I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Mayarakat perikanan adalah sekelompok
orang yang hidup bersama dalam suatu tempat tertentu dalam waktu yang cukup
lama. Mempunyai ikatan emosional sebagai suatu kesatuan yang diatur oleh suatu
tatanan sebagai pola tingkah laku anggotanya. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam bidang
perikanan dan kelautan yang begitu besar akan tetapi realitanya yang dihadapi adalah
sebagian besar masyarakat pembudidaya ikan masih hidup di bawah garis kemiskinan (Murachman, 2010).
Secara faktual
ada dua faktor yang menyebabkan kemiskinan pada masyarakat pembudidaya ikan, yaitu:
faktor alamiah dan non alamiah. Faktor alamiah disebabkan karena fluktuasi
musim tangkap ikan dan struktur alamiah sumber daya ekonomi desa. Sementara
faktor non alamiah berhubungan dengan keterbatasan daya jangkau teknologi
penangkapan ikan, ketimpangan dalam sistem bagi hasil dan tidak adanya jaminan
sosial tenanga kerja, lemahnya penguasaan jaringan pemasaran hasil tangkapan
dan belum berfungsinya koperasi pembudidaya ikan yang ada, oleh
karena itu agar mereka bisa keluar
dari permasalahan kemiskinan perlu adanya intervensi (dorongan dari luar) untuk
memberdayakan mereka melalui program-program pemberdayaan bagi masyarakat
petani ikan atau pembudidaya ikan (Anggoro, 2005).
Pemerintah
telah melakukan berbagai program pemberdayaan masyarakat, untuk mengentaskan
kemiskinan masyarakat pembudidaya ikan. Kebijakan-kebijakan strategis yang telah
dilakukan dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat perikanan,
fenomenanya masih menimbulkan suatu permasalahan. Simbol masyarakat petani ikan
yang miskin, terisolasi, kumuh, kurang berpendidikan masih tetap saja menjadi
atribut bagi komunitasnya, disertai dengan minimnya sarana infrastruktur yang
tersedia. Melihat keadaan yang demikian pembangunan bidang perikanan perlu
melakukan penimbangan antara penerapan ilmu sosial masyarakat dan sumber daya.
Studi sosiologi dengan mengambil kasus
ekologi pantai dan pulau-pulau kecil dimana perikanan tangkap merupakan ciri
utama yang belum banyak dilakukan di Indonesia. Studi ini sangat penting
artinya, karena pesisir dan lautan telah menjadi sumber pertumbuhan baru
ekonomi yang berbasis sumber daya (resources
based economy), maka dari itu kami melakukan kegiatan survey yang bersifat
deskriptif di dalam rangkaian praktikum sosiologi masyarakat perikanan, untuk mempelajari
dan menganalisa pola kehidupan masyarakat perikanan Indonesia (Shafrudin, 2006).
Pentingnya dilaksanakan praktikum
sosiologi masyarakat perikanan diharapkan praktikan mampu memahami keadaan dan
hambatan-hambatan yang terjadi pada masyarakat perikanan budidaya. Hal ini
memberikan implikasi bahwa pemahaman mengenai sosiologi masyatakat perikanan budidaya
perlu mendapatkan perhatian khusus, dikarenakan ilmu sosial masyarakat
merupakan landasan pokok untuk menciptakan kebijakan pemerintah serta merupakan
pengetahuan minimum dalam menghadapi masyarakat guna melakukan pembangunan yang
sesuai dengan apa yang menjadi kekurangan masyarakat perikanan Indonesia (Sukadi,
2002).
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum sosiologi masyarakat perikanan ini adalah untuk melakukan
pemetaan pada aspek pendidikann, sosial dan ekonomi yang ada di pembudidaya.
1.3. Manfaat
Manfaat dilaksanakan praktikum
Sosiologi masyarakat Perikanan, yaitu:
1. Mengetahui
informasi tentang keseharian dari masyarakat yang pekerjaaannya sebagai pembudidaya di daerah
sekitar Kendal dan Gunung Pati, Semarang;
2. Mengetahui
informasi mengenai aspek pendidikan, sosial, dan ekonomi pembudidaya di daerah
sekitar wilayah Kendal dan Gunung Pati Semarang;
3. Mengetahui
data potensi daerah sekitar wilayah Kendal dan Gunung Pati, Semarang.
1.4.
Waktu
dan Tempat
Praktikum sosiologi masyarakat perikanan dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal
31 Mei 2013, di Kendal untuk
kultivan air payau dan Gunung Pati untuk kultivan air tawar.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Masyarakat Perikanan Budidaya
Perikanan adalah semua kegiatan
yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan
pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Masyarakat
perikanan budidaya disebut juga dengan petani ikan atau pembudidaya ikan.
Pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan
ikan. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau
membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol,
termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya (UU RI No. 31 Tahun 2004).
2.2. Aspek
Sosial
2.2.1. Usia
Umur
terkait dengan tugas pengembangan, proses belajar, kelangsungan hidup serta
sebagai aspek yang melatar belakanginya (Gunawan, 1998). Semakin muda umur
seseorang biasanya memiliki semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka
ketahui, sehingga akan mempengaruhi perilakunya dalam melakukan usaha tani /
budidaya. Namun bertambahnya umur seseorang akan memupuk pengalaman yang
merupakan sumberdaya yang sangat berguna bagi kesiapannya untuk belajar lebih
lanjur. Hal ini disebabkan kemampuan seseorang untuk belajar berkembang secara
bertahap sejalan dengan meningkatnya usia, dan akan
berkurang secara bertahap pula setelah mencapai usia tertentu yaitu sekitar 55 - 60 tahun (Indriyanti,
1991).
Pendidikan petani umumnya
mempengaruhi cara dan pola pikir petani dalam mengelola usaha tani. Pendidikan
yang relatif tinggi dan umur yang muda menyebabkan pembudidaya lebih dinamis.
Sehingga dapat dikatakan pendidikan memiliki hubungan dengan kemandirian
pembudidaya untuk mencapai keberhasilan budidaya ikan patin di kolam lahan
gambut (Rintuh, 2003).
2.2.2. Pendidikan dan pengalaman
Pendidikan dan
pengalaman kerja diperlukan untuk menjadi pembudidaya ikan yang baik dan benar.
Efisiensi kerja dipengaruhi oleh luas areal garapan/budidaya, cara budidaya,
pendidikan, keterampilan, dan pola konsumsi. Semakin luas usaha pembudidaya
maka pengelolaan tenaga kerja dapat direncanakan seoptimal mungkin (Rintuh,
2003).
Seorang
pembudidaya setelah memutuskan untuk menjadi wirausaha, orang yang
berpendidikan tinggi cenderung lebih berhasil dari pada wirausaha yang
berpendidikan rendah. Ini disebabkan pendidikan tinggi membekali mereka dengan
pengetahuan dan teknik manajemen modern. Ini membuat mereka lebih sadar akan
realitas dunia usaha dan menggunakan kemampuan belajarnya untuk mengelola usaha
mereka sehingga menjadi lebih baik (Indriyanti, 1991).
2.2.3. Kelompok
budidaya
Kelompok yang mempunyai ikatan
psikologis adalah sejumlah orang yang saling berhubungan, saling memperhatikan
dan menerima kenyataan sebagai suatu kelompok. Suatu kelompok terdiri dari dua orang atau lebih yang berinteraksi
Kelompok budidaya adalah suatu lembaga yang pada umumnya merupakan tempat
dimana untuk suatu perkumpulan, yang mempunyai satu tujuan dan kepercayaan yang
sama. untuk mencapai tujuan bersama, interaksi tersebut bersifat relatif tetap
dan mempunyai struktur tertentu (Daryanto, 2007).
Kelompok pembudidaya ikan (POKDAKAN) berdasarkan tingkat
kemampuan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dibagi menjadi 4 kelas yaitu:
a. POKDAKAN Tingkat
Pemula
Termasuk POKDAKAN yang baru terbentuk dan kemampuan
dinamika kelompoknya masih rendah dengan nilai 0 - 250 dan ditetapkan atau
disahkan oleh kepala desa.
b.
POKDAKAN Tingkat Lanjut
POKDAKAN terbentuk sekitar 1 - 2
tahun atau lebih dan sudah mempunyai pengalaman berorganisasi, namun kemampuan
dinamika kelompoknya sedang dengan nilai 25 - 500 dan ditetapkan atau disahkan
oleh camat.
c.
POKDAKAN Tingkat Madya
POKDAKAN telah beraktivitas sekitar 2
- 3 tahun atau lebih dan berpengalaman berorganisasi serta kemampuan dinamika
kelompok cukup tinggi dengan nilai 500 - 750, ditetapkan atau disahkan oleh
Bupati atau Walikota.
d.
POKDAKAN Tingkat Utama
POKDAKAN telah beraktivitas sekitar 3
- 4 tahun atau lebih dan sangat berpengalaman dalam hubungan berorganisasi
serta kemampuan yang meeka miliki sebagai dinamika kelompoknya sangat tinggi dengan nilai 750 - 1000,
ditetapkan atau disahkan oleh Gubernur setempat (Nurdjana, 2007). Kelompok itu adalah kumpulan orang
yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaannya dan saling berinteraksi.
2.2.4. Peran pemerintah
Partisipasi masyarakat dalam
pembangunan selama 50 tahun terakhir ini adalah sesuatu yang artifisial,
sebatas slogan, direkayasakan, dan dipaksakan. Dengan adanya rejim sentralistik
maka partisipasi masyarakat tidak mendapat tempat sama sekali. Inisiatif
masyarakat sering dinilai kurang tepat, kalau tidak dikatakan salah sama
sekali. Yang lebih tepat adalah program pemerintah pusat dan program departemen
yang untuk masyarakat dikemas dalam bentuk program-program pembinaan (Gunawan,
1998).
Tanggung jawab pembangunan masyarakat
lebih banyak berada pada pundak
pemerintah daerah, dan bukan didominasi oleh pemerintah pusat. Hal ini
disebabkan karena pemerintah daerahlah yang lebih mengenal masyarakatnya dan memahami masalah-masalah yang dihadapi
mereka. Selama ini, meskipun pada era desentralisasi dan otonomi daerah
sekarang ini, ada kesan bahwa pengembangan masyarakat dilepaskan dan diserahkan
kepada pemerintah pusat. Penyerahan tanggung jawab ini karena memang
tugas-tugas pembangunan masyarakat termasuk berat untuk dilaksanakan. Adanya
desentralisasi kegiatan pembangunan, selayaknya pemerintah daerah lebih banyak
memberikan prioritas pada pembangunan yang berbasis pada masyarakat setempat
(Cholik, 2006).
Lembaga
negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat, yang
fungsi tugas dan kewenangannya diatur secara tegas dalam UUD. Pengertian fungsi dalam
suatu lembaga pemerintah dalam berbagai peraturan perundang-undangan dirumuskan
sebagai suatu cara untuk melaksanakan tugas pemerintahan. Sebaliknya dapat
dirumuskan juga bahwa tugas adalah cara untuk melaksanakan fungsi.
Ketidakseragaman pengaturan ini tidak terlepas dari kerancuan pengertian fungsi
dan tugas. Untuk melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan
diperlukan kemampuan dan kemahiran manajerial yang dapat mengintegrasikan
seluruh sumber daya demi tercapainya tugas pokok, fungsi, dan kewenangan di
dalam lembaga
pemerintahan (Hernanto, 1993).
pemerintahan (Hernanto, 1993).
2.3.
Aspek Teknik Budidaya
a.
persiapan media
Lokasi kolam
dicari yang dekat dengan sumber air dan bebas banjir. Kolam dibangun di lahan
yang landai dengan kemiringan 2 – 5% sehingga memudahkan
pengairan kolam secara gravitasi. Kolam pemeliharaan induk, Luas kolam
tergantung jumlah induk dan intensitas pengelolaannya. Sebagai contoh untuk 100
kg induk memerlukan kolam seluas 500 meter persegi bila hanya mengandalkan
pakan alami dan dedak, sedangkan bila diberi pakan pellet maka untuk 100 kg induk
memerlukan luas 150 - 200 meter persegi saja. Bentuk kolam pun sebaiknya berupa persegi panjang dengan
dinding bisa ditembok atau kolam tanah dengan dilapisi anyaman bambu bagian dalamnya. Pintu
pemasukan air bisa dengan paralon dan dipasang sarinya, sedangkan untuk
pengeluaran air sebaiknya berbentuk monik (Gunawan. 1998).
Kolam
pemijahan, Tempat pemijahan dapat berupa kolam tanah atau bak tembok.
Ukuran/luas kolam pemijahan tergantung jumlah induk yang dipijahkan dengan
bentuk kolam empat persegi panjang. Patokan bahwa untuk 1 ekor induk dengan
berat 3 kg memerlukan luas kolam sekitar 18 m2 dengan 18 buah ijuk/kakaban.
Dasar kolam dibuat miring kearah pembuangan, untuk menjamin agar dasar kolam
dapat dikeringkan. Pintu pemasukan bisa dengan pralon dan pengeluarannya bisa
juga memakai pralon (kalau ukuran kolam kecil) atau pintu monik. Bentuk kolam
penetasan pada dasarnya sama dengan kolam pemijahan dan seringkali juga untuk
penetasan menggunakan kolam pemijahan. Kolam penetasan diusahakan agar air
yang masuk dapat menyebar ke daerah yang ada telurnya (Shafruddin, 2006).
Kolam
pendederan, Bentuk kolam pendederan yang baik adalah segi empat. Untuk kegiatan
pendederan ini biasanya ada beberapa kolam yaitu pendederan pertama dengan luas
25 - 500 m2 dan pendederan
lanjutan 500 - 1000 m2 per petak. Pemasukan air bisa dengan pralon dan
pengeluaran/ pembuangan dengan pintu berbentuk monik. Dasar kolam dibuatkan
kemalir (saluran dasar) dan di dekat pintu pengeluaran dibuat kubangan. Fungsi
kemalir adalah tempat berkumpulnya benih saat panen dan kubangan untuk
memudahkan penangkapan benih. dasar kolam dibuat miring ke arah pembuangan.
Petak tambahan air yang mempunyai kekeruhan tinggi (air sungai) maka perlu
dibuat bak pengendapan dan bak penyaringan (Indriyanti, 1991).
b.
pemilihan induk
Syarat induk ikan yang baik diantaranya adalah
berat badan sesuai, tergantung kesuburan badan dan spesies ikan. Bentuk badan
normal, tidak bengkok, tidak cacat, tidak luka, dan lincah. Frekuensi pemijahan
bisa satu bulan sekali, dan sepanjang hidupnya bisa memijah lebih dari 15 kali
dengan syarat apabila makanannya mengandung cukup protein. Ciri-ciri indukkan
siap memijah adalah calon induk terlihat mulai berpasang-pasangan,
kejar-kejaran antara yang jantan dan yang betina. Induk tersebut segera
ditangkap dan ditempatkan dalam kolam tersendiri untuk dipijahkan.
c. Proses pemijahan
pemijahan adalah proses
yang ditujukan kepada suatu spesies dalam bentuk tingkah laku. Perkawinan atau
pembuahan ovum oleh sperma. Secara umum pemijahan biota akuatik dibagi
dalam beberapa tahapan yaitu proses matting, proses spawning, proses pasca spawning
(Cholik, 2006).
Berdasarkan
sifatnya proses pemijahan dapat berlangsung secara alamiah dan buatan.
Pemijahan alami, sepasang ataupun sekelompok ikan yang siap memijah dan akan
memijah ditaruh dalam suatu wadah kolam. Sudah tentu keadaan, salinitas, dan
suhu sudah diatur agar sesuai dengan tempat pemijahan ikan itu yang sebenarnya
dan saat pemijahan kolam biasanya ditutup, agar mengurai gangguan dalam
pemijahan dan ikan lebih suka memijah pada tempat gelap dan hangat. Berdasarkan
pada pemijahan buatan, pembuahan telur oleh sperma dilakukan dengan
bantuan manusia. Telur dipaksa keluar dari tubuh induk ikan betina dengan teknik
stripping/pengurutan kemudian ditampung pada suatu wadah. Lalu segera dilakukan
stripping pada induk jantan untuk mengeluarkan sperma secara paksa. Telur dan
sperma kemudian di satukan dalam satu wadah lalu diaduk dengan alat lembut dan
halus seperti bulu ayam sehingga tercampur dan terjadi pembuahan (Sukadi,
2002).
Berdasarkan tekhniknya, pemijahan ikan
dapat dilakukan dengan 3 macam cara pemijahan ikan secara alami, pemijahan ikan
tanpa campur tangan manusia. Terjadi secara alamiah (tanpa pemberian rangsangan
hormon). Pemijahan secara semi intensif, pemijahan ikan yang terjadi dengan
memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tapi
proses ovulasinya terjadi secara alamiah di kolam. Pemijahan ikan secara
intensif, memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta
ovulasinya dilakukan secara buatan dengan tehnik stripping (Murachman, 2010).
d.
penebaran benih
Cara penebaran benih ke dalam kolam dengan
cara , air kolam yang sudah berisi air didiamkan selama kurang lebih 3 - 4
hari. Tujuan dari pendiaman ini adalah agar suhu air lebih menyatu dengan suhu
kolam, sehingga ketika ikan ditebar suhu air tidak berlebihan. selain itu,
pendiaman tersebut juga bertujuan untuk penyediaan sumber pakan alami ikan,
seperti plankton atau jentik - jentik nyamuk, dll. Penebaran menggunakan media
kantong plastik, sebaiknya didiamkan mengapung di permukaan air kolam kurang
lebih selama 10 menit, setelah itu buka kantong plastik dan masukkan air kolam
ke kantong dengan perbandingan yaitu 1 air kantong plastik banding 0,5 air
kolam selama dengan lingkungan barunya.
Pelepasan benih ikan ke kolam sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari,
karena pada saat itu suhu air tidak begitu panas sehingga ikan mudah
beradaptasi (Shafruddin, 2006).
e.
pembesaran
Pembesaran dapat
dilakukan di KJA (Keramba Jaring Apung) atau di KAD (Kolam Air Deras). Sistem
pembesaran intensif dalam Keramba Jaring Apung yang biasa
dipasang di perairan umum. Pemilihan lokasi penempatan jaring dalam
suatu perairan akan sangat menunjang berhasilnya proses produksi. Beberapa
karakteristik perairan yang tepat antara lain air bergerak
dengan arus terbesar tetapi bukan arus kua, penempatan jaring dapat dipasang
sejajar dengan arah angin, badan air cukup besar dan luas
sehingga dapat menjamin stabilitas kualitas air,
kedalaman air minimal dapat mencapai jarak antara dasar jaring dengan
dasar perairan 1,0 meter, kualitas air mendukung pertumbuhan seperti
suhu perairan 270C sampai 300C, oksigen terlarut tidak
kurang dari 4,0 mg/l, dan kecerahan tidak kurang dari 80 cm. Satu
unit Keramba Jaring Apung minimal terdiri dari kantong
jaring dan kerangka jaring. Dimensi unit jaring berbentuk persegi
empat dengan ukuran kantong jaring 7 x 7 x 3 M3 atau 6 x 6 x 3 M3.
Satu unit Keramba Jaring Apung terdiri empat set kantong dan satu set
terdiri dari dua lapis kantong bagian badan kantong jaring yang masuk
kedalam air 2,0 sampai 2,5 meter. Kerangka jaring terbuat dapat
dibuat dari besi atau bambu dan pelampung berupa steerofoam atau
drum. Bahan kantong jaring berasal dari benang Polietilena. Frekuensi pemberian
pakan minimal dua kali per hari. Sedangkan cara pemberian pakan agar efektif
disarankan menggunakan Feeding Frame yang dapat dibuat dari waring
dengan mesh size 2,0 mm berbentuk persegi empat seluas 1,0 smpai 2,0 m2. Alat
ini di pasang di dalam badan airkantong jaring pada
kedalaman 30 sampai 50 cm dari permukaan air. Letak alat ini dapat
ditengah kantong atau di salah satu sudutnya (Kanisius, 2001).
Pemelihan di
kolam air deras harus mempertimbangkan beberapa hal antara lain lokasi dekat
dengan sumber air (sungai, irigasi, dll.) dengan topografi yang
memungkinkan air kolam dapat dikeringkan dengan cara gravitasi, kualitas air
yang digunakan berkualitas baik dan tidak tercemar (kandungan oksigen terlarut
6 - 8 ppm) dan dengan debit
air minimal 100 L/menit. Bentuk kolam air deras bermacam-macam tergantung
kondisi lahan, bisa segitiga, bulat maupun oval. Umumnya KAD berukuran 10 - 100 m2 dengan
kedalaman rata-rata 1,0 - 1,5 m. Dinding kolam harus
berkontruksi tembok atau lapis papan agar tidak terkikis oleh
aliran air dan aktivitas ikan. Dasar kolam harus memungkinkan
tidak daerah mati aliran (tempat dimana kotoran mengendap) dengan kemiringan
kolam harus sesuai (sekitar 2 - 5%). Padat tebar ikan
ukuran 75 - 150 gram/ekor sebanyak 10 - 15 kg /m3 air kolam. Dosis
pakan yang diberikan sebanyak 4% bobot biomass/hari. Frekuensi pemberiannya 3
kali/hari (Yulinda, 2012).
f.
kualitas air
Kualitas air
merupakan keadaan suatu perairan dimana didalamnya terkandung unsur-unsur
pendukung seperti suhu, kecerahan, oksigen terarut. Kualitas air dikatakan baik
apabila unsur-unsurnya memenuhi standar kelayakan sebagai kualitas air yang
baik.
Kualitas untuk
budidaya ikan harus memenuhi beberapa persyaratan, karena air yang kurang baik
akan menyebabkan ikan mudah terserang penyakit. Ada beberapa variabel penting
yang berhubungan dengan sifat kimia air (kandungan oksigen,
karbondioksida, pH, zat-zat beracun, dan kekeruhan air). Selain sifat kimia
tersebut, air juga memiliki sifat fisika, antara lain yang berhubungan dengan
suhu, kekeruhan, dan warna air.
2.4. Aspek Ekonomi
2.4.1. Modal usaha
Modal adalah barang – barang atau peralatan
yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan
berdasarkan sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikannya, serta berdasarkan
sifatnya. Berdasarkan sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri
(setoran dari pemilik perusahaan) dan modal asing (pinjaman bank). Berdasarkan bentuknya,
modal dibagi menjadi modal konkret (mesin, gedung, peralatan) dan modal abstrak (hak paten, nama baik,
dan hak merek). Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu
(rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di bank) dan modal masyarakat
(adalah rumah sakit umum milik pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan).
Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya, yaitu modal tetap (mesin – mesin,
bangunan pabrik) dan modal lancar (bahan – bahan baku) (Gunawan,
1998).
Pembudidaya dalam perikanan yang sekarang disebut sebagai
pembudidaya, merupakan orang yang mengusahakan baik itu membenihkan,
mendederkan maupun membesarkan ikan dengan berbagai metode untuk menghasilkan
produk baik berupa telur,
larva, benih, maupun ikan dewasa baik ikan konsumsi maupun hias. Namun untuk
memulai usaha ini dibutuhkan tekad yang kuat dan modal yang tidak sedikit untuk
menghasilkan penghasilan yang dapat digunakan sebagai tumpuan hidup, Modal
sebenarnya bukan faktor utama namun modal merupakan faktor penentu berjalannya
usaha. Modal dapat diperoleh dari uang tabungan sendiri, orang tua, kerabat,
teman, investor maupun bantuan dari pihak lain baik pemerintah maupun perbankan
(Anggoro, 2005).
2.4.2. Pendapatan
Pendapatan adalah produk perusahaan. Pendapatan dikatakan
sebagai produk perusahaan karena pendapatan terbentuk bersamaan atau selama
kegiatan produktif tanpa harus menunggu kejadian atau saat penyerahan produk
kepada pelanggan. Pendapatan harus dinyatakan dalam satuan moneter untuk dicatat dalam sistem pembukuan. Satuan moneter
yang paling obyektif adalah kalau jumlah rupiah tersebut merupakan hasil dari
transaksi atau pertukaran antar pihak yang independen. Pendapatan juga
merupakan suatu konsep yang bersifat generik dan mencakupi semua pos dengan
berbagai bentuk dan nama apapun, sehingga antara perusahaan dagang atau jasa
bisa memiliki nama yang berbeda dalam pendefinisian pendapatan (Saefudin,
1984).
Pembudidaya
Indonesia masih tergolong miskin dengan pendapatan per kapita per bulan sekitar
US $7 - 10. Di samping itu degradasi lingkungan yang terjadi juga
memprihatinkan. Perikanan Indonesia sebenarnya telah mengalami overcapacity di
beberapa wilayah pesisir di Indonesia. Di pantai utara Jawa, mengindikasikan
bahwa kapasitas perikanan di wilayah tersebut sudah melebihi 35 peratus dari
kapasiti bioeconomic optimal. Kondisi lingkungan yang rusak, jumlah pembudidaya
yang banyak, teknologi yang masih sederhana, mengarah pada penghasilan nelayan
yang rendah (Rintuh, 2003).
2.4.3. Pengeluaran
Pengeluaran merupakan proses transformasi faktor - faktor pengeluaran kepada
barang siap, menghasilkan output atau keluaran. Kata lain, pengeluaran boleh
juga dimaksudkan sebagi satu proses menukar input (faktor – faktor pengeluaran)
kepada output (barang) menggunakan satu tingkat teknologi tertentu. Jika
terdapat peningkatan dalamteknologi, maka kadar output yang dapat dikeluarkan
akan meningkat pada kadar yang lebih tinggi. Fungsi pengeluaran menunjukkan hubungan di antara kombinasi
input yang digunakan dan kadar output yang dapat dihasilkan (Saefudin,
1984).
Pembudidaya belum sejahtera jika penerimaan atau pendapatan
lebih rendah dari pengeluaran. Demikian juga sebaliknya, jika pendapatan dan
pengeluaran sama, maka secara statistik angka yang muncul dalam perhitungan NTN
adalah 100. Angka 100 menggambarkan pendapatan dan pengeluaran sama. Di bawah
100 belum sejahtera dan di atas 100 dikatakan sejahtera. Dengan usaha terus
menerus untuk mengembangkan keterampilan dan usaha nelayan, baik dari usaha
penangkapan, budi daya maupun pengolahan, kita dapat berharap kesejahteraan
nelayan terus meningkat pada tahun mendatang (Nurmanaf, 1986).
III. MATERI DAN METODE
3.1.
Materi Praktikum
Alat yang
digunakan pada praktikum Sosiologi Masyarakat Perikanan yang bersifat
deskriptif ini antara lain alat tulis yang digunakan untuk memperlancar dalam
pengambilan data dari hasil wawancara, kamera foto yang digunakan untuk
dokumentasi dan daftar kuisioner yang digunakan untuk menyimpan data hasil
wawancara. Data yang telah didapat lalu dikaitkan dengan kebenaran tentang
hasil wawancara berdasarkan kenyataan dilapangan sebagai bukti yang nyata
(Aminah, 2003).
Bahan yang
digunakan pada praktikum Sosiologi Masyarakat Perikanan adalah data kependudukan
dan tingkat kesejahteraan dari sejumlah narasumber yaitu para petani ikan dan pembudidaya di daerah sekitar wilayah
Gunung Pati dan Tanjung Emas, Semarang. Laporan monografi daerah sekitar
wilayah Gunung Pati dan Tanjung Emas yang digunakan untuk mengetahui keadaan
geografis daerah sekitar wilayah Gunung Pati dan Tanjung Emas serta
kuisioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan saat wawancara.
3.2. Metode
Praktikum
Praktikum sosiologi masyarakat
perikanan ini dilakukan dengan metode survei deskriptif yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data
dan informasi tentang keseharian dari masyarakat yang pekerjaannya sebagai
petani ikan di daerah sekitar wilayah Kendal dan
Gunung Pati, Semarang. Informasi yang telah terkumpul secara mendetail, dapat
digunakan sebagai acuan bukti yang tepat dan akurat berdasarkan data yang
diperoleh dari komunikasi di lapangan.
Metode Pengumpulan data pada
praktikum sosiologi masyarakat perikanan dilakukan dengan cara tanya jawab
langsung dengan petani ikan berdasarkan
kuisioner. Data yang diambil berupa: data primer dan data sekunder. Data primer
yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan petani ikan di daerah sekitar wilayah Gunung Pati dan Tanjung Emas,
Semarang dilihat dari dimensi sosial dan ekonomi. Sedangkan data
sekunder diambil dengan cara mencatat data potensi daerah
sekitar wilayah Gunung Pati dan Tanjung Emas, Semarang.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Gambaran umum
lokasi
Lokasi pertama yang kelompok kami kunjungi di
daerah Kendal, Desa Wonorejo yaitu budidaya udang vename dengan metode budidaya
menggunakan tambak, lokasi tersebut berada di dekat pemukiman penduduk, pabrik,
jalan raya sehingga udara di lokasi
tersebut panas dan gersang. Lokasi
budidaya tersebut milik pemerintah Semarang, dengan ukuran lokasi 10 - 15 Ha,
lokasi budidaya dengan trensportasi umum berjarak 0 – 1 km. Lokasi jauh dari
pabrik sehingga jauh dari ancaman limbah pabrik dan sewaktu-waktu dapat
menyebabkan pencemaran pada tambak tersebut.
Lokasi kedua
yang kelompok kami kunjungi di daerah Gunung Pati yaitu budidaya benih ikan
lele dumbo dengan metode budidaya menggunakan kolam, lokasi tersebut jauh dari
keramaian dan dekat dengan daerah pegunungan sehingga udara dilokasi tersebut
sejuk. Lokasi budidayanya seluas < 2 Ha, dibelakang lokasi budidaya terdapat
sawah, disamping kanan terdapat peternakan sapi dan disamping kiri terdapat
kebun ketela sedangkan di depan terdapat jalan kecil yang biasa dilewati warga
setempat. Lokasi budidaya berjarak 0 - 1
km dari tempat transportasi umum.
4.1.2. Karakteristik
masyarakat perikanan
Masyarakat adalah
suatu manusia yang saling
berhubungan satu sama lain dengan suatu kebudayaan yang mengatur bahkan memaksa
manusia untuk melakukan tindakan dengan “pola tertentu”. Masyarakat perikanan budidaya didefinisikan
sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah dekat perairan tawar,
payau, dan laut. Masyarakat budidaya perairan (akuakultur) bentuk pemeliharaan dan penangkaran berbagai
macam biota mahluk hidup yang menggunakan air sebagai komponen pokoknya.
Berbeda dengan masyarakat penangkapan
perikanan yang memanfaatkan sumber daya alam di laut saja.
Makna terdalam era globalisasi dalam struktur
perekonomian adalah perdagangan bebas.
Perdagangan bebas berarti ada
persaingan. Globalisasi tersebut yang akan bersaing adalah barang sekunder,
yaitu produk agroindustri. Di
Indonesia bahan baku untuk industri
tersedia, tetapi yang menjadi kendala adalah penggunaan dan penguasaan
teknologi modern yang memperkuat agribisnis, atau penekanan masalah yang dihadapi dalam era globalisasi adalah
pada peningkatan SDM (termasuk bagi para pembudidaya). Hubungan antara sosial
dan kebutuhan dari kedua pihak memiliki ketergantungan kepada alam sebagai
sumber utama kehidupan sehari-hari manusia.
Karaktristik masyarakat perikanan pada umumnya mencakup
pendidikan, pekerjaan, pola kegiatan, peran wanita, dan sistem kepercayaan.
Kondisi masyarakat perikanan diberbagai kawasan pada umumnya ditandai oleh
adanya beberapa karakteristik. Perikanan budidaya adalah usaha yang
juga bisa meningkatkan hasil produksi, banyak pendapat berkata bahwa masyarakat
perikanan budidaya termasuk masyarakat marginal, yaitu masyarakat yang terbelakang
atau tertinggal dalam hal ekonomi
ataupun teknologi, tetapi hal itu tidak sepenuhnya adalah benar karena dari
hasil wawancara oleh kedua narasumber yang kami temui mengatakan bahwa
kehidupan mereka berubah setelah melakukan usaha budidaya.
4.1.3. Aspek sosial
a. usia
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan saat praktikum sosiologi masyarakat perikanan, dapat
dikatakan bahwa usia adalah factor penentu keberhasilan budidaya, yang dapat
menyebabkan naik turunnya pendapatan pada suatu hasil penen. Pada Desa Wonorejo
Kecamatan Kaliwungu, memiliki tanaga ahli dan buruh berusia 25 keatas. Sehingga
dapat dikatakan bahwa pengalaman yang mereka miliki di bidang budidaya sudah
cukup banyak.
Sedangkan di Kecamatan Gunung Pati memiliki tenaga ahli
dan buruh yang juga berusia hamper semua di atas 30 tahun, dalam komunitas
masyarakat perikanan terutama pembudidaya, umumnya terjadi antara buruh dengan
juragan di satu pihak. Jarang ditemukan hubungan antara buruh denngan pedagang,
karena buruh bukanlah pengambil keputusan, sehingga terlihat antara atasan dan
bawahan (Yulinda, 2012).
b. pendidikan
Hasil dari praktikum sosiologi masyarakat perikanan
tersaji pada tabel berikut:
Tabel 1. Pendidikan responden praktikum sosiologi
masyarakat perikanan
No.
|
Pendidikan
|
Komuditas udang fename
|
Komuditas ikan lele
|
1.
|
Pendidikan formal
|
SMA ( Tidak lulus)
|
SMP
|
2
|
Sumber pengetahuan
berbudidaya
|
Keluarga lain
|
Teman
|
Lanjutan. Tabel 1. Pendidikan responden
praktikum sosiologi masyarakat perikanan
3.
|
Keahlian berbudidaya
|
Pembesaran
|
Pembesaran
|
4.
|
Pendidikan budidaya
|
Diadakan pemerintah
|
-
|
5.
|
Bentuk pelatihan yang
diikuti
|
Pelatihan budidaya oleh
DKP
|
-
|
c. pengalaman
Hasil dari praktikum sosiologi masyarakat perikanan
tersaji pada tabel berikut:
Tabel 2.
Pengalaman responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan.
No.
|
Pengalaman
|
Komoditas
Udang Vename
|
Komoditasi
ikan lele
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Alasan
jadi pembudidaya ikan
Motivasi
jadi pembudidaya ikan
Puas/tidak
menjadi pembudidaya ikan
Pilihan
pekerjaan lain
Faktor
menjadi pembudidaya ikan
|
Karena diri
sendiri
Diri
sendiri
Puas
Ada kesempatan bisnis
Ada
kesempatan bisnis
|
Keluarga
Keluarga dan diri sendiri
Puas
Tidak ada
Tidak ada
|
6.
|
Pengalaman berbisnis lain
|
Pegawai bank
|
Tidak ada
|
7.
|
Lama berbisnis
|
> 5 tahun
|
3 tahun
|
8.
|
Teknologi baru
|
Ya
|
Tidak
|
d. dukungan keluarga
Hasil dari praktikum
sosiologi masyarakat perikanan tersaji pada tabel berikut:
Tabel 3. Dukungan keluarga
responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan.
No.
|
Dukungan
keluarga
|
Komoditas
Udang Vename
|
Komoditas
ikan lele
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
|
Dukungan
mengelola budidaya
Dukungan
keuangan
Dukungan
moral
Tidak
mendukung secara finansial
Tidak mendukung
secara moral
Keluarga
yang membantu
Rencana
ke depan untuk usaha budidaya
|
Keluarga
besar
DKP
Keluarga besar
Tidak ada
Tidak ada
Istri
Meningkatkan kultivan budidaya
|
Istri
DKP
Keluarga besar
Tidak ada
Tidak ada
Istri
Meningkatkan usaha budidaya untuk
menambah perekonomian keluarga
|
e. kelompok budidaya
Hasil dari praktikum
sosiologi masyarakat perikanan tersaji pada tabel berikut:
Tabel 4. Kelompok budidaya
responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan.
No.
|
Kelompok
budidaya
|
Komoditas
Udang Vename
|
Komoditas
ikan lele
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Relasi
bisnis
Nama
pokdakan
Mengetahui
sejarah pokdakan
Hubungan
antar anggota
Kesulitan
yang dihadapi antar anggota
Kesulitan
dalam kegiatan budidaya
|
Pengepul,
Petani ikan, Produksi ikan
Lestari
Mangrove
Ya
Baik
Tidak ada
Penyakit
|
Pengepul dan warga
Rukun Makmur Sejahtera
Ya
Baik
Tidak ada
Penyakit
|
f. peran pemerintah
Hasil dari praktikum sosiologi masyarakat
perikanan tersaji pada tabel berikut:
Tabel 5. Peran pemerintah
responden praktikum sosiologi masyarakat perikanan.
No.
|
Peran
pemerintah
|
Komoditas
Udang Vename
|
Komoditas
ikan lele
|
1.
2.
|
Institusi
yang membantu
Bentuk
dukungan
|
Laboratorium
dan pemerintah
Alat dan
benih
|
Pemerintah daerah
Modal dan pelatihan
|
4.1.4. Aspek teknik budidaya
Berdasarkan praktikum sosiologi masyarakat perikanan yang telah kami
lakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 6. Teknik budidaya responden praktikum sosiologi
masyarakat perikanan.
No.
|
Teknik
budidaya
|
Komoditas
udang vename
|
Komoditas
ikan lele
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
|
Luas
lahan
Jumlah
pegawai
Jenis
budidaya
Metode
budidaya
Kegiatan
yang dilakukan
Produksi
pakan
Alasan
mem-produksi pakan sendiri
Produksi
benih
Alasan
mem- produksi benih
Penjualan
hasil panen
Target lain penjualan hasil panen
Bentuk
hasil panen ikan
Jenis
ikan yang di budidayakan
|
15 Ha
18
Air payau
Tambak
Pembesaran
ikan
Tidak
produksi
15
ton/bulan
Dapat mengontrol
Hasil pakan
Tidak
produksi
-
Pengumpul
ikan lokal
Luar
negeri
Ikan
segar
1 udang
|
5 Ha
5
Air tawar
Kolam
Pembesaran
ikan lele
8 ton/bulan
Tidak produksi
Tidak produksi
-
Pengumpul ikan lokal
Pasar
Ikan segar
1 ikan
|
14.
|
Tambahan jenis ikan budidaya
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
15
|
Alasan tidak menambah ikan budidaya
|
Tidak ada lahan
|
Masih nyaman di lele
|
16.
|
Bagian ikan yang dijual
|
Keseluruhan
|
Keseluruhan
|
4.1.5. Aspek ekonomi
a. modal usaha
Berdasarkan praktikum sosiologi masyarakat perikanan yang telah kami
lakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 7. Modal usaha responden praktikum sosiologi
masyarakat perikanan.
No.
|
Modal
usaha
|
Komoditas
udang
|
Komoditas ikan lele
|
1.
2.
|
Modal
awal
Aliran
modal
|
Rp. 250.000.000,00
Bank
|
Rp.2.500.000,00 Tabungan sendiri
|
b. pendapatan
Berdasarkan praktikum sosiologi pasyarakat perikanan yang telah kami
lakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 8. Pendapatan responden praktikum sosiologi
masyarakat perikanan.
No.
|
Pendapatan
|
Komoditas
udang
|
Komoditas
ikan lele
|
1.
2.
|
Panen
ikan dan udang
Kontrak kerjasama
|
± Rp. 2
Miliyar /tahun
-
|
Rp. 12 Juta/ tahu
-
|
c. pengeluaran
Berdasarkan praktikum sosiologi masyarakat perikanan yang telah kami
lakukan, didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 9. Pengeluaran responden praktikum sosiologi
masyarakat perikanan.
No.
|
Pengeluaran
|
Komoditas
udang
|
Komoditas ikan lele
|
1.
2.
3.
4.
|
Upah
buruh
Beli
benih
Pakan
Lain-lain
|
Rp. 1.300.000/bulan
Rp. 34/ekor
Rp. 984.000/bulan
-
|
Rp.200.000/bulan
-
Rp. 500.000/bulan
-
|
4.2. Pembahasan
4.2.1.
Aspek sosial
a. usia
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan saat
praktikum sosiologi masyarakat perikanan, dapat dikatakan bahwa usia adalah
factor penentu keberhasilan budidaya, yang dapat menyebabkan naik turunnya
pendapatan pada suatu hasil penen. Pada Desa Wonorejo Kecamatan Kaliwungu,
memiliki tanaga ahli dan buruh berusia 25 keatas. Sehingga dapat dikatakan
bahwa pengalaman yang mereka miliki di bidang budidaya sudah cukup banyak.
Sedangkan di Kecamatan Gunung Pati memiliki tenaga ahli dan buruh yang juga
berusia hamper semua di atas 30 tahun, dalam komunitas masyarakat perikanan
terutama pembudidaya, umumnya terjadi antara buruh dengan juragan di satu
pihak, antara juragan dengan pedagang lain di lain pihak. Jarang ditemukan
hubungan antara buruh denngan pedagang, karena buruh bukanlah pengambil
keputusan, sehingga terlihat antara atasan dan bawahan (Rintuh, 2003).
Usia petani juga terkait dengan
proses transfer dan adopsi inovasi teknologi, dimana petani-petani muda
cenderung bersifat lebih progresif dalam proses transfer inovasi-inovai baru,
sehingga mampu mempercepat proses alih teknologi. Petani-petani yang lebih muda
lebih miskin pengalaman dan pengetahuan yang telah didapat dalam membudidayakan
ikan dibanding dengan keterampilan dari petani-petani tua, tetapi memiliki
sikap yang lebih progresif terhadap inovasi baru. Sikap progresif terhadap
inovasi baru cenderung membentuk perilaku petani usia muda untuk lebih berani
mengambil keputusan dalam berusaha (Hernanto, 1993).
b. pendidikan dan pengalaman
Mas Aang mendapatkan pengetahuan
tentang budidaya ikan dari teman dan kegiatan budidaya yang paling dikuasai
adalah pembesaran ikan. Beliau telah menjalankan budidaya ikan dari tahun 2011.
Pengalaman wirausaha lebih dari 3 tahun,
Pendidikan terakhir beliau Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sebelum menjadi petani ikan pernah
bekerja sebagai Pegawai Bank kecamatan setempat. Beliu berasal dari
keluarga sederhana.
Pak Subur mendapatkan pengetahuan
tentang budidaya ikan dari belajar sendiri dan mengikuti pola kegiatan pembudidaya
secara kesehariannya tentang budidaya. Kegiatan budidaya yang paling dikuasai
adalah pembesaran ikan. Beliau telah menjalankan usaha budidaya ikan sejak
tahun 2010. Pengalaman bekerja sebagai buruh harian, selama 20 tahun. Beliau
bekerja sebagai pembudidaya ikan pada kolam air tawar.
Semakin
tinggi tingkat pendidikan akan memberikan suatu metode pembelajaran baru,
inovatif dan berpikir kedepan dalam kemajuan wirausaha.
Rendahnya produktivitas sering kali dikaitkan dengan tingkat
pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan sesorang, semakin tinggi pula
tingkat produktivitas yang mungkin dapat dicapainya. Kemampuan membaca dan
menulis merupakan salah satu elemen penting tahap awal program industrialisasi,
pada tingkat industrialisasi yang lebih tinggi dibutuhkan keterampilan teknik
yang lebih maju (Nurmanaf, 1986).
c. dukunga
keluarga
Pembudidaya yang bertempat
di Kendal, Semarang yaitu Bapak Aang mendapat dukungan penuh dari keluarganya.
Awalnya alasan bapak Aang memilih untuk menjadi pembudidaya karena salah jalur
dan tidak sengaja, tapi Bapak Aang menyadari bahwa perikanan mempunyai prospek
yang baik untuk masa depan. Orang tua, istri, maupun keluarganya bukanlah
seseorang yang dulunya bekerja di bidang perikanan, tetapi mereka mendukung kegiatan
yang dilakukan oleh Bapak Aang. Beliau juga mendapatkan bantuan dari pemerintah
berupa alat-alat budidaya, listrik dan lain-lain.
Narasumber
kedua bertempat di Gunung Pati yaitu Bapak Subur, sejak memulai awal bisnis
budidaya ikan lele, dirinya sudah termotivasi oleh keluarganya, bahwasanya
bisnis yang dilakukan adalah untuk menutupi keadaan ekonomi keluarga mereka. Ada
yang mendukung kegiatan beliau dalam kegiatan budidaya. Beliau hanya
menyalurkan hobi yang menghasilkan keuntungan. Dukungan pun datang dari
pembudidaya yang lain berupa pakan, benih dan lain-lain. Pak Subur juga
mengikuti palatihan-pelatihan yang diadakan oleh daerah setempat yang diberi
nama binasari makmur. Sangat disayangkan dukungan dari pemerintah kurang
dirasakan oleh Bapak Subur. Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh
dalam sudut pandang orang tersebut, faktor pendukung adalah ciri-ciri yang
menekan seseorang yang berasal dari luar dirinya. Yang merupakan salah satu
faktor yang penting dalam rangka mengetahui upaya seseorang untuk melakukan
suatu usaha (Rakhmat, 2011).
d.
kelompok budidaya
Perkumpulan kelompok adalah
perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat
dalam pembangunan bangsa dan negara. Komunitas pembudidaya ikan dapat diartikan
bahwa perkumpulan atau kelompok pembudidaya yang memiliki perkejaan sama yaitu
membudidayakan ikan dengan tambak atau kolam sebagai tempat kerja atau mencari
penghasilannya. Pembudidaya ikan adalah suatu kelompok yang hidupnya tergantung
pada langsung pada hasil panen.
Berdasarkan hasil yang diamati saat
praktikum sosiologi masyarakat perikanan, dapat di buktikan bahwa pada Desa
Wonorejo Kecamatan Kaliwungu mempunyai sebuah kelompok pembudidaya ikan yang
sudah didirkan sejak tahun 2006 dengan nama Sidorukun, pada tahun 2009 sistem
ini sudah tidak memakai tenaga ahli karena ada berbagai kendala, sehingga
dikelola oleh daerah. Hubungan antara anggota kelompok pembudidaya ikan yang
satu dengan yang lain dapat dikatakan terjalin dengan baik, dan hampir tidak
ada masalah dalam relasi bisnis maupun
sosial. Selain adanya kelompok pembudidaya ikan, di Desa Wonorejo Kecamatan
Kaliwungu juga menjalin kerjasama dengan pembeli, produksi pakan dan lain-lain.
Hal ini membuat hubungan antara pembudidaya dan masyarakat sekitarnya menjadi
dua hal yang saling menguntungkan, sedangkan pada Kecamatan Gunung Pati juga
memiliki kelompok pembudidaya ikan yang diberi nama Binasari Makmur yang sudah
digelutinya sejak tahun 2010 (Rintuh, 2003)
Kelompok
pembudidaya ikan (pokdakan) yang optimal harus di kendalikan oleh usia muda,
tingkat pendidikan cukup tinggi, keinginan kuat untuk berkembang, pengalaman
dan ikut berpartisipasi pelatihan atau penyuluhan dari dinas terkait. Modal
kunci utama didapat dari anggota kelompok sehingga akan mempermudah dari tahap
pemula dan bisa mendapatkan dana penguat dari pemerintah untuk pembudidaya ikan
melalui Dinas Perikanan dan Kelautan. Pengelolaan usaha maka fungsi manajemen
ini dilakukan dalam seluruh aspek penyusun bisnis, yaitu aspek sumber daya
manusia, operasi, pemasaran dan keuangan (Griffin dan Ebert, 2001).
e.
peran pemerintah
Berdasarkan hasil yang diamati saat
praktikum sosiologi masyarakat perikanan dapat dikatakan bahwa peran pemerintah
di Desa Wonorejo Kecamatan Kaliwungu Perhatian dari pemerintah menyebabkan
bidang perikanan di Kecamatan Kaliwungu sudah mulai berkembang secara maksimal. Adanya bantuan
berupa dana, sarana dan prasarana seperti alat-alat untuk budidaya, listrik dan
lain-lain, serta bentuk pelatihan yang telah diadakan oleh pemerintah dapat menunjang
pembudidaya di bidang perikanan.
Berbeda
dengan kecamatan Gunung Pati saat kami wawancarai. Keadaan di daerah setempat
tidak mendapat dukungan dari pemerintah, baik dalam bentuk pakan, bibit, benih,
alat dan lain-lain. Faktor tersebut mengakibatkan kurangnya perhatian dari
pemerintah sehingga potensi yang dimiliknya belum tercapai secara maksimal.
Teknologi yang dikembangkan dan
diimplementasikan lebih banyak mengarah pada upaya peningkatan produksi pangan
dengan semangat untuk mencapai status swasembada pangan, tetapi mengabaikan
kesejahteraan aktor yang paling berjasa dalam proses tersebut, yakni petani,
peternak, pembudidaya ikan, dan nelayan (Sukadi, 2002).
4.2.2.
Aspek teknik budidaya
Mas
Aang memiliki lahan budidaya seluas 15 Hektar tambak air payau. Saat ini yang
membantu beliau dalam usaha budidaya ini sekitar 25 orang. Kegiatan yang
dijalankan beliau adalah pembesaran udang vename. Beliau Memiliki 25 pegawai
mengurus pembesaran udang di semarang, Jawa Tengah bahkan sampai di ekspor ke
Eropa.
Pak Subur memiliki lahan budidaya
seluas 5 Ha kolam air tawar Lele dumbo. Saat ini yang membantu beliau dalam
usaha budidaya ini sekitar 10 orang. Kegiatan yang dijalankan beliau adalah
pembesaran dan pemasaran ikan Lele serta
dalam pemasaran beliau menjual hasil panen ke pasar ikan lokal dan pengumpul
ikan dalam bentuk ikan segar. Beliau tidak ingin menambah jenis ikan karena
luas tanah di daerahnya sudah tidak mencukupi lagi. Pemberian pakan masih
mengunakan teknologi sederhana dalam budidaya ikan air tawar.
Penebaran
ikan per satuan luas kolam akan mempengaruhi pertumbuhan ikan yang dipelihara
karena semakin tinggi padat penebaran mengakibatkan metabolisme meningkat yang
berdampak pada nilai oksigen terlarut yang rendah, sebaliknya padat penebaran
yang rendah akan memberikan konversi pakan yang lebih baik daripada kepadatan
tinggi (Sukadi, 2002).
4.2.3.
Aspek ekonomi
a. modal usaha
Mas Aang mendapatkan modal awal dari pinjaman Bank
Rakyat Indonesia sebesar Rp.
5.000.000,00. Selain mendapatkan pinjaman dari bank, beliau juga mendapat
pinjaman modal dari pemerintah danbentuk pelatihan. Hal tersebut yang mendukung
mas Aang mendirikan usahanya.
Pak Subur memperolah modal usahanya
dari hasil tabungan sendiri sebesar 2.500.000,00, setengahnya dari pemerintah
berbentuk alat-alat dan dari petani ikan yang lain. Modal dalam usaha dapat digunakan
untuk menghasilkan tambahan kekayaan atau meningkatkan produksi. Besarnya
jumlah modal yang
ditanamkan
oleh petani cukup bervariasi. Besarnya modal investasi budidaya ikan
sangat beragam, tergantung jenis budidaya yang dilakukan (Mahyuddin, 2008).
b. pendapatan
Mas Aang mendapatkan penghasilan dari usaha budidaya
tambak udang sebanyak 8 kolam sebesar
Rp. 2.000.000.000,00 per bulan, dan
hasil gaji buruh perbulan sebanyak Rp. 1.300.000,00. Beliau menjelaskan
penghasilannya berbeda dengan sebelum beliau memulai usaha budidaya. Rencana
beliau untuk menaikkan pendapatan adalah dengan memproduksi benih sendiri.
Kesulitan yang dihadapi selama usaha budidaya ini adalah penyakit, terutama
saat musim pancaroba.
Pak Subur mendapatkan penghasilan dari usaha budidaya
ikan sekitar Rp.2.000.000 per tahun,
beliau menjelaskan penghasilannya masih kurang dari pada sebelum beliau memulai
usaha budidaya. Rencana beliau untuk menaikkan pendapatan adalah dengan
memperluas jaringan pemasaran. Kesulitan yang dihadapi selama usaha budidaya
ini adalah penyakit pada ikan lele seperti jamur.
Pendapatan bersih adalah
bagian dari pendapatan kotor yang dianggap sebagai bunga seluruh modal yang
dipergunakan dalam usaha tani. Pendapatan bersih dapat diperhitungkan dengan
mengurangi pendapatan kotor oleh biaya mengusahakan, biaya mengusahakan itu
sendiri yaitu biaya alat-alat luar ditambah dengan upah yang dibayarkan kepada
tenaga luar yang membantu usaha dan dalam keluarga sendiri (Gunawan, 1998).
c. pengeluaran
Jumlah
pengeluaran total Mas Aang dengan
rincian bibit, pakan, obat-obatan
dan lainnya dalam satu siklus
panen adalah sebesar Rp. 9.000.000,00 sedangkan
jumlah total pengeluaran Pak Subur sebesar Rp. 280.000,00 dalam usahanya
meliputi bibit, obat-obatan dan lain-lain. Beliau berkata pengeluaran merupakan proses transformasi faktor - faktor pengeluaran kepada
barang siap, menghasilkan output atau keluaran. Pengeluaran boleh juga
dimaksudkan sebagai suatu proses menukar input.
Usaha yang dilakukan terus menerus untuk mengembangkan
keterampilan dan usaha nelayan, baik dari usaha penangkapan, budi daya maupun
pengolahan, kita dapat berharap kesejahteraan pembudidaya terus meningkat pada
tahun mendatang (Nurmanaf, 1986).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat diperoleh dari paraktikum sosiologi masyarakat
perikanan adalah Kecamatan Kaliwungu
mempunyai potensi yang cukup besar dibidang pertanian dan perikanan, dan pada
kecamatan Gunung Pati mempunyai potensi yang kurang di bidang perikanan. Perhatian
dari pemerintah menyebabkan bidang perikanan di Kecamatan Kaliwungu sudah mulai
berkembang secara maksimal. Sehingga
dengan adanya bantuan berupa dana, sarana dan prasarana dari pemerintah dapat
mnunjang pembudidaya di bidang perikanan. Berbeda dengan kecamatan Gunung Pati
yang kurangnya perhatian dari pemerintah sehingga potensi yang dimiliknya belum
tercapai secara maksimal.
5.2. Saran
Saran dari paraktikum sosiologi masyarakat perikanan adalah sebagai berikut :
1.
Seharusnya pemerintah lebih
bersikap aktif menyikapi segala permasalahan yang menjadi kendala dalam
pengembangan pembangunan Kecamatan Gunung Pati.
2.
Perhatian lebih difokuskan pada
bidang, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.
3.
Sebaiknya, praktikan lebih
menguasai tentang aspek-aspek perikanan.
4. Menggalakkan
kegiatan pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah, melalui pemberian penyuluhan pendidikan
dan pelatihan pada masyarakat tentang teknologi perikanan dan pengelolaan
lingkungan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro S.
2005. Pengelolaan Potensi Keanekaragaman Sumberdaya Alam HayatiPerikanan
Berwawasan Lingkungan. "Konsep Pembangunan Perikanan dan Kelautan
Propinsi Jawa Tengah dalam rangka Implementasi UU 32/2004”. Semarang: 25-27
Maret.
Cholik,
fuad. 2006. 60 tahun perikanan indonesia. Jakarta. Viktoria kreasi
mandiri.
Daryanto, Arief. 2007.
Dari Klaster Menuju Peningkatan Daya Saing Industri Perikanan. Buletin
Craby & Starky, Edisi Januari 2007.
Gunawan, S.
1998. Membangun Perekonomian Rakyat. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Hernanto F.1993.Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya: Jakarta.
Indaryanti.
1991. Dampak Pelaksanaan Pola PIR Terhadap Pendapatan dan Kesempatan Kerja
di Kabupaten Subang. Pusat Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor:Bogor.
Murachman et
al., (2010). Model Polikultur Udang
Windu (Penaeus monodon Fab), Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forskal)
dan Rumput Laut (Gracillaria Sp.) Secara Tradisional. Program
Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari Vol. 1 No.1 Tahun 2010
Nurmanaf, A.R. dan Aladin,
N. 1986. Ragam Sumber Pendapatan
Rumah Tangga dalam Profil Pendapatan
dan Konsumsi Pedesaan Jawa Timur. Yayasan Penelitian Survey Agro Ekonomi,
Bogor.
Rintuh, C. 2003. Kelembagaan
dan Ekonomi Rakyat. Pusat Studi Ekonomi
Pancasila, YogyakartaPerikanan. Buletin
Craby & Starky, Edisi Januari 2007.
Shafrudin, Yuniarti Dan Setiawati. 2006. Pengaruh
Kepadatan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias Sp.) Terhadap Produksi Pada Sistem
Budidaya Dengan Pengendalian Nitrogen Melalui Penambahan Tepung Terigu.
Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(2): 137-147 (2006)
Sukadi M. Fatuchri,
2002. Jurnal “Peningkatan Teknologi Budidaya Perairan (The
Improvement of fish Culture Technology)”.Direktur
Jenderal Perikanan Budidaya,
Departemen Kelautan dan Perikanan.Hal 61.
Yulinda, Eni. 2012. Pembenihan Ikan Lele Dumbo di Kelurahan Lembah.
Riau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar