Get me outta here!

Rabu, 04 Desember 2013

Praktikum Sosmapi


I.                  PENDAHULUAN

1.1.         Latar belakang
Mayarakat perikanan adalah sekelompok orang yang hidup bersama dalam suatu tempat tertentu dalam waktu yang cukup lama. Mempunyai ikatan emosional sebagai suatu kesatuan yang diatur oleh suatu tatanan sebagai pola tingkah laku anggotanya. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam bidang perikanan dan kelautan yang begitu besar akan tetapi realitanya yang dihadapi adalah sebagian besar masyarakat pembudidaya ikan masih hidup di bawah garis kemiskinan (Murachman, 2010).
Secara faktual ada dua faktor yang menyebabkan kemiskinan pada masyarakat pembudidaya ikan, yaitu: faktor alamiah dan non alamiah. Faktor alamiah disebabkan karena fluktuasi musim tangkap ikan dan struktur alamiah sumber daya ekonomi desa. Sementara faktor non alamiah berhubungan dengan keterbatasan daya jangkau teknologi penangkapan ikan, ketimpangan dalam sistem bagi hasil dan tidak adanya jaminan sosial tenanga kerja, lemahnya penguasaan jaringan pemasaran hasil tangkapan dan belum berfungsinya koperasi pembudidaya ikan yang ada, oleh karena itu agar mereka bisa keluar dari permasalahan kemiskinan perlu adanya intervensi (dorongan dari luar) untuk memberdayakan mereka melalui program-program pemberdayaan bagi masyarakat petani ikan atau pembudidaya ikan (Anggoro, 2005).
                Pemerintah telah melakukan berbagai program pemberdayaan masyarakat, untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat pembudidaya ikan. Kebijakan-kebijakan strategis yang telah dilakukan dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat perikanan, fenomenanya masih menimbulkan suatu permasalahan. Simbol masyarakat petani ikan yang miskin, terisolasi, kumuh, kurang berpendidikan masih tetap saja menjadi atribut bagi komunitasnya, disertai dengan minimnya sarana infrastruktur yang tersedia. Melihat keadaan yang demikian pembangunan bidang perikanan perlu melakukan penimbangan antara penerapan ilmu sosial masyarakat dan sumber daya.
Studi sosiologi dengan mengambil kasus ekologi pantai dan pulau-pulau kecil dimana perikanan tangkap merupakan ciri utama yang belum banyak dilakukan di Indonesia. Studi ini sangat penting artinya, karena pesisir dan lautan telah menjadi sumber pertumbuhan baru ekonomi yang berbasis sumber daya (resources based economy), maka dari itu kami melakukan kegiatan survey yang bersifat deskriptif di dalam rangkaian praktikum sosiologi masyarakat perikanan, untuk mempelajari dan menganalisa pola kehidupan masyarakat perikanan Indonesia (Shafrudin, 2006).
Pentingnya dilaksanakan praktikum sosiologi masyarakat perikanan diharapkan praktikan mampu memahami keadaan dan hambatan-hambatan yang terjadi pada masyarakat perikanan budidaya. Hal ini memberikan implikasi bahwa pemahaman mengenai sosiologi masyatakat perikanan budidaya perlu mendapatkan perhatian khusus, dikarenakan ilmu sosial masyarakat merupakan landasan pokok untuk menciptakan kebijakan pemerintah serta merupakan pengetahuan minimum dalam menghadapi masyarakat guna melakukan pembangunan yang sesuai dengan apa yang menjadi kekurangan masyarakat perikanan Indonesia (Sukadi, 2002).

1.2.  Tujuan
             Tujuan dari praktikum sosiologi masyarakat perikanan ini adalah untuk melakukan pemetaan pada aspek pendidikann, sosial dan ekonomi yang ada di pembudidaya.

1.3.  Manfaat
Manfaat dilaksanakan praktikum Sosiologi masyarakat Perikanan, yaitu:
1.    Mengetahui informasi tentang keseharian dari masyarakat yang  pekerjaaannya sebagai pembudidaya di daerah sekitar Kendal dan Gunung Pati, Semarang;
2.    Mengetahui informasi mengenai aspek pendidikan, sosial, dan ekonomi pembudidaya di daerah sekitar wilayah Kendal dan Gunung Pati Semarang;
3.    Mengetahui data potensi daerah sekitar wilayah Kendal dan Gunung Pati, Semarang.

1.4.        Waktu dan Tempat
Praktikum sosiologi masyarakat perikanan dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 31 Mei 2013, di Kendal untuk kultivan air payau dan Gunung Pati untuk kultivan air tawar.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.      Pengertian Masyarakat Perikanan Budidaya
Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Masyarakat perikanan budidaya disebut juga dengan petani ikan atau pembudidaya ikan. Pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya (UU RI No. 31 Tahun 2004).

2.2.      Aspek Sosial
2.2.1.   Usia    
Umur terkait dengan tugas pengembangan, proses belajar, kelangsungan hidup serta sebagai aspek yang melatar belakanginya (Gunawan, 1998). Semakin muda umur seseorang biasanya memiliki semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga akan mempengaruhi perilakunya dalam melakukan usaha tani / budidaya. Namun bertambahnya umur seseorang akan memupuk pengalaman yang merupakan sumberdaya yang sangat berguna bagi kesiapannya untuk belajar lebih lanjur. Hal ini disebabkan kemampuan seseorang untuk belajar berkembang secara bertahap sejalan dengan meningkatnya usia, dan akan berkurang secara bertahap pula setelah mencapai usia tertentu yaitu sekitar 55 - 60 tahun (Indriyanti, 1991).
Pendidikan petani umumnya mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usaha tani. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan pembudidaya lebih dinamis. Sehingga dapat dikatakan pendidikan memiliki hubungan dengan kemandirian pembudidaya untuk mencapai keberhasilan budidaya ikan patin di kolam lahan gambut (Rintuh, 2003).
2.2.2.  Pendidikan dan pengalaman
Pendidikan dan pengalaman kerja diperlukan untuk menjadi pembudidaya ikan yang baik dan benar. Efisiensi kerja dipengaruhi oleh luas areal garapan/budidaya, cara budidaya, pendidikan, keterampilan, dan pola konsumsi. Semakin luas usaha pembudidaya maka pengelolaan tenaga kerja dapat direncanakan seoptimal mungkin (Rintuh, 2003).
Seorang pembudidaya setelah memutuskan untuk menjadi wirausaha, orang yang berpendidikan tinggi cenderung lebih berhasil dari pada wirausaha yang berpendidikan rendah. Ini disebabkan pendidikan tinggi membekali mereka dengan pengetahuan dan teknik manajemen modern. Ini membuat mereka lebih sadar akan realitas dunia usaha dan menggunakan kemampuan belajarnya untuk mengelola usaha mereka sehingga menjadi lebih baik (Indriyanti, 1991).
2.2.3.  Kelompok budidaya
Kelompok yang mempunyai ikatan psikologis adalah sejumlah orang yang saling berhubungan, saling memperhatikan dan menerima kenyataan sebagai suatu kelompok. Suatu kelompok terdiri dari dua orang atau lebih yang berinteraksi Kelompok budidaya adalah suatu lembaga yang pada umumnya merupakan tempat dimana untuk suatu perkumpulan, yang mempunyai satu tujuan dan kepercayaan yang sama. untuk mencapai tujuan bersama, interaksi tersebut bersifat relatif tetap dan mempunyai struktur tertentu (Daryanto, 2007).
Kelompok pembudidaya ikan (POKDAKAN) berdasarkan tingkat kemampuan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dibagi menjadi 4 kelas yaitu:
a.      POKDAKAN Tingkat Pemula
Termasuk POKDAKAN yang baru terbentuk dan kemampuan dinamika kelompoknya masih rendah dengan nilai 0 - 250 dan ditetapkan atau disahkan oleh kepala desa.
b.      POKDAKAN Tingkat Lanjut
POKDAKAN terbentuk sekitar 1 - 2 tahun atau lebih dan sudah mempunyai pengalaman berorganisasi, namun kemampuan dinamika kelompoknya sedang dengan nilai 25 - 500 dan ditetapkan atau disahkan oleh camat.
c.       POKDAKAN Tingkat Madya
POKDAKAN telah beraktivitas sekitar 2 - 3 tahun atau lebih dan berpengalaman berorganisasi serta kemampuan dinamika kelompok cukup tinggi dengan nilai 500 - 750, ditetapkan atau disahkan oleh Bupati atau Walikota.
d.      POKDAKAN Tingkat Utama
POKDAKAN telah beraktivitas sekitar 3 - 4 tahun atau lebih dan sangat berpengalaman dalam hubungan berorganisasi serta kemampuan yang meeka miliki sebagai dinamika kelompoknya  sangat tinggi dengan nilai 750 - 1000, ditetapkan atau disahkan oleh Gubernur setempat (Nurdjana, 2007). Kelompok itu adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaannya dan saling berinteraksi.
2.2.4.  Peran pemerintah
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan selama 50 tahun terakhir ini adalah sesuatu yang artifisial, sebatas slogan, direkayasakan, dan dipaksakan. Dengan adanya rejim sentralistik maka partisipasi masyarakat tidak mendapat tempat sama sekali. Inisiatif masyarakat sering dinilai kurang tepat, kalau tidak dikatakan salah sama sekali. Yang lebih tepat adalah program pemerintah pusat dan program departemen yang untuk masyarakat dikemas dalam bentuk program-program pembinaan (Gunawan, 1998).
Tanggung jawab pembangunan masyarakat lebih banyak berada pada pundak  pemerintah daerah, dan bukan didominasi oleh pemerintah pusat. Hal ini disebabkan karena pemerintah daerahlah yang lebih mengenal masyarakatnya dan  memahami masalah-masalah yang dihadapi mereka. Selama ini, meskipun pada era desentralisasi dan otonomi daerah sekarang ini, ada kesan bahwa pengembangan masyarakat dilepaskan dan diserahkan kepada pemerintah pusat. Penyerahan tanggung jawab ini karena memang tugas-tugas pembangunan masyarakat termasuk berat untuk dilaksanakan. Adanya desentralisasi kegiatan pembangunan, selayaknya pemerintah daerah lebih banyak memberikan prioritas pada pembangunan yang berbasis pada masyarakat setempat (Cholik, 2006).
Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat, yang fungsi tugas dan kewenangannya diatur secara tegas dalam UUD. Pengertian fungsi dalam suatu lembaga pemerintah dalam berbagai peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai suatu cara untuk melaksanakan tugas pemerintahan. Sebaliknya dapat dirumuskan juga bahwa tugas adalah cara untuk melaksanakan fungsi. Ketidakseragaman pengaturan ini tidak terlepas dari kerancuan pengertian fungsi dan tugas. Untuk melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan diperlukan kemampuan dan kemahiran manajerial yang dapat mengintegrasikan seluruh sumber daya demi tercapainya tugas pokok, fungsi, dan kewenangan di dalam lembaga
pemerintahan (Hernanto, 1993).

2.3.  Aspek Teknik Budidaya
a.          persiapan media
Lokasi kolam dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam dibangun di lahan yang landai dengan kemiringan 2 5% sehingga memudahkan pengairan kolam secara gravitasi. Kolam pemeliharaan induk, Luas kolam tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai contoh untuk 100 kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi bila hanya mengandalkan pakan alami dan dedak, sedangkan bila diberi pakan pellet maka untuk 100 kg induk memerlukan luas 150 - 200 meter persegi saja. Bentuk kolam pun sebaiknya berupa persegi panjang dengan dinding bisa ditembok atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik (Gunawan. 1998).
Kolam pemijahan, Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok. Ukuran/luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan bentuk kolam empat persegi panjang. Patokan bahwa untuk 1 ekor induk dengan berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m2 dengan 18 buah ijuk/kakaban. Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk menjamin agar dasar kolam dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa dengan pralon dan pengeluarannya bisa juga memakai pralon (kalau ukuran kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam penetasan pada dasarnya sama dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk penetasan menggunakan kolam pemijahan. Kolam penetasan diusahakan agar air yang masuk dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya (Shafruddin, 2006).
Kolam pendederan, Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama dengan luas 25 - 500 m2 dan pendederan lanjutan 500 - 1000 m2 per petak. Pemasukan air bisa dengan pralon dan pengeluaran/ pembuangan dengan pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan kemalir (saluran dasar) dan di dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi kemalir adalah tempat berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk memudahkan penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan. Petak tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan (Indriyanti, 1991).
b.      pemilihan induk
 Syarat induk ikan yang baik diantaranya adalah berat badan sesuai, tergantung kesuburan badan dan spesies ikan. Bentuk badan normal, tidak bengkok, tidak cacat, tidak luka, dan lincah. Frekuensi pemijahan bisa satu bulan sekali, dan sepanjang hidupnya bisa memijah lebih dari 15 kali dengan syarat apabila makanannya mengandung cukup protein. Ciri-ciri indukkan siap memijah adalah calon induk terlihat mulai berpasang-pasangan, kejar-kejaran antara yang jantan dan yang betina. Induk tersebut segera ditangkap dan ditempatkan dalam kolam tersendiri untuk dipijahkan.
c.       Proses pemijahan
pemijahan adalah proses yang ditujukan kepada suatu spesies dalam bentuk tingkah laku. Perkawinan atau pembuahan ovum oleh sperma. Secara umum pemijahan biota akuatik dibagi dalam beberapa tahapan yaitu proses matting, proses spawning, proses pasca spawning (Cholik, 2006).
Berdasarkan sifatnya proses pemijahan dapat berlangsung secara alamiah dan buatan. Pemijahan alami, sepasang ataupun sekelompok ikan yang siap memijah dan akan memijah ditaruh dalam suatu wadah kolam. Sudah tentu keadaan, salinitas, dan suhu sudah diatur agar sesuai dengan tempat pemijahan ikan itu yang sebenarnya dan saat pemijahan kolam biasanya ditutup, agar mengurai gangguan dalam pemijahan dan ikan lebih suka memijah pada tempat gelap dan hangat. Berdasarkan pada pemijahan buatan, pembuahan telur oleh sperma dilakukan dengan bantuan manusia. Telur dipaksa keluar dari tubuh induk ikan betina dengan teknik stripping/pengurutan kemudian ditampung pada suatu wadah. Lalu segera dilakukan stripping pada induk jantan untuk mengeluarkan sperma secara paksa. Telur dan sperma kemudian di satukan dalam satu wadah lalu diaduk dengan alat lembut dan halus seperti bulu ayam sehingga tercampur dan terjadi pembuahan (Sukadi, 2002).
Berdasarkan tekhniknya, pemijahan ikan dapat dilakukan dengan 3 macam cara pemijahan ikan secara alami, pemijahan ikan tanpa campur tangan manusia. Terjadi secara alamiah (tanpa pemberian rangsangan hormon). Pemijahan secara semi intensif, pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat  kematangan gonad, tapi proses ovulasinya terjadi secara alamiah di kolam. Pemijahan ikan secara intensif, memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta ovulasinya dilakukan secara buatan dengan tehnik stripping (Murachman, 2010).
d.      penebaran benih
 Cara penebaran benih ke dalam kolam dengan cara , air kolam yang sudah berisi air didiamkan selama kurang lebih 3 - 4 hari. Tujuan dari pendiaman ini adalah agar suhu air lebih menyatu dengan suhu kolam, sehingga ketika ikan ditebar suhu air tidak berlebihan. selain itu, pendiaman tersebut juga bertujuan untuk penyediaan sumber pakan alami ikan, seperti plankton atau jentik - jentik nyamuk, dll. Penebaran menggunakan media kantong plastik, sebaiknya didiamkan mengapung di permukaan air kolam kurang lebih selama 10 menit, setelah itu buka kantong plastik dan masukkan air kolam ke kantong dengan perbandingan yaitu 1 air kantong plastik banding 0,5 air kolam selama  dengan lingkungan barunya. Pelepasan benih ikan ke kolam sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari, karena pada saat itu suhu air tidak begitu panas sehingga ikan mudah beradaptasi (Shafruddin, 2006).
e.         pembesaran
Pembesaran dapat dilakukan di KJA (Keramba Jaring Apung) atau di KAD (Kolam Air Deras). Sistem pembesaran intensif dalam Keramba Jaring Apung yang biasa dipasang di perairan umum. Pemilihan lokasi penempatan jaring dalam suatu perairan akan sangat menunjang berhasilnya proses produksi. Beberapa karakteristik perairan yang tepat antara lain air bergerak dengan arus terbesar tetapi bukan arus kua, penempatan jaring dapat dipasang sejajar dengan arah angin, badan air cukup besar dan luas sehingga dapat menjamin stabilitas kualitas air, kedalaman air minimal dapat mencapai jarak antara dasar jaring dengan dasar perairan 1,0 meter, kualitas air mendukung pertumbuhan seperti suhu perairan 270C sampai 300C, oksigen terlarut tidak kurang dari 4,0 mg/l, dan kecerahan tidak kurang dari 80 cm. Satu unit Keramba Jaring Apung minimal terdiri dari kantong jaring dan kerangka jaring. Dimensi unit jaring berbentuk persegi empat dengan ukuran kantong jaring 7 x 7 x 3 M3 atau 6 x 6 x 3 M3. Satu unit Keramba Jaring Apung terdiri empat set kantong dan satu set terdiri dari dua lapis kantong bagian badan kantong jaring yang masuk kedalam air 2,0 sampai 2,5 meter. Kerangka jaring terbuat dapat dibuat dari besi atau bambu dan pelampung berupa steerofoam atau drum. Bahan kantong jaring berasal dari benang Polietilena. Frekuensi pemberian pakan minimal dua kali per hari. Sedangkan cara pemberian pakan agar efektif disarankan menggunakan Feeding Frame yang dapat dibuat dari waring dengan mesh size 2,0 mm berbentuk persegi empat seluas 1,0 smpai 2,0 m2. Alat ini di pasang di dalam badan airkantong jaring pada kedalaman 30 sampai 50 cm dari permukaan air. Letak alat ini dapat ditengah kantong atau di salah satu sudutnya (Kanisius, 2001).
Pemelihan di kolam air deras harus mempertimbangkan beberapa hal antara lain lokasi dekat dengan sumber air (sungai, irigasi, dll.) dengan topografi yang memungkinkan air kolam dapat dikeringkan dengan cara gravitasi, kualitas air yang digunakan berkualitas baik dan tidak tercemar (kandungan oksigen terlarut 6 - 8 ppm) dan dengan debit air minimal 100 L/menit. Bentuk kolam air deras bermacam-macam tergantung kondisi lahan, bisa segitiga, bulat maupun oval. Umumnya KAD berukuran 10 - 100 m2 dengan kedalaman rata-rata 1,0 - 1,5 m. Dinding kolam harus berkontruksi tembok atau lapis papan agar tidak terkikis oleh aliran air dan aktivitas ikan. Dasar kolam harus memungkinkan tidak daerah mati aliran (tempat dimana kotoran mengendap) dengan kemiringan kolam harus sesuai (sekitar 2 - 5%). Padat tebar ikan ukuran 75 - 150 gram/ekor sebanyak 10 - 15 kg /m3 air kolam. Dosis pakan yang diberikan sebanyak 4% bobot biomass/hari. Frekuensi pemberiannya 3 kali/hari (Yulinda, 2012).
f.         kualitas air
Kualitas air merupakan keadaan suatu perairan dimana didalamnya terkandung unsur-unsur pendukung seperti suhu, kecerahan, oksigen terarut. Kualitas air dikatakan baik apabila unsur-unsurnya memenuhi standar kelayakan sebagai kualitas air yang baik.
Kualitas untuk budidaya ikan harus memenuhi beberapa persyaratan, karena air yang kurang baik akan menyebabkan ikan mudah terserang penyakit. Ada beberapa variabel penting yang berhubungan dengan sifat kimia air  (kandungan oksigen, karbondioksida, pH, zat-zat beracun, dan kekeruhan air). Selain sifat kimia tersebut, air juga memiliki sifat fisika, antara lain yang berhubungan dengan suhu, kekeruhan, dan warna air.

2.4.      Aspek Ekonomi
2.4.1.   Modal usaha
Modal adalah barang – barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikannya, serta berdasarkan sifatnya. Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri (setoran dari pemilik perusahaan) dan modal asing (pinjaman bank). Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi modal konkret (mesin, gedung, peralatan) dan modal abstrak (hak paten, nama baik, dan hak merek). Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu (rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di bank) dan modal masyarakat (adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan). Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya, yaitu modal tetap (mesin – mesin, bangunan pabrik) dan modal lancar (bahan – bahan baku) (Gunawan, 1998).
Pembudidaya dalam perikanan yang sekarang disebut sebagai pembudidaya, merupakan orang yang mengusahakan baik itu membenihkan, mendederkan maupun membesarkan ikan dengan berbagai metode untuk menghasilkan produk baik berupa telur, larva, benih, maupun ikan dewasa baik ikan konsumsi maupun hias. Namun untuk memulai usaha ini dibutuhkan tekad yang kuat dan modal yang tidak sedikit untuk menghasilkan penghasilan yang dapat digunakan sebagai tumpuan hidup, Modal sebenarnya bukan faktor utama namun modal merupakan faktor penentu berjalannya usaha. Modal dapat diperoleh dari uang tabungan sendiri, orang tua, kerabat, teman, investor maupun bantuan dari pihak lain baik pemerintah maupun perbankan (Anggoro, 2005).
2.4.2.   Pendapatan
Pendapatan adalah produk perusahaan. Pendapatan dikatakan sebagai produk perusahaan karena pendapatan terbentuk bersamaan atau selama kegiatan produktif tanpa harus menunggu kejadian atau saat penyerahan produk kepada pelanggan. Pendapatan harus dinyatakan dalam satuan moneter untuk dicatat dalam sistem pembukuan. Satuan moneter yang paling obyektif adalah kalau jumlah rupiah tersebut merupakan hasil dari transaksi atau pertukaran antar pihak yang independen. Pendapatan juga merupakan suatu konsep yang bersifat generik dan mencakupi semua pos dengan berbagai bentuk dan nama apapun, sehingga antara perusahaan dagang atau jasa bisa memiliki nama yang berbeda dalam pendefinisian pendapatan (Saefudin, 1984).
Pembudidaya Indonesia masih tergolong miskin dengan pendapatan per kapita per bulan sekitar US $7 - 10. Di samping itu degradasi lingkungan yang terjadi juga memprihatinkan. Perikanan Indonesia sebenarnya telah mengalami overcapacity di beberapa wilayah pesisir di Indonesia. Di pantai utara Jawa, mengindikasikan bahwa kapasitas perikanan di wilayah tersebut sudah melebihi 35 peratus dari kapasiti bioeconomic optimal. Kondisi lingkungan yang rusak, jumlah pembudidaya yang banyak, teknologi yang masih sederhana, mengarah pada penghasilan nelayan yang rendah (Rintuh, 2003).
2.4.3.   Pengeluaran
Pengeluaran merupakan proses transformasi faktor - faktor pengeluaran kepada barang siap, menghasilkan output atau keluaran. Kata lain, pengeluaran boleh juga dimaksudkan sebagi satu proses menukar input (faktor – faktor pengeluaran) kepada output (barang) menggunakan satu tingkat teknologi tertentu. Jika terdapat peningkatan dalamteknologi, maka kadar output yang dapat dikeluarkan akan meningkat pada kadar yang lebih tinggi. Fungsi pengeluaran  menunjukkan hubungan di antara kombinasi input yang digunakan dan kadar output yang dapat dihasilkan (Saefudin, 1984).
Pembudidaya belum sejahtera jika penerimaan atau pendapatan lebih rendah dari pengeluaran. Demikian juga sebaliknya, jika pendapatan dan pengeluaran sama, maka secara statistik angka yang muncul dalam perhitungan NTN adalah 100. Angka 100 menggambarkan pendapatan dan pengeluaran sama. Di bawah 100 belum sejahtera dan di atas 100 dikatakan sejahtera. Dengan usaha terus menerus untuk mengembangkan keterampilan dan usaha nelayan, baik dari usaha penangkapan, budi daya maupun pengolahan, kita dapat berharap kesejahteraan nelayan terus meningkat pada tahun mendatang (Nurmanaf, 1986).



III.  MATERI DAN METODE


3.1.      Materi Praktikum
Alat yang digunakan pada praktikum Sosiologi Masyarakat Perikanan yang bersifat deskriptif ini antara lain alat tulis yang digunakan untuk memperlancar dalam pengambilan data dari hasil wawancara, kamera foto yang digunakan untuk dokumentasi dan daftar kuisioner yang digunakan untuk menyimpan data hasil wawancara. Data yang telah didapat lalu dikaitkan dengan kebenaran tentang hasil wawancara berdasarkan kenyataan dilapangan sebagai bukti yang nyata (Aminah, 2003).
Bahan yang digunakan pada praktikum Sosiologi Masyarakat Perikanan adalah data kependudukan dan tingkat kesejahteraan dari sejumlah narasumber yaitu para petani ikan dan pembudidaya di daerah sekitar wilayah Gunung Pati dan Tanjung Emas, Semarang. Laporan monografi daerah sekitar wilayah Gunung Pati dan Tanjung Emas yang digunakan untuk mengetahui keadaan geografis daerah sekitar wilayah Gunung Pati dan Tanjung Emas serta kuisioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan saat wawancara.

3.2.      Metode Praktikum
                Praktikum sosiologi masyarakat perikanan ini dilakukan dengan metode survei deskriptif  yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi tentang keseharian dari masyarakat yang pekerjaannya sebagai petani ikan di daerah sekitar wilayah Kendal dan Gunung Pati, Semarang. Informasi yang telah terkumpul secara mendetail, dapat digunakan sebagai acuan bukti yang tepat dan akurat berdasarkan data yang diperoleh dari komunikasi di lapangan.
            Metode Pengumpulan data pada praktikum sosiologi masyarakat perikanan dilakukan dengan cara tanya jawab langsung dengan petani ikan berdasarkan kuisioner. Data yang diambil berupa: data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan petani ikan di daerah sekitar wilayah Gunung Pati dan Tanjung Emas, Semarang dilihat dari dimensi sosial dan ekonomi. Sedangkan data sekunder diambil dengan cara mencatat data potensi daerah sekitar wilayah Gunung Pati dan Tanjung Emas, Semarang.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.      Hasil
4.1.1.  Gambaran umum lokasi
 Lokasi pertama yang kelompok kami kunjungi di daerah Kendal, Desa Wonorejo yaitu budidaya udang vename dengan metode budidaya menggunakan tambak, lokasi tersebut berada di dekat pemukiman penduduk, pabrik,  jalan raya sehingga udara di lokasi tersebut panas dan gersang.  Lokasi budidaya tersebut milik pemerintah Semarang, dengan ukuran lokasi 10 - 15 Ha, lokasi budidaya dengan trensportasi umum berjarak 0 – 1 km. Lokasi jauh dari pabrik sehingga jauh dari ancaman limbah pabrik dan sewaktu-waktu dapat menyebabkan pencemaran pada tambak tersebut.
Lokasi kedua yang kelompok kami kunjungi di daerah Gunung Pati yaitu budidaya benih ikan lele dumbo dengan metode budidaya menggunakan kolam, lokasi tersebut jauh dari keramaian dan dekat dengan daerah pegunungan sehingga udara dilokasi tersebut sejuk. Lokasi budidayanya seluas < 2 Ha, dibelakang lokasi budidaya terdapat sawah, disamping kanan terdapat peternakan sapi dan disamping kiri terdapat kebun ketela sedangkan di depan terdapat jalan kecil yang biasa dilewati warga setempat.  Lokasi budidaya berjarak 0 - 1 km dari tempat transportasi umum.
4.1.2.   Karakteristik masyarakat perikanan
             Masyarakat adalah  suatu  manusia yang saling berhubungan satu sama lain dengan suatu kebudayaan yang mengatur bahkan memaksa manusia untuk melakukan tindakan dengan “pola tertentu”.  Masyarakat perikanan budidaya didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah dekat perairan tawar, payau, dan laut. Masyarakat budidaya perairan (akuakultur)  bentuk pemeliharaan dan penangkaran berbagai macam biota mahluk hidup yang menggunakan air sebagai komponen pokoknya. Berbeda dengan  masyarakat penangkapan perikanan yang memanfaatkan sumber daya alam di laut saja.
            Makna terdalam era globalisasi dalam struktur perekonomian adalah perdagangan  bebas. Perdagangan bebas berarti  ada persaingan. Globalisasi tersebut yang akan bersaing adalah barang sekunder, yaitu produk  agroindustri.  Di  Indonesia bahan baku untuk  industri  tersedia, tetapi yang menjadi kendala adalah penggunaan dan penguasaan teknologi modern yang memperkuat agribisnis, atau penekanan masalah  yang dihadapi dalam era globalisasi adalah pada peningkatan SDM (termasuk bagi para pembudidaya). Hubungan antara sosial dan kebutuhan dari kedua pihak memiliki ketergantungan kepada alam sebagai sumber utama kehidupan sehari-hari manusia.
            Karaktristik masyarakat perikanan pada umumnya mencakup pendidikan, pekerjaan, pola kegiatan, peran wanita, dan sistem kepercayaan. Kondisi masyarakat perikanan diberbagai kawasan pada umumnya ditandai oleh adanya beberapa karakteristik. Perikanan budidaya adalah usaha yang juga bisa meningkatkan hasil produksi, banyak pendapat berkata bahwa masyarakat perikanan budidaya termasuk masyarakat marginal, yaitu masyarakat yang terbelakang atau tertinggal dalam  hal ekonomi ataupun teknologi, tetapi hal itu tidak sepenuhnya adalah benar karena dari hasil wawancara oleh kedua narasumber yang kami temui mengatakan bahwa kehidupan mereka berubah setelah melakukan usaha budidaya.

4.1.3.  Aspek sosial
a.  usia
           Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan saat praktikum sosiologi masyarakat perikanan, dapat dikatakan bahwa usia adalah factor penentu keberhasilan budidaya, yang dapat menyebabkan naik turunnya pendapatan pada suatu hasil penen. Pada Desa Wonorejo Kecamatan Kaliwungu, memiliki tanaga ahli dan buruh berusia 25 keatas. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengalaman yang mereka miliki di bidang budidaya sudah cukup banyak.
           Sedangkan di Kecamatan Gunung Pati memiliki tenaga ahli dan buruh yang juga berusia hamper semua di atas 30 tahun, dalam komunitas masyarakat perikanan terutama pembudidaya, umumnya terjadi antara buruh dengan juragan di satu pihak. Jarang ditemukan hubungan antara buruh denngan pedagang, karena buruh bukanlah pengambil keputusan, sehingga terlihat antara atasan dan bawahan (Yulinda, 2012).
b.  pendidikan
           Hasil dari praktikum sosiologi masyarakat perikanan tersaji pada tabel berikut:
Tabel 1.  Pendidikan responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan
No.
Pendidikan
Komuditas udang fename
Komuditas ikan lele
1.
Pendidikan formal
SMA ( Tidak lulus)
SMP
2
Sumber pengetahuan berbudidaya
Keluarga lain
Teman


Lanjutan. Tabel 1. Pendidikan responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan
3.
Keahlian berbudidaya
Pembesaran
Pembesaran
4.
Pendidikan budidaya
Diadakan pemerintah
-
5.
Bentuk pelatihan yang diikuti
Pelatihan budidaya oleh DKP
-

c.  pengalaman
           Hasil dari praktikum sosiologi masyarakat perikanan tersaji pada tabel berikut:
Tabel  2.  Pengalaman responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan.
No.
Pengalaman
Komoditas Udang Vename
Komoditasi ikan lele

1.


2.


3.



4.

5.
Alasan jadi pembudidaya ikan
Motivasi jadi pembudidaya ikan
Puas/tidak menjadi pembudidaya ikan
Pilihan pekerjaan lain
Faktor menjadi pembudidaya ikan
Karena diri sendiri


Diri sendiri


Puas



Ada kesempatan  bisnis

Ada kesempatan bisnis

Keluarga


Keluarga dan diri sendiri


Puas



Tidak ada

Tidak ada   
6.
Pengalaman berbisnis lain
Pegawai bank
Tidak ada
7.
Lama berbisnis
> 5 tahun
3 tahun
8.
Teknologi baru
Ya
Tidak

d.  dukungan keluarga
           Hasil dari praktikum sosiologi masyarakat perikanan tersaji pada tabel berikut:
Tabel 3. Dukungan keluarga responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan.
No.
Dukungan keluarga
Komoditas Udang Vename
Komoditas ikan lele
  1.

 
  2.
 
  3.
  4.

  5.

  6.
  
  7.
Dukungan mengelola budidaya
Dukungan keuangan
Dukungan moral
Tidak mendukung secara finansial
Tidak mendukung secara moral
Keluarga yang membantu
Rencana ke depan untuk usaha budidaya
Keluarga besar


DKP

Keluarga besar
Tidak ada

Tidak ada

Istri

Meningkatkan kultivan budidaya
Istri
           

DKP

Keluarga besar 
Tidak ada 

Tidak ada  

Istri

Meningkatkan usaha budidaya untuk menambah perekonomian keluarga
     
e.  kelompok budidaya
           Hasil dari praktikum sosiologi masyarakat perikanan tersaji pada tabel berikut:
Tabel 4. Kelompok budidaya responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan.
No.
Kelompok budidaya
Komoditas Udang Vename
Komoditas ikan lele
  1.
 
  2. 

  3.

  4.

  
  5.
Relasi bisnis

Nama pokdakan
Mengetahui sejarah pokdakan
Hubungan antar anggota
Kesulitan yang dihadapi antar anggota
Kesulitan dalam kegiatan budidaya
Pengepul, Petani ikan, Produksi ikan
Lestari Mangrove
Ya

Baik


Tidak ada

Penyakit
Pengepul dan warga
Rukun Makmur Sejahtera

Ya

Baik


Tidak ada

Penyakit

f.  peran pemerintah
            Hasil dari praktikum sosiologi masyarakat perikanan tersaji pada tabel berikut:

Tabel 5. Peran pemerintah responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan.
No.
Peran pemerintah
Komoditas Udang       Vename
Komoditas ikan lele
1.

2.
Institusi yang membantu
Bentuk dukungan
Laboratorium dan pemerintah
Alat dan benih
Pemerintah daerah

Modal dan pelatihan



4.1.4.  Aspek teknik budidaya
Berdasarkan praktikum sosiologi masyarakat perikanan yang telah kami lakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 6.  Teknik budidaya responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan.
No.
Teknik budidaya
Komoditas udang vename
Komoditas ikan lele
1.
2.
3.
4.

5.

6.
7.


8.
9.

10.

11.


12.

13.

Luas lahan
Jumlah pegawai
Jenis budidaya
Metode budidaya
Kegiatan yang dilakukan
Produksi pakan
Alasan mem-produksi pakan sendiri
Produksi benih
Alasan mem- produksi benih
Penjualan hasil panen
Target  lain penjualan hasil panen
Bentuk hasil panen ikan
Jenis ikan yang di budidayakan
15 Ha
18
Air payau
Tambak

Pembesaran ikan
Tidak produksi
15 ton/bulan
Dapat mengontrol
Hasil pakan

Tidak produksi
-

Pengumpul ikan lokal  

Luar negeri


Ikan segar

1 udang
5 Ha
5
Air tawar
Kolam

Pembesaran
ikan lele
8 ton/bulan
Tidak produksi

                       
Tidak produksi
-

Pengumpul ikan lokal

Pasar


Ikan segar

1 ikan
14.
Tambahan jenis ikan budidaya
Tidak ada
Tidak ada
15
Alasan tidak menambah ikan budidaya
Tidak ada lahan
Masih nyaman di lele
16.
Bagian ikan yang dijual
Keseluruhan
Keseluruhan

4.1.5.  Aspek ekonomi
a.  modal usaha
Berdasarkan praktikum sosiologi masyarakat perikanan yang telah kami lakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 7.  Modal usaha responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan.
No.
Modal usaha
Komoditas udang
    Komoditas ikan lele
1.
2.
Modal awal
Aliran modal
Rp. 250.000.000,00
Bank
Rp.2.500.000,00              Tabungan sendiri

b.  pendapatan
Berdasarkan praktikum sosiologi pasyarakat perikanan yang telah kami lakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 8.  Pendapatan responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan.
No.
Pendapatan
Komoditas udang
Komoditas ikan lele
1.

2.
Panen ikan dan udang
Kontrak kerjasama
± Rp. 2 Miliyar /tahun

 -
Rp. 12 Juta/ tahu

 -


c.  pengeluaran
Berdasarkan praktikum sosiologi masyarakat perikanan yang telah kami lakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 9.  Pengeluaran responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan.
No.
Pengeluaran
Komoditas udang
 Komoditas ikan lele
1.
2.
3.
4.
Upah buruh
Beli benih
Pakan
Lain-lain
 Rp. 1.300.000/bulan
 Rp. 34/ekor
 Rp. 984.000/bulan
                -            
Rp.200.000/bulan
                      -
Rp. 500.000/bulan
                      -

4.2.      Pembahasan
4.2.1.      Aspek sosial
a.    usia
            Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan saat praktikum sosiologi masyarakat perikanan, dapat dikatakan bahwa usia adalah factor penentu keberhasilan budidaya, yang dapat menyebabkan naik turunnya pendapatan pada suatu hasil penen. Pada Desa Wonorejo Kecamatan Kaliwungu, memiliki tanaga ahli dan buruh berusia 25 keatas. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengalaman yang mereka miliki di bidang budidaya sudah cukup banyak. Sedangkan di Kecamatan Gunung Pati memiliki tenaga ahli dan buruh yang juga berusia hamper semua di atas 30 tahun, dalam komunitas masyarakat perikanan terutama pembudidaya, umumnya terjadi antara buruh dengan juragan di satu pihak, antara juragan dengan pedagang lain di lain pihak. Jarang ditemukan hubungan antara buruh denngan pedagang, karena buruh bukanlah pengambil keputusan, sehingga terlihat antara atasan dan bawahan (Rintuh, 2003).
            Usia petani juga terkait dengan proses transfer dan adopsi inovasi teknologi, dimana petani-petani muda cenderung bersifat lebih progresif dalam proses transfer inovasi-inovai baru, sehingga mampu mempercepat proses alih teknologi. Petani-petani yang lebih muda lebih miskin pengalaman dan pengetahuan yang telah didapat dalam membudidayakan ikan  dibanding dengan  keterampilan dari petani-petani tua, tetapi memiliki sikap yang lebih progresif terhadap inovasi baru. Sikap progresif terhadap inovasi baru cenderung membentuk perilaku petani usia muda untuk lebih berani mengambil keputusan dalam berusaha (Hernanto, 1993).
b.    pendidikan dan pengalaman
            Mas Aang mendapatkan pengetahuan tentang budidaya ikan dari teman dan kegiatan budidaya yang paling dikuasai adalah pembesaran ikan. Beliau telah menjalankan budidaya ikan dari tahun 2011. Pengalaman wirausaha lebih dari 3 tahun,  Pendidikan terakhir beliau Sekolah Menengah Atas  (SMA) dan sebelum menjadi petani ikan pernah bekerja sebagai Pegawai Bank kecamatan setempat. Beliu berasal dari keluarga  sederhana.
            Pak Subur mendapatkan pengetahuan tentang budidaya ikan dari belajar sendiri dan mengikuti pola kegiatan pembudidaya secara kesehariannya tentang budidaya. Kegiatan budidaya yang paling dikuasai adalah pembesaran ikan. Beliau telah menjalankan usaha budidaya ikan sejak tahun 2010. Pengalaman bekerja sebagai buruh harian, selama 20 tahun. Beliau bekerja sebagai pembudidaya ikan pada kolam air tawar.
            Semakin tinggi tingkat pendidikan akan memberikan suatu metode pembelajaran baru, inovatif dan berpikir kedepan dalam kemajuan wirausaha. Rendahnya produktivitas sering kali dikaitkan dengan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan sesorang, semakin tinggi pula tingkat produktivitas yang mungkin dapat dicapainya. Kemampuan membaca dan menulis merupakan salah satu elemen penting tahap awal program industrialisasi, pada tingkat industrialisasi yang lebih tinggi dibutuhkan keterampilan teknik yang lebih maju (Nurmanaf, 1986).
c.  dukunga keluarga
       Pembudidaya yang bertempat di Kendal, Semarang yaitu Bapak Aang mendapat dukungan penuh dari keluarganya. Awalnya alasan bapak Aang memilih untuk menjadi pembudidaya karena salah jalur dan tidak sengaja, tapi Bapak Aang menyadari bahwa perikanan mempunyai prospek yang baik untuk masa depan. Orang tua, istri, maupun keluarganya bukanlah seseorang yang dulunya bekerja di bidang perikanan, tetapi mereka mendukung kegiatan yang dilakukan oleh Bapak Aang. Beliau juga mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa alat-alat budidaya, listrik dan lain-lain.
Narasumber kedua bertempat di Gunung Pati yaitu Bapak Subur, sejak memulai awal bisnis budidaya ikan lele, dirinya sudah termotivasi oleh keluarganya, bahwasanya bisnis yang dilakukan adalah untuk menutupi keadaan ekonomi keluarga mereka. Ada yang mendukung kegiatan beliau dalam kegiatan budidaya. Beliau hanya menyalurkan hobi yang menghasilkan keuntungan. Dukungan pun datang dari pembudidaya yang lain berupa pakan, benih dan lain-lain. Pak Subur juga mengikuti palatihan-pelatihan yang diadakan oleh daerah setempat yang diberi nama binasari makmur. Sangat disayangkan dukungan dari pemerintah kurang dirasakan oleh Bapak Subur.  Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh dalam sudut pandang orang tersebut, faktor pendukung adalah ciri-ciri yang menekan seseorang yang berasal dari luar dirinya. Yang merupakan salah satu faktor yang penting dalam rangka mengetahui upaya seseorang untuk melakukan suatu usaha (Rakhmat, 2011).
d.  kelompok budidaya
Perkumpulan kelompok adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Komunitas pembudidaya ikan dapat diartikan bahwa perkumpulan atau kelompok pembudidaya yang memiliki perkejaan sama yaitu membudidayakan ikan dengan tambak atau kolam sebagai tempat kerja atau mencari penghasilannya. Pembudidaya ikan adalah suatu kelompok yang hidupnya tergantung pada langsung pada hasil panen.
Berdasarkan hasil yang diamati saat praktikum sosiologi masyarakat perikanan, dapat di buktikan bahwa pada Desa Wonorejo Kecamatan Kaliwungu mempunyai sebuah kelompok pembudidaya ikan yang sudah didirkan sejak tahun 2006 dengan nama Sidorukun, pada tahun 2009 sistem ini sudah tidak memakai tenaga ahli karena ada berbagai kendala, sehingga dikelola oleh daerah. Hubungan antara anggota kelompok pembudidaya ikan yang satu dengan yang lain dapat dikatakan terjalin dengan baik, dan hampir tidak ada masalah dalam  relasi bisnis maupun sosial. Selain adanya kelompok pembudidaya ikan, di Desa Wonorejo Kecamatan Kaliwungu juga menjalin kerjasama dengan pembeli, produksi pakan dan lain-lain. Hal ini membuat hubungan antara pembudidaya dan masyarakat sekitarnya menjadi dua hal yang saling menguntungkan, sedangkan pada Kecamatan Gunung Pati juga memiliki kelompok pembudidaya ikan yang diberi nama Binasari Makmur yang sudah digelutinya sejak tahun 2010 (Rintuh, 2003)
            Kelompok pembudidaya ikan (pokdakan) yang optimal harus di kendalikan oleh usia muda, tingkat pendidikan cukup tinggi, keinginan kuat untuk berkembang, pengalaman dan ikut berpartisipasi pelatihan atau penyuluhan dari dinas terkait. Modal kunci utama didapat dari anggota kelompok sehingga akan mempermudah dari tahap pemula dan bisa mendapatkan dana penguat dari pemerintah untuk pembudidaya ikan melalui Dinas Perikanan dan Kelautan. Pengelolaan usaha maka fungsi manajemen ini dilakukan dalam seluruh aspek penyusun bisnis, yaitu aspek sumber daya manusia, operasi, pemasaran dan keuangan (Griffin dan Ebert, 2001).
e.  peran pemerintah
            Berdasarkan hasil yang diamati saat praktikum sosiologi masyarakat perikanan dapat dikatakan bahwa peran pemerintah di Desa Wonorejo Kecamatan Kaliwungu Perhatian dari pemerintah menyebabkan bidang perikanan di Kecamatan Kaliwungu sudah mulai  berkembang secara maksimal. Adanya bantuan berupa dana, sarana dan prasarana seperti alat-alat untuk budidaya, listrik dan lain-lain, serta bentuk pelatihan yang telah diadakan oleh pemerintah dapat menunjang pembudidaya di bidang perikanan.
            Berbeda dengan kecamatan Gunung Pati saat kami wawancarai. Keadaan di daerah setempat tidak mendapat dukungan dari pemerintah, baik dalam bentuk pakan, bibit, benih, alat dan lain-lain. Faktor tersebut mengakibatkan kurangnya perhatian dari pemerintah sehingga potensi yang dimiliknya belum tercapai secara maksimal.
            Teknologi yang dikembangkan dan diimplementasikan lebih banyak mengarah pada upaya peningkatan produksi pangan dengan semangat untuk mencapai status swasembada pangan, tetapi mengabaikan kesejahteraan aktor yang paling berjasa dalam proses tersebut, yakni petani, peternak, pembudidaya ikan, dan nelayan (Sukadi, 2002).
4.2.2.      Aspek teknik budidaya
                        Mas Aang memiliki lahan budidaya seluas 15 Hektar tambak air payau. Saat ini yang membantu beliau dalam usaha budidaya ini sekitar 25 orang. Kegiatan yang dijalankan beliau adalah pembesaran udang vename. Beliau Memiliki 25 pegawai mengurus pembesaran udang di semarang, Jawa Tengah bahkan sampai di ekspor ke Eropa.
            Pak Subur memiliki lahan budidaya seluas 5 Ha kolam air tawar Lele dumbo. Saat ini yang membantu beliau dalam usaha budidaya ini sekitar 10 orang. Kegiatan yang dijalankan beliau adalah pembesaran dan pemasaran ikan Lele  serta dalam pemasaran beliau menjual hasil panen ke pasar ikan lokal dan pengumpul ikan dalam bentuk ikan segar. Beliau tidak ingin menambah jenis ikan karena luas tanah di daerahnya sudah tidak mencukupi lagi. Pemberian pakan masih mengunakan teknologi sederhana dalam budidaya ikan air tawar.
            Penebaran ikan per satuan luas kolam akan mempengaruhi pertumbuhan ikan yang dipelihara karena semakin tinggi padat penebaran mengakibatkan metabolisme meningkat yang berdampak pada nilai oksigen terlarut yang rendah, sebaliknya padat penebaran yang rendah akan memberikan konversi pakan yang lebih baik daripada kepadatan tinggi (Sukadi, 2002).



4.2.3.      Aspek ekonomi
a.    modal usaha
Mas Aang mendapatkan modal awal dari pinjaman Bank Rakyat Indonesia sebesar Rp. 5.000.000,00. Selain mendapatkan pinjaman dari bank, beliau juga mendapat pinjaman modal dari pemerintah danbentuk pelatihan. Hal tersebut yang mendukung mas Aang mendirikan usahanya.
            Pak Subur memperolah modal usahanya dari hasil tabungan sendiri sebesar 2.500.000,00, setengahnya dari pemerintah berbentuk alat-alat dan dari petani ikan yang lain. Modal dalam usaha dapat digunakan untuk menghasilkan tambahan kekayaan atau meningkatkan produksi. Besarnya jumlah modal yang
ditanamkan oleh petani cukup bervariasi. Besarnya modal investasi budidaya ikan sangat beragam, tergantung jenis budidaya yang dilakukan (Mahyuddin, 2008).
b.    pendapatan
            Mas Aang  mendapatkan penghasilan dari usaha budidaya tambak udang  sebanyak 8 kolam sebesar Rp. 2.000.000.000,00 per  bulan, dan hasil gaji buruh perbulan sebanyak Rp. 1.300.000,00. Beliau menjelaskan penghasilannya berbeda dengan sebelum beliau memulai usaha budidaya. Rencana beliau untuk menaikkan pendapatan adalah dengan memproduksi benih sendiri. Kesulitan yang dihadapi selama usaha budidaya ini adalah penyakit, terutama saat musim pancaroba.
                        Pak Subur  mendapatkan penghasilan dari usaha budidaya ikan sekitar Rp.2.000.000  per tahun, beliau menjelaskan penghasilannya masih kurang dari pada sebelum beliau memulai usaha budidaya. Rencana beliau untuk menaikkan pendapatan adalah dengan memperluas jaringan pemasaran. Kesulitan yang dihadapi selama usaha budidaya ini adalah penyakit pada ikan lele seperti jamur.
            Pendapatan bersih adalah bagian dari pendapatan kotor yang dianggap sebagai bunga seluruh modal yang dipergunakan dalam usaha tani. Pendapatan bersih dapat diperhitungkan dengan mengurangi pendapatan kotor oleh biaya mengusahakan, biaya mengusahakan itu sendiri yaitu biaya alat-alat luar ditambah dengan upah yang dibayarkan kepada tenaga luar yang membantu usaha dan dalam keluarga sendiri (Gunawan, 1998).
c.    pengeluaran
                Jumlah pengeluaran  total Mas Aang dengan rincian bibit, pakan, obat-obatan  dan  lainnya dalam satu siklus panen adalah sebesar Rp. 9.000.000,00 sedangkan  jumlah total pengeluaran Pak Subur sebesar Rp. 280.000,00 dalam usahanya meliputi bibit, obat-obatan dan lain-lain. Beliau berkata pengeluaran merupakan proses transformasi faktor - faktor pengeluaran kepada barang siap, menghasilkan output atau keluaran. Pengeluaran boleh juga dimaksudkan sebagai suatu proses menukar input.
Usaha yang dilakukan terus menerus untuk mengembangkan keterampilan dan usaha nelayan, baik dari usaha penangkapan, budi daya maupun pengolahan, kita dapat berharap kesejahteraan pembudidaya terus meningkat pada tahun mendatang (Nurmanaf, 1986).


V.  KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

                Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari paraktikum sosiologi masyarakat perikanan  adalah Kecamatan Kaliwungu mempunyai potensi yang cukup besar dibidang pertanian dan perikanan, dan pada kecamatan Gunung Pati mempunyai potensi yang kurang di bidang perikanan. Perhatian dari pemerintah menyebabkan bidang perikanan di Kecamatan Kaliwungu sudah mulai  berkembang secara maksimal. Sehingga dengan adanya bantuan berupa dana, sarana dan prasarana dari pemerintah dapat mnunjang pembudidaya di bidang perikanan. Berbeda dengan kecamatan Gunung Pati yang kurangnya perhatian dari pemerintah sehingga potensi yang dimiliknya belum tercapai secara maksimal.

5.2. Saran
                Saran dari paraktikum sosiologi masyarakat perikanan  adalah sebagai berikut :
1.      Seharusnya pemerintah lebih bersikap aktif menyikapi segala permasalahan yang menjadi kendala dalam pengembangan pembangunan Kecamatan Gunung Pati.
2.      Perhatian lebih difokuskan pada bidang, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.
3.      Sebaiknya, praktikan lebih menguasai tentang aspek-aspek perikanan.
4.      Menggalakkan kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah, melalui pemberian penyuluhan pendidikan dan pelatihan pada masyarakat tentang teknologi perikanan dan pengelolaan lingkungan yang baik.



DAFTAR PUSTAKA

Anggoro S. 2005. Pengelolaan Potensi Keanekaragaman Sumberdaya Alam HayatiPerikanan Berwawasan Lingkungan. "Konsep Pembangunan Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Tengah dalam rangka Implementasi UU 32/2004”. Semarang: 25-27 Maret.

Cholik, fuad. 2006. 60 tahun perikanan indonesia. Jakarta. Viktoria kreasi mandiri.

Daryanto, Arief. 2007. Dari Klaster Menuju Peningkatan Daya Saing Industri Perikanan. Buletin Craby & Starky, Edisi Januari 2007.

Gunawan, S. 1998. Membangun Perekonomian Rakyat. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Hernanto F.1993.Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya: Jakarta.

Indaryanti. 1991. Dampak Pelaksanaan Pola PIR Terhadap Pendapatan dan Kesempatan Kerja di Kabupaten Subang. Pusat Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor:Bogor.
Murachman et al., (2010). Model Polikultur Udang Windu (Penaeus monodon Fab), Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forskal) dan Rumput Laut (Gracillaria Sp.) Secara Tradisional. Program Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari Vol. 1 No.1 Tahun 2010

Nurmanaf, A.R. dan Aladin, N. 1986. Ragam Sumber Pendapatan Rumah   Tangga dalam Profil Pendapatan dan Konsumsi Pedesaan Jawa Timur. Yayasan Penelitian Survey Agro Ekonomi, Bogor.

Rintuh, C. 2003. Kelembagaan dan Ekonomi Rakyat. Pusat Studi Ekonomi
Pancasila, YogyakartaPerikanan. Buletin Craby & Starky, Edisi Januari 2007.

Shafrudin, Yuniarti Dan Setiawati. 2006. Pengaruh Kepadatan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias Sp.) Terhadap Produksi Pada Sistem Budidaya Dengan Pengendalian Nitrogen Melalui Penambahan Tepung Terigu.  Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(2): 137-147 (2006)

Sukadi M. Fatuchri, 2002. Jurnal “Peningkatan Teknologi Budidaya Perairan (The
Improvement of fish Culture Technology)”.Direktur Jenderal Perikanan       Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan.Hal 61.

Yulinda, Eni. 2012. Pembenihan Ikan Lele Dumbo di Kelurahan Lembah. Riau

Tidak ada komentar:

Posting Komentar