Get me outta here!

Senin, 18 November 2013

TELAAH JURNAL III




TELAAH JURNAL
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK CAIR LIMBAH IKAN LEMURU (Sardinella sp.) DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN Chlorella sp.
Diana Meritasari, A. Shofy Mubarok, Laksmi Sulmartiwi dan Endang Dewi Masithah
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga
Kampus C Mulyorejo - Surabaya, 60115 Telp. 031-5911451
oleh : imam bahruddin
1. Alasan Pemilihan Judul

Alasan yang mendasari pemilihan judul adalah karena si penelaah ingin mendapatkan pengetahuan yang lebih tentang pemanfaatan hal-hal yang sering dianggap sebagai sesuatu yang menggaggu. Selain itu si penelaah juga ingin memberikan motivasi ataupun memberi informasi kepada orang-orang disekitar agar lebih dapat membuka diri dan membuka pikiran untuk mencari, mengembangkan dan memanfaatkan sesuatu yang berguna untuk mereka walaupun itu berasal dari sesuatu yang tidak berguna ataupun sesuatu yang mengganggu.

Kemudian si penelaah juga bertujuan untuk menyelipkan nilai-nilai agama islam atau memberikan pengetahuan tentang agama islam dalam mencari, mengembangkan dan memanfaatkan yang bisa bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya agar semua yang dilakukan tidak bertentangan dengan aturan-aturan dalam agama.

2. Substansi Jurnal / Inti Isi Jurnal

Pembenihan merupakan titik awal dalam usaha pengembangan usaha budidaya karena usaha ini berkaitan erat dengan ketersediaan faktor produksi yang memegang peranan kunci agar usaha budidaya dapat berjalan. Salah satu kendala yang dirasakan cukup serius untuk mengatasi masalah mortalitas larva ikan adalah kurangnya ketersediaan pakan alami, baik dalam jumlah maupun mutunya (jenis, ukuran, nilai gizi dan kecocokan bagi kultivan). Dalam budidaya terutama dalam usaha pembenihan, pakan alami merupakan salah satu faktor pembatas (Chilmawati,2008).

Chlorella sp. telah digunakan secara luas terutama di panti-panti pembenihan ikan, udang, kerang-kerangan atau hewan budidaya lainnya. Seperti phytoplankton pada umumnya, Chlorella sp. juga membutuhkan unsur makro N dan P untuk meningkatkan laju pertumbuhan (Ukeles, 1971). Pertumbuhan Chlorella sp. sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, diantaranya unsur hara dalam media kultur serta kualitas air seperti salinitas, pH, suhu, intensitas cahaya yang optimum (Hama, 1988). Untuk mendapatkan persediaan Chlorella sp. sebagai pakan alami, maka diperlukan suatu studi tentang penggunaan media kultur yang memberikan hasil terbaik terutama mengenai jumlah sel atau kepadatan Chlorella sp. yang dihasilkan. Penumbuhan Chlorella sp. memerlukan ketersediaan unsur hara yang dapat berasal dari bahan kimia maupun larutan hasil pembusukan atau limbah (Handajani, 2006).

Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber aktifitas manusia, maupun proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkan memerlukan biaya yang cukup besar disamping itu dapat mencemari lingkungan. Limbah perikanan dapat berupa ikan yang terbuang, tercecer, dan sisa olahan yang menghasilkan cairan dan pemotongan, pencucian dan pengolahan produk (Jenie dan Rahayu, 1990). Pemanfaatan ini, salah satunya adalah menjadikan pupuk cair organik limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) (Handoko, 2009). Pupuk cair limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) memiliki kandungan mineral makro seperti Nitrogen (N) 21 g/L, fosfor (P) 7,3 g/L dan kalium (K) 13 g/L. Sedangkan kandungan mineral mikro pada pupuk ini adalah

(Ca) sebesar 1,4 g/L, magnesium (Mg) 0,13 g/L, tembaga (Cu) 0,00017 g/L, mangan (Mn) 0,0014 g/L, chlorin (Cl) 0,62 g/L (Sjaifullah, 2008). Penambahan pupuk cair limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) sebagai nutrien yang merupakan salah satu faktor utama untuk pertumbuhan Chlorella sp. diharapkan dapat meningkatkan populasi Chlorella sp.

Kawachi and Noel (2005) menyatakan pada dasarnya persiapan untuk kultur berbagai jenis fitoplankton adalah sama, yaitu sterilisasi alat dan bahan yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan. Untuk perangkat yang terbuat dari kaca disterilkan dengan autoklaf. Sebelumnya peralatan kaca dicuci bersih dengan menggunakan detergen, kemudian ditiriskan hingga kering. Setelah kering masing-masing dibungkus dengan alumunium foil, untuk erlenmeyer dan tabung reaksi ditutup dengan kapas dan dibungkus dengan alumunium foil, setelah itu peralatan diatur rapi dalam autoklaf. Autoklaf ditutup rapat dan dioperasikan dengan suhu 121o C dan tekanan 1 atm selama 30 menit (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Untuk peralatan yang lebih besar, sterilisasi dilakukan dengan menggunakan klorin atau kaporit. Peralatan sebelumnya dicuci bersih dengan detergen, kemudian direndam dengan kaporit selama 24 jam. Sedangkan untuk peralatan dari kaca yang didalamnya terdapat endapan atau kotoran yang mengkristal dapat dihilangkan dengan memberikan HCl pekat, kemudian dibilas dengan Na thiosulfat.

Air laut yang digunakan untuk kultur disterilisasi menggunakan larutan khlorin. Air laut terlebih dahulu disaring dengan kapas yang diletakkan dalam corong air, kemudian disterilkan dengan khlorin 60 ppm dan diaerasi selama 24 jam. Khlorin dapat dinetralkan dengan menggunakan Na Thiosulfat 20 ppm. Air laut yang sudah steril disimpan dalam wadah yang tidak tembus cahaya dan tertutup rapat (Satyantini dkk, 2009).

Lingkungan tumbuh optimal Chlorella sp adalah pada suhu 30OC, salinitas 30 ppt, pH 7 dan intensitas cahaya 500-1000 lux (Martosudarno, 1990). Media kultur yang digunakan dalam penelitian adalah air laut dengan salinitas 30 ppt sebanyak 0,5 liter yang dimasukkan dalam toples kaca kemudian ditambahkan pupuk cair limbah ikan sesuai dengan konsentrasi yang ditentukan. Selanjutnya, media kultur diletakan di rak kultur kemudian diberikan aerasi dan siap dimasukkan bibit Chlorella sp. dengan kepadatan yang diinginkan yaitu 330x103 sel/ml.

Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa populasi tertinggi pada hari pertama pada perlakuan C yang tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan D, E, F, G namun berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan B, A, H dan, tertinggi pada perlakuan C dan terendah pada perlakuan H. Populasi tertinggi pada hari kedua menunjukkan bahwa perlakuan C yang tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan B, A, D, E, F, G, namun berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan H dan tertinggi pada perlakuan C dan terendah pada perlakuan H.

Populasi tertinggi pada hari ketiga menunjukkan bahwa perlakuan C yang tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan D, F, G, namun berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan A, B, E, H dan tertingi pada perlakuan C dan terendah pada perlakuan H. Populasi tertinggi pada hari keempat menunjukkan bahwa perlakuan C yang berbeda nyata (p<0,05) dengan semua perlakuan, tertinggi pada perlakuan C dan terendah pada perlakuan H. Populasi tertinggi pada hari kelima menunjukkan perlakuan C yang tidak berbeda nyata (p>0,25) dengan perlakuan G, namun berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan A, B, D, E, F, H dan tertinggi pada perlakuan C dan terendah pada H. Populasi tertinggi pada hari keenam menunjukkan perlakuan C berbeda nyata (p<0,05) dengan semua perlakuan, tertinggi pada perlakuan C dan terendah pada perlakuan H.

Populasi tertinggi pada hari ketujuh menunjukkan perlakuan C yang tidak berbeda nyata (p>0,25) dengan perlakuan G, namun berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan A, B, D, E, F, H, tertinggi pada perlakuan C dan terendah pada H. Populasi tertinggi pada hari kedelapan menunjukkan perlakuan C yang tidak berbeda nyata (p>0,25) dengan perlakuan D, G, namun berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan A, B, E, F, H tertinggi pada perlakuan C dan terendah pada perlakuan H.

Pengukuran kualitas air laut meliputi salinitas, suhu dan pH yang diukur setiap hari selama penelitian. Pengukuran pH dan suhu dilakukan 2x sehari pagi dan sore hari sedangkan untuk salinitas diukur 1x sehari. Hasil pengukuran kualitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 2

Tabel 2
Parameter Kualitas Air

Hasil

Suhu
Pagi                    Sore
30-32° C            29-31° C

pH
Pagi                    Sore
7-8                     7-7,5

Salinitas
30-38 ppt

Peningkatan petumbuhan populasi Chlorella sp. yang menggunakan pupuk cair limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) lebih baik dibandingkan pupuk Walne sebagai kontrol dibanding dengan pupuk Walne. cair limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) ini memiliki kandungan nitrogen 0,21 g/L dan kandungan nitrogen Walne sebesar 0,0169 g/L. Sedangkan kebutuhan nitrogen dalam Chlorella sp adalah 0,14-0,7 g/L (Eyster, 1967), dengan kandungan pupuk 0,21 g/L tersebut dapat memenuhi kebutuhan nitrogen dalam tubuh Chlorella sp. Kandungan fosfor pada Pupuk cair limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) sebesar 0,073 g/L dan kandungan fosfor Walne sebesar 0,004 g/L. Sedangkan kebutuhan Fosfor untuk Chlorella sp. dalam kultur sebanyak 0,0075-0,3 g/L (Eyster, 1967). Dari kandungan fosfor tersebut pupuk cair limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) dapat memenuhi kebutuhan fosfor Chlorella sp. Kandungan kalium pada Pupuk cair limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) sebesar 0,13 g/L. Unsur ini dibutuhkan Chlorella sp. sebanyak 0,0095-1,9 g/L (Eyster, 1967), sehingga kebutuhan kalium dalam Chlorella sp. dapat terpenuhi.

Pertumbuhan Chlorella sp. yang dikultur terdiri dari 4 fase yaitu fase adaptasi, eksponensial, stasioner dan kematian. Hasil penelitian pada hari pemasukan inokulan dan hari pertama pengamatan menunjukkan bahwa Chlorella sp. mengalami fase adaptasi pengamatan hari ke-1, unsur nutrien diduga tersedia cukup banyak sehingga pertumbuhan Chlorella sp. dapat cepat terjadi. Richmond (1986) menyatakan bahwa ketersedian sumber unsur nutrien mempengaruhi pertumbuhan Chlorella sp. Pada fase ini ukuran sel meningkat, fitoplankton menjadi aktif dan terjadi sintesis protein. Organisme mengalami metabolisme tetapi belum mengalami pembelahan (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

Fase selanjutnya adalah fase eksponensial mulai hari kedua hingga hari keenam pada perlakuan A, B, E, F, H sedangan fase eksponensia pada hari kedua hingga hari ketujuh terjadi pada perlakuan C, G, D. Puncak populasi tertinggi pada hari ketujuh pada perlakuan C dengan kepadatan 3.500x103 sel/ml. Penambahan dosis pupuk cair limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) diatas dan dibawah dari 0,75 ml/L, menyebabkan populasi Chlorella sp. mengalami penurunan. Menurut Richmond (1986) dalam Kurniasih (2001), nitrogen yang berlebih justru dapat menghambat proses biosintesis sel alga sehingga produksi RNA dan DNA terhambat.

Waktu pencapaian puncak yang berbeda-beda disebabkan oleh perbedaan konsentrasi dosis pupuk cair limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) pada media. Menurut Sjaifullah (2008), pada pupuk cair limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) selain mengandung unsur makro juga mengandung unsur mikro yaitu kalsium (Ca) sebesar 0,014 g/L, magnesium (Mg) 0,0013 g/L, tembaga (Cu) 0,0000017 g/L, mangan (Mn) 0,000014 g/L, sulfat (SO4) 0,31 g/L dan besi (Zn) 0,00005 g/L.

Menurut data dari United Environmetal Agency (USEPA) dalam Bakhtiar (2007), tergolong logam berat berbahaya karena, memiliki sifat toksisitas (racun) yang menurunkan pertumbuhan plankton, walaupun pada konsentrasi yang rendah dan dapat terakumulasi dalam jangka waktu tertentu. Dengan adanya kandungan logam berat dalam pupuk cair limbah Ikan Lemuru ( Sardinella sp.), maka dapat menyebabkan turunnya populasi Chlorella sp. Nutrien yang berlebih tidak dapat dimanfaatkan secara efektif sehingga akan menghasilkan tumpukan bahan organik yang bersifat racun maka efektivitas metabolisme sel secara langsung akan terganggu dan pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan (Handajani, 2010).

Perbedaan kepadatan populasi tersebut disebabkan adanya kemampuan sel dalam memanfaatkan nutrien untuk pertumbuhannya. Fase eksponensial yang terjadi pada penelitian kali ini tidak sesuai dengan pendapat Chilmawat (2008), yang berpendapat bahwa Fase eksponensial pada kultur Chlorella sp. adalah pada hari ke 2-5 Pada puncak fase eksponensial ini, dapat dilakukan pemanenan Chlorella sp. karena populasinya tertinggi dibandingkan pada waktu fase pertumbuhan lainnya (Rusyani dkk., 2007). Terhentinya fase eksponensial menurut Fogg (1965), disebabkan berkurangnya nutrien. Jumlah nutrien yang semakin berkurang dengan meningkatnya jumlah populasi. Pada pelakuan C kelimpahan puncak sangat tinggi, hal ini sangat menguntungkan bagi kultur pakan alami yang membutuhkan jumlah pakan yang cukup.

Fase stasioner terjadi dalam waktu singkat, sehingga tidak nampaknya fase stasioner pada setiap perlakuan. Fase stasioner terjadi karena nutrien dalam media sudah sangat berkurang sehingga tidak mencukupi untuk pertumbuhan dan pembelahan sel (Prihantini, 2005). Setelah mencapai puncak sebelum fase kematian kepadatan akan cenderung relatif tetap, walaupun terjadi penurunan tidak akan begitu besar, tetapi pada penelitian ini setelah mencapai puncak kepadatan sel tiap perlakuan cenderung untuk langsung menurun. Fase kematian terjadi setelah masing-masing perlakuan media mencapai puncak populasi, pada perlakuan A, B, E, F, H terjadi pada hari ketujuh sedangkan perlakuan C, G, D terjadi pada hari kedelapan. Pengurangan populasi ini disebabkan karena kultur yang dilakukan pada volume yang terbatas yang menyebabkan jumlah nutrien yang terkandung dalam media juga terbatas sehingga Chlorella sp. tidak mampu lagi mempertahankan kepadatannya (Chilawati, 2008).

Faktor pendukung dalam pertumbuhan populasi Chlorella sp selain dipengaruhi oleh kandungan nutrisi juga dipengaruhi oleh kualitas air. Hasil pengukuran suhu air pagi selama penelitian berkisar antara 30-320C dan suhu air sore berkisar antara 29-310C. Menurut Kinne (1970) suhu rata-rata berkisar 200C sampai 300C. Suhu air mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses metabolisme (Suriawiria, 1985). Pada penelitian ini nilai pH pagi berkisar antara 7-8 dan nilai pH sore berkisar antara 7-7,5. Nilai pH optium untuk kultur Chlorella sp. berkisar antara 7-9 (Effendi, 2003), jadi pH dalam penelitian ini masih dalam batas optium. Salinitas pada penelitian ini berkisar antara 30-38 ppt. Kisaran tersebut termasuk tinggi karena terjadi penguapan dan tidak ada penambahan air mengakibatkan salinitas tinggi. Salinitas yang ada pada penelitian tidak sesuai dengan pendapat Converti (2009) yang menyatakan bahwa salinitas optimum untuk pertumbuhan Chlorella sp. berkisar antara 30-32 ppt. Darley (1982) menyatakan, salinitas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan sebab berhubungan dengan aktifitas osmosis sel. Semakin tinggi tekanan osmotiknya maka salinitas suatu perairan akan semakin tinggi pula.pertumbuhan Chlorella sp. menurun sejalan dengan naiknya salinitas dari 40-60 ppt. Menurut Nakanishi dan Monshi (1965) mengatakan bahwa naiknya salinitas berpengaruh baik terhadap fotosintesis maupun respirasi, yang mana salinitas berpengaruh lebih besar terhadap fotosintesis daripada terhadap respirasi. Dengan kualitas air saat penelitian masih bisa dilakukan kultur Chlorella sp.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Pemberian pupuk cair limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) dengan dosis berbeda memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan populasi Chlorella sp. Dosis pemberian pupuk cair limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) yang terbaik untuk laju pertumbuhan populasi Chlorella sp. adalah 0,75 ml/L yaitu pada perlakuan C dengan jumlah populasi tertinggi 3500x103 sel/ml pada hari ke-7.

Pertumbuhan populasi Chlorella sp. yang dikultur pada media pupuk cair limbah Ikan Lemuru (Sardinella sp.) maka dosis yang dipakai adalah 0,75 ml/L. Namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai limbah kultur Chlorella sp. yang dilakukan secara massal pada media pupuk cair Ikan Lemuru (Sardinella sp.).

Dalam kajian ini si pembuat jurnal membahas pemanfaatan limbah yang sering dijumpai dengan membuatnya menjadi pupuk atau perangsang pertumbuhan zooplangton untuk makanan utama ikan budidaya. Disini digunakan dosis-dosis yang berbeda untuk mendatkan hasil yang paling maksimal, yaitu utuk mendapatkan zooplangton yang paling padat populasinya. Islam tidak melarang kita untuk berinovasi dan berkreasi, islam malah sebaliknya yaitu mendukung kita untuk selalu berinovasi dan berkreasi dengan belajar.

Limbah adalah hal yang tidak baik untuk lingkungan maupun kesehaan kita. Dengan adanya teroboan baru ini maka dapat mengurangi limbah-limbah yang ada. Menurut islam hal itu sah-sah saja krena tidak melanggar syariat-syariat yang terkandung dalam ajarannya. Karena memang ikan adalah makanan utamanya dalah zooplangton, maka tidak salah menggunakan limbah untuk membudidaya zooplangton untuk makanan ikan. Selama semua itu tidak berpengaruh yang buruk untuk kesehatan maka hal itu diperbolehkan.



3. Manfaat Isi Jurnal Bagi Perubahan Mahasiswa dan Masyarakat pada Umumnya

Adapun manfaat yang dapat diambil dari telaah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

3.1 Manfaat Isi Jurnal Bagi Mahasiswa

Dapat memberikan inspirasi kepada mahasiswa untuk dapat memanfaatkan limbah untuk digunakan kembali sebagai suatu hal yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Selain itu juga agar mahasiswa dapat menjadi salah satu pelaku untuk menjaga keseimbangan lingkungan dengan mengurangi limbah yang ada dengan melakukan daur ulang ataupun inovasi-inovasi yang lain.

Dengan menelaah jurnal dengan pandangan agama islam, para mahasiswa dapat mengaplikasikan norma-norma ataupun peraturan agama dalam upaya menjaga keseimbangan lingkungan, mengurangi polusi dan juga dalam mengembangkan limbah-limbah tersebut untuk suatu hal yang berguna bagi kelangsungan kehidupan.



3.2 Manfaat Isi Jurnal Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang potensi usaha yang bisa dimanfaatkan dengan mudah untuk menambah perekonomian dan juga untuk membantu kelancaran jalannya kehidupan anatara manusia dengan lingkungan dengan mengurangi limbah-limbah yang ada dengan memanfaatkannya kembali.







4. Penutup

4.1 Kesimpulan

1 Budidaya zooplangton diperbolehkan selama tidak ada efek negatif untuk tubuh kita yang memakan ikan yang memakan zooplangton budidaya limbah.

2 Islam mendukung kta untuk berinovasi dan berkreasi untukkemajuan peradaban mausia.

4.2 Saran
1 Sebaiknya mahasiswa bisa lebih memandang kepada hal-hal yang sederhana dalam kehidupan sehari-hari yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan

2 Sebaiknya masyarakat bisa mendukung institusi ataupun masyarakat yang mengembangkan potensi yang terdapat di lingkungan sekitar.



DAFTAR PUSTAKA

Chilmawat, D dan Suminto. 2008. Penggunaan Media Kultur Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Chlorella sp. Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang.

Converti A, Casazza, A.A., Ortiz, E.Y., Perego Patrizia, Borghi, M.D. 2009. “Effect of temperature and Nitrogen Consentration on The Growh and lipd content of Nannochloropsis oculata and Chlorella vulgaris for Biodiesel Production” . Chem. Eng. Process.

Darley, W.M. 1982. Algal Biology: a Physiological Approach. Departement of Bontany. The Univercity of Georgia. Blackwell Sientific Publications. Oxford London. Edinburgh Boston Melburne. p. 97-98.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta.

Eyster, C. 1967. Nutrien Concentration Requirements For Chlorella Sorokikiana. USAF School of Aerospace Medicine, Aerospace Medical Division (AFSC). Brooks Air Force Base, Texas. 186 pp.

Fogg, B. Thake. 1987. Algal Cultures and Phytoplankton Ecology, 3rd ed., The University of Wisconsin Press,Wisconsin.

Hama, O.H. dan S. Miyachi. 1988. Chlorella. Microagae Biotechnology. 1st edition. Cambridge University.

Handajani, H. 2006. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu sebagai Pupuk Alternatif pada Kultur Mikroalga Spirullina sp. Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan – Perikanan Universitas Muhammadiyah. Malang. Hal 189.

Handoko, A. H. 2009. Pemanfaatan Limbah Ikan untuk Pupuk Organik. http: //agrobinautama.blogspot.com/2009/03/pemanfaatan-limbah-ikan-untuk-pupuk .html. 14/04/2011. 3 halJenie, B. S. L., dan W. P. Rahayu.1990. Teknologi Limbah Pangan. Kanisius. Yogyakarta

Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan Zooplankton. Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta. 108 hal.

Kinne, O. 1970. A Comprehensive Integrated Treatise Onlife In Oceans And Coastal Water. Marine ecology. Volume 1. Wiley- Interscience. London.

Martosudarmo, B. dan Sabarudin, S. 1979. Makanan Larva Udang . Balai Budidaya Air Payau. Jepara.

Nakanishi, M. and M. Monshi. 1965. Effect of Variation in Salinity on Photosyntesis of Phytoplankton Growing in Esturies. J. Fac. Sci. Tokyo Univercity., (Sec. III). 9 (2): 19-42.

Prihantini, N. B., Putri. B. dan Ratna. Y. 2005. Perumbuhan Chlorella spp. Dalam Medium Ekstrak Tauge (MET) Dengan Variasi pH Awal. Departemen Biologi. Fakultas MIPA. Universitas Indonesia. Depok.

Richmond, A. 1986. CRC Handbook of mikroalga Mass Culture. CRC PressInc. Florida. 468 p.

Rusyani, E., Sapta A.I.M. dan Lydia E., 2007. Budidaya Fitoplankton Skala Laboratorium dalam Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton. Balai Budidaya Laut Lampung. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan: 9. Lampung. hal. 48-59.

Satyantini, W. H., E. D. Masitha., M. A. Alamsjah,. Prayogo,. S. Andriyono. 2009. Penuntun Praktikum Budidaya Pakan Alami. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. Hal 49.

Subarijanti, H.U., 1994. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Plankton. Universitas Brawijaya. Malang.

Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung. 224 hal.Suriawiria, U. 1987. Biomassa Alga Perairan dan Manfaat Chlorella sp.. Kursus Singkat Dasar Teknologi Farmasi. PAU Bioteknologi ITB. Bandung.

Ukeles, R. 1971. Nutritional equirements in shellfish culture In : K. S. Price Price Jr. and D. L. Maurer (Eds). Nutritional equirements in shellfish culture. Proch. Conf. On Artificial Propagation of Commercially Valuable Shellfish-Oysters. Univ. Delaware, newrk. DE : 22-23 October 1963 : 43-64.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar