurut Rahrdjo (2011), otot merah pada ikan menunjukkan ikan tersebut bergerak lebih aktif dibandingkan ikan yang bersifat diam.
            Pada hasil pengamatan sistem respiratoria, didapati insang dan tulang 4 pasang tulang tambahan pada operculum. Selain itu ditemukan juga alat tambahan pernapasan (aborescen). Hal tersebut seperti yang diungkapkan Kholis (2008), bahwa pada sistem pernapasannya, ikan Lele bernapas menggunakan insang serta mempunyai tambahan alat pernapasan berbentuk rimbunan labirin yang terletak di kepala bagian belakang. Alat pernapasan tambhan tersebut berwarna kemerahan yang terletak di bagian atas lengkung insang. Fungsi alat pernapasan tambahan ini adalah untuk mengambil oksigen secara langsung dari udara. Dengan alat pernapasan tambahan ini, ikan lele mampu bertahan hidup dalam kondisi oksigen yang minimum.
            Pada sistem reproduksi, ikan Lele memiliki cirri-ciri spesifik pada alat kelaminnya. Ikan Lele yang kami amati berkelamin betina karena tidak ditemukan benjolan runcing. Menurut Sutrisno (2008), Alat kelamin Lele jantan berbentuk runcing dan memanjang, sedangkan pada alat kelamin betina berbentuk bulat (oval).
Hasil pengamatan sistem optic, ikan Lele mempunyai sepasang mata yang berada di permukaan dorsal bagian kepalanya, hal tersebut menunjukkan bahwa ikan Lele memiliki sistem optic seperti ikan pada umumnya. Bagian pada mata ikan terdiri dari iris, lensa dan kornea. Purnowati (2007), mengatakan bahwa mata ikan dilapisi lapisan tipis tembus cahaya. Akomodasi lensa mata tidak dilakukan dengan memipihkan dan mencembungkan mata, tetapi dengan mengubah kedudukan lensa ke arah belakang.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada sistem circulatoria diketahui bahwa letak jantung berdekatan dengan insang. Seperti yang diketahui bahwa jantung ikan memiliki ruang dua, yaitu atrium dan ventricle. Rahardjo (2011), mengatakan bahwa jantung terletak di bagian posterior lengkung insang. Pada teleostei jantung umumnya terdapat di belakang insang, di bagian depan rongga badan dan di atas ithmus.
Pengamatan sistem sceleton  ikan Lele dilakukan pada bagian abdominal dan caudal dengan melakukan fillet terhadap ikan. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa ikan Lele termasuk ke dalam jenis ikan bertulang keras atau yang biasa kita sebut dengan teleostei. Menurut Rahardjo (2011), tulang punggung ikan tersusun dari sejumlah ruas tulang punggung yang berfungsi melindungi organ dalam. Pada bagian batang ekor tiap ruas di bagian bawah terdapat satu duri haemal dan bagian atas tedapat duri neural.
Taksonomi  ikan Lele meliputi kingdom Animalia, phylum Chordatra, subphylum Vertebrata, class Pisces, subclass Teleostei, ordo Ostariophysi, family Clariidae, genus Clarias, spesies Clarias batrachus (Saanin, 1968).






Tidak ada komentar:

Posting Komentar